Transparansi Polri Dinanti dalam Pengungkapan Kasus Brigadir J
Transparansi Polri dalam mengusut kematian Brigadir J masih dinanti. Polri juga dinilai belum berani menetapkan tersangka meski sudah ada tiga laporan disidik.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, DIAN DEWI PURNAMASARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Transparansi pengusutan penyebab kematian Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat kini sangat bergantung pada sikap Kepolisian Negara RI. Hingga kini, Polri belum merespons secara pastipernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD bahwa hasil otopsi ulang Nofriansyah dapat dibuka ke publik. Menurut Mahfud, hasil otopsi bukan termasuk rahasia kesehatan.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (30/7/2022), tak memberikan kepastian apakah hasil otopsi ulang Nofriansyah akan disampaikan ke publik atau tidak. ”Hasil otopsi nanti yang menyampaikan dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI). Mereka yang kompeten,” ucapnya.
Nofriansyah disebut tewas akibat saling tembak dengan Bhayangkara Dua E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan nonaktif Irjen Ferdy Sambo. Insiden saling tembak itu disebut dipicu pelecehan oleh Nofriansyah terhadap istri Ferdy, Putri Candrawathi.
Menurut Mahfud, hasil otopsi ulang tidak hanya diperlukan di pengadilan, tetapi juga dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Oleh karena itu, hasil otopsi ulang tidak dilarang dibuka ke publik. ”Tidak ada aturan yang menyebut hasil otopsi ulang tidak boleh dibuka, kecuali perintah hakim. Hasil otopsi bisa dibuka tanpa perintah hakim. Hukum apa yang melarang pembukaan barang bukti ke publik?” ujarnya.
Perlu tetapkan tersangka
Adapun hasil otopsi ulang diperkirakan akan diperoleh empat minggu lagi. Padahal, pengusutan kematian Nofriansyah sudah memakan waktu hampir sebulan.
Polri pun baru sebatas meningkatkan tiga laporan yang diperoleh dari penyelidikan menjadi penyidikan, yakni dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah. Dua lainnya adalah dugaan pelecehan seksual dan percobaan pembunuhan terhadap istri Ferdy. Namun, belum ada satu pihak pun ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Mahfud, hasil otopsi ulang tidak hanya diperlukan di pengadilan, tetapi juga dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Oleh karena itu, hasil otopsi ulang tidak dilarang dibuka ke publik.
Kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, mengatakan, untuk mengungkap kasus ini, Polri perlu segera menetapkan tersangka. Jika sudah ada tersangka, penyidik dapat memaksa mendapatkan informasi sebenarnya. ”Keterangan tersangka dikonfrontrasi ke saksi yang berpotensi tersangka,” ujarnya.
Terlebih, lanjutnya, sudah ada tiga laporan yang disidik. Artinya, polisi sudah meyakini adanya peristiwa pidana. Semestinya pihak yang menjadi pelaku sudah terbayang. ”Memang aneh, polisi belum berani menetapkan tersangka barang seorang pun,” kata Adrianus.
Adrianus juga menyoroti transparansi Polri. Alih-alih Polri yang menyampaikan perkembangan penanganan kasus ini, tetapi belakangan ini lembaga lain yang kerap menyampaikannya, salah satunya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.