Kepingan yang Hilang dalam Kasus Kematian Brigadir J
Rekaman kamera pemantau dari 27 lokasi yang diterima Komnas HAM memperlihatkan jejak Brigadir J sebelum insiden penembakan. Pihak pengacara keluarga Brigadir J menuntut hasil rekaman diuji untuk menepis rekayasa.
Iring-iringan dua mobil Lexus hitam yang membawa Putri Candrawathi meninggalkan Magelang, Jawa Tengah, Jumat (8/7/2022) pagi. Istri Kepala Divisi Profesi Pengamanan Polri (nonaktif) Irjen Ferdy Sambo itu sudah beberapa hari berada di Magelang untuk mengantarkan anaknya yang sekolah di Magelang. Bersama dengan sejumlah ajudan, ia bertolak menuju Jakarta pada pukul 10.20.
Dipandu mobil polisi patroli pengawalan (patwal), iring-iringan mobil Putri hanya berhenti sekali di tengah perjalanan, yakni di salah satu tempat peristirahatan di Jalan Tol Cikampek. Seorang ajudan turun dari salah satu mobil untuk ke toilet.
”Saat itu terlihat Brigadir J keluar dari mobil menuju kamar mandi,” kata Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (29/7/2022).
Keberadaan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat seperti dituturkan Taufan terlihat dari rekaman kamera pengawas yang dihimpun kepolisian dari 27 lokasi dari Magelang sampai Jakarta. Total 20 video diperlihatkan tim siber Polri kepada komisioner Komnas HAM, Rabu (27/7/2022). Komnas HAM merupakan salah satu lembaga yang menyelidiki kasus kematian Nofriansyah.
Nofriansyah ditemukan tewas di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) petang, hari yang sama dengan perjalanan dari Magelang ke Jakarta.
Hingga saat ini, penyebab kematiannya masih kontroversial. Versi polisi, ia tewas akibat baku tembak dengan Bhayangkara Dua E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Baku tembak disebut polisi karena pelecehan yang diduga dilakukan Nofriansyah kepada Putri.
Baca juga: Menko Polhukam: Hasil Otopsi Ulang Brigadir J Bisa Dibuka ke Publik
Namun, pihak keluarga Nofriansyah meragukan penjelasan polisi. Mereka menemukan luka-luka yang diduga bekas penganiayaan pada tubuh Nofriansyah. Belakangan, diungkap pula jejak ancaman pembunuhan terhadap Nofriansyah.
Untuk itu, tim kuasa hukum keluarga mengajukan laporan dugaan pembunuhan berencana. Lokasi kematian pun diduga bukan di rumah dinas, melainkan dalam perjalanan Magelang-Jakarta.
Taufan melanjutkan, rekaman CCTV memperlihatkan Nofriansyah masih ada dalam rombongan hingga mereka sampai di tujuan, yakni rumah pribadi keluarga Ferdy Sambo di Jalan Saguling 3, Jakarta Selatan.
Putri dan rombongan pendampingnya, yakni ketiga ajudan Ferdy, Nofriansyah, Richard, dan Ricky, serta sopir bernama Kuat, tiba di rumah itu lebih kurang pukul 16.00 atau sekitar enam jam setelah keberangkatan dari Magelang. Namun, Ferdy tidak terlihat dalam rombongan itu.
Sesampainya di rumah, para ajudan masuk bergantian sambil membawa barang-barang, sedangkan Putri terlihat menuju kamar. Tak berselang lama, mereka memasuki salah satu ruangan untuk menjalani tes usap reaksi berantai polimerase (PCR) untuk mendeteksi Covid-19 secara bergantian. Tidak ada Ferdy di ruang tes usap PCR. ”Brigadir J yang paling akhir di tes PCR,” tambah Taufan.
Setelah dites usap, kamera pengawas masih merekam aktivitas Nofriansyah dan ajudan lainnya. Mereka terlihat berkumpul di depan rumah sambil berbincang dan bersenda gurau. Di tengah perbincangan, Nofriansyah menjawab panggilan yang masuk ke ponselnya. Bagian dari rekaman kamera pengawas ini terkonfirmasi saat Komnas HAM memeriksa enam ajudan Ferdy, Selasa (26/7). Suasana akrab disebut terjadi saat mereka menunggu Putri yang hendak ke rumah dinas Ferdy. “Artinya, antara Bharada E dan Brigadir J saat itu belum ada masalah apa-apa,” ujar Taufan.
Suasana di sekitar rumah tinggal keluarga Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Pertambangan, Jakarta Selatan. Jumat (15/7/2022).
Menurut keterangan sejumlah ajudan pada Komnas HAM, Putri akan isolasi mandiri setelah tes PCR di rumah dinas yang jarang ditempati tersebut. Rumah dinas Ferdy berada di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan atau berjarak sekitar 500 meter dari rumah pribadinya.
Momen kehangatan di antara para ajudan juga diperkuat hasil pemeriksaan Komnas HAM terhadap Vera Simanjuntak, kekasih Nofriansyah. Vera mengakui, ia dan Nofriansyah masih berkomunikasi pada pukul 16.31. Nofriansyah menjawab panggilan teleponnya saat itu.
Dalam pembicaraan yang berlangsung sekitar 15 detik, Vera mengaku mendengar suara orang-orang tertawa di sekitar Nofriansyah. Namun, tak lama Nofriansyah berbicara dengan kekasihnya. “Dia bilang, sebentar ya Dik, sebentar ya Dik,” kata Taufan menirukan ucapan Nofriansyah yang diceritakan Vera sebelum telepon Vera ditutup.
Komunikasi terakhir sebelum kematian Nofriansyah juga sempat diungkap tim kuasa hukum keluarga. Namun, bukan Vera yang menelepon Nofriansyah, melainkan sebaliknya. Ramos Hutabarat, salah satu pengacara keluarga korban, mengatakan, Nofriansyah berulang kali menelepon Vera karena panggilannya tak kunjung dijawab. Panggilan baru direspons pada pukul 16.31 dan durasi percakapan keduanya sangat singkat. “Vera tanya, ada apa bang? Dijawab nanti segera abang hubungi lagi, Dik,” kata Ramos (Kompas.id, 25/7/2022).
Baca juga: Brigadir J Sempat Hubungi Kekasihnya Berulang Kali Sebelum Tewas
Ke rumah dinas
Beberapa menit setelah momen itu, lanjut Taufan, kamera pengawas memperlihatkan Nofriansyah, Richard, Ricky, dan Kuat mendampingi Putri keluar dari rumah pribadinya sekitar pukul 17.00. Menggunakan mobil, mereka pergi menuju rumah dinas Ferdy.
Sesampainya di sana, tak ada lagi jejak yang terekam. Polisi mengatakan, kamera pengawas di rumah itu rusak. Hal serupa disampaikan oleh para ajudan saat diperiksa Komnas HAM. Kerusakan diklaim sudah lama terjadi.
Tanpa rekaman CCTV, kata Taufan, pihaknya belum bisa menggambarkan kepingan peristiwa yang terjadi di sana. Padahal, itu merupakan bagian terpenting, karena penembakan diduga terjadi di sana. “Kami (saat ini) semata-mata mengandalkan pada kesaksian Bharada E dan Ricky. Kuat berada di lantai atas dan Ibu Putri di kamar, mungkin tidak melihat kejadian,” ujarnya.
Dalam foto rumah dinas Ferdy yang diperoleh Kompas dari sumber resmi di sekitar kepolisian, ada sebuah kamera pengawas yang terpasang di sudut dinding dapur. Kamera tersebut mengarah ke ruang tengah, yang mempertemukan tangga dan pintu kamar yang ditempati Putri. Di area ini, insiden baku tembak diduga terjadi.
Rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Rabu (13/7/2022).
Sementara peristiwa di dalam rumah dinas masih misteri, kamera pengawas di rumah para tetangga merekam suasana di luar rumah dinas. Tampak mobil Ferdy datang ke rumah itu. Setelahnya, sejumlah mobil Provost ikut hilir mudik. Sempat pula ada ambulans yang bergerak dari rumah dinas Ferdy menuju Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Dari rekaman kamera pengawas di rumah pribadi Ferdy, Putri terlihat kembali ke sana sekitar pukul 17.30. Ia pulang dari rumah dinas ditemani seorang ajudan laki-laki sambil menangis. “Dari CCTV yang ada di rumah pribadi Pak Sambo, kelihatan Ibu Putri kembali ke rumah itu menangis,” kata Taufan.
Waktu tempuh dengan mobil dari rumah pribadi ke rumah dinas dan sebaliknya, memakan waktu sekitar sepuluh menit. Dengan demikian, jika betul Putri dan sejumlah ajudan ke rumah dinas pukul 17.00 dan kembali ke rumah pribadi pukul 17.30, bisa jadi insiden penembakan terjadi di rentang waktu 20 menit.
Keberadaan Ferdy Sambo
Selain aktivitas Putri dan para ajudan, rekaman kamera pengawas juga beberapa kali menangkap keberadaan Ferdy. Rekaman di rumah pribadi memperlihatkan bahwa Ferdy sudah tiba di sana sebelum rombongan istri dan ajudannya sampai dari Magelang. Di hari yang sama, Ferdy juga baru tiba dari perjalanan di luar Jakarta tetapi ia tak terlihat dalam momen tes usap PCR.
Baca juga: Di Balik Akhir Kisah Brigadir J, Sepuluh Tahun Merajut Impian
Rekaman CCTV kemudian memperlihatkan dirinya saat hendak meninggalkan rumah menggunakan mobil yang diiringi motor patwal. Menurut Taufan, rekaman kamera pengawas memperlihatkan Ferdy meninggalkan rumah pribadi setelah istri dan para ajudan menuju rumah dinas. Arah perjalanan Ferdy terlihat berlawanan dengan mobil Putri yang pergi sebelumnya.
Tak lama berselang, iring-iringan kendaraan Ferdy berbalik arah. Mereka menuju ke rumah dinas. “Versi penyidik yang disampaikan kepada kami, itu (kendaraan berbalik arah) karena Pak Sambo dapat telepon dari istrinya, menangis menceritakan kejadian itu,” ungkap Taufan.
Namun, apa yang dilakukan Ferdy di rumah dinas belum diketahui. Menurutnya, untuk melengkapi penggalan peristiwa yang hilang, Komnas HAM masih menunggu hasil pemeriksaan CCTV di rumah dinas Ferdy oleh tim siber Mabes Polri. Kerusakan kamera itu masih diteliti apakah terjadi secara alami atau sengaja dirusak. Tak sebatas itu, Komnas HAM berencana meminta pula CCTV tersebut untuk mengecek klaim polisi bahwa CCTV itu rusak. Selain itu, Komnas HAM juga akan menganalisis jejaring komunikasi antarpihak yang diduga ada di area peristiwa. Pemeriksaan saksi pun akan masih dilanjutkan, tidak terkecuali Ferdy dan Putri.
Rekaman harus diuji
Dihubungi terpisah, pengacara keluarga Nofriansyah, Kamaruddin Simanjuntak mempertanyakan isi rekaman kamera pengawas yang dipaparkan Komnas HAM. “CCTV itu kapan, dapat dari mana, asli atau editan. Perlu diuji oleh ahli digital forensik,” katanya saat dihubungi Sabtu (30/7).
Catatan Kompas, sehari setelah insiden penembakan, polisi menukar dekoder dari sejumlah kamera pengawas di sekitar rumah dinas dan pribadi Ferdy Sambo. Dekoder dimaksud berada di pos jaga di depan rumah dinas Ferdy. Satpam yang bertugas di sana mengatakan, dekoder rusak karena tersambar petir. Namun berselang sepekan, Polres Jaksel menginformasikan bahwa dekoder diambil untuk penyelidikan. Seminggu setelah klarifikasi Polres Jaksel, Divisi Humas Polri kembali meluruskan bahwa CCTV yang rusak adalah yang berada di dalam rumah dinas Ferdy. Adapun seluruh rekaman CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy sudah ditemukan dan tengah diperiksa di laboratorium forensik.
Baca juga: Tim Khusus Temukan Rekaman Kamera Pengawas, Dua Perwira Polisi Dinonaktikan
Terlepas dari hasil CCTV, Kamaruddin mengaku telah memiliki hasil otopsi ulang sementara atas jenazah Nofriansyah. Hasil otopsi dimaksud merupakan pencatatan ulang dari seorang dokter dan magister kesehatan dari pihak keluarga, yang ditugaskan untuk mendampingi proses otopsi ulang jenazah Nofriansyah di Jambi, Rabu (27/7). Namun, ia enggan menyebutkan hasilnya.
Kriminolog dari Universitas Indonesia Adrianus Meliala mengatakan, kepingan yang hilang dari rangkaian peristiwa penembakan Nofriansyah harus ditemukan. Hal itu bisa dilakukan dengan menyandingkan seluruh data forensik dan nonforensik, sehingga terlihat celah yang perlu dilengkapi.
Celah itu, kata Adrianus, bisa dikejar dengan menginterogasi satu orang yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka menjadi penting, karena jika penyidik menggali informasi dari seseorang dengan metode wawancara, maka ia tidak bisa menekan atau memaksa untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya. “Keterangan dari tersangka (itu) dikonfrontir dengan keterangan saksi yang berpotensi tersangka,” ujarnya.
Ia menambahkan, sebaiknya penyidik segera menetapkan tersangka dalam perkara ini. Terlebih, tiga laporan yang saling terkait dengan kejadian ini seluruhnya sudah masuk ke tahap penyidikan. Artinya, polisi sudah meyakini adanya peristiwa pidana, semestinya pihak yang menjadi pelaku pun sudah terbayang.
“Memang aneh, sejauh ini polisi belum berani menetapkan tersangka barang seorang pun,” kata Adrianus.
Selain lambatnya penetapan tersangka, persoalan transparansi atas hasil penyidikan juga menjadi sorotan banyak pihak. Alih-alih mendapatkan perkembangan situasi dari tim khusus Polri, masyarakat lebih sering mendapatkannya dari lembaga lain, termasuk Komnas HAM. Menurut Adrianus, hal itu kontradiktif dengan klaim Polri untuk mengungkap kasus ini secara transparan.
Terkait belum adanya penetapan tersangka, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, pihaknya menunggu perkembangan yang disampaikan tim khusus Polri. Begitu juga dengan transparansi yang dipertanyakan publik, itu juga bergantung pada informasi dari tim khusus. “Media sama saya sama, nunggu perkembangan dari timsus dulu,” katanya.
Kini, kerja Polri untuk melengkapi kepingan yang hilang menjelang kematian Nofrianyah itu sangat dinanti. Selain untuk memberikan keadilan pada keluarga Nofriansyah ataupun Ferdy, juga sebagai bentuk pertanggungjawaban profesionalitas kerja kepolisian kepada masyarakat.