Rekaman CCTV Magelang-Jakarta Memperlihatkan Brigadir J Masih Hidup
Komnas HAM mengecek kondisi Brigadir J saat perjalanan Magelang-Jakarta melalui rekaman kamera CCTV. Pihak keluarga Brigadir J sebelumnya curiga Brigadir J tewas dalam perjalanan itu, bukan di rumah dinas Ferdy Sambo.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia memastikan kondisi Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat melalui rekaman kamera pengawas (CCTV) yang diambil dari 27 lokasi.
Lokasi yang dimaksud berada di sepanjang perjalanan Magelang, Jawa Tengah, menuju Jakarta serta di perjalanan dari rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (nonaktif) Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, Jakarta Selatan, menuju Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I RS Sukanto, Jakarta Timur. Dari 20 video rekaman yang didapatkan, Brigadir J disebut masih hidup dalam perjalanan dari Magelang-Jakarta.
Rekaman kamera pengawas itu diperlihatkan oleh tim siber Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dalam pemeriksaan di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Rabu (27/7/2022).
Pemeriksaan merupakan bagian dari penyelidikan independen yang dilakukan Komnas HAM dalam mengusut insiden penembakan yang menewaskan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, menjelaskan, dari 20 video rekaman kamera pengawas yang diambil dari 27 lokasi, terlihat bahwa Nofriansyah merupakan salah ajudan yang mendampingi keluarga Ferdy dalam perjalanan dari Magelang menuju Jakarta pada Jumat (8/7/2022). Selain Nofriansyah, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, yang disebut sebagai penembak Nofriansyah, ada dalam rombongan tersebut. Begitu juga Ferdy dan istrinya, Putri Candrawathi. Dari seluruh video dipastikan semuanya tidak diedit dan sudah dikalibrasi untuk mencocokkan waktu perekaman.
Ia menambahkan, video juga memperlihatkan bahwa rombongan dari Magelang tiba di Jakarta pada Jumat sore antara pukul 16.00 dan 18.00. Tempat pertama yang mereka datangi adalah rumah Ferdy di Duren Tiga. Di rumah itu, rombongan melakukan tes usap PCR, termasuk Nofriansyah.
Berdasarkan penelusuran Kompas, rumah yang dimaksud berada di Kompleks Pertambangan, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Rumah pribadi keluarga Ferdy itu berjarak sekitar 500 meter dari rumah dinas Ferdy yang menjadi lokasi penembakan.
Namun, Choirul tidak merinci, apakah Ferdy juga ikut dites usap PCR di sana. Pertanyaan itu, kata dia, akan dikonfirmasi kepada Ferdy dalam agenda pemeriksaan yang sudah dijadwalkan berikutnya. Sementara itu, dalam kronologi peristiwa yang disampaikan kepolisian, Ferdy disebut meninggalkan rumah pribadinya untuk melakukan tes usap PCR di tempat lain.
”Dari 20 video yang diambil dari CCTV di 27 titik, kami lihat semua dalam perjalanan Magelang sampai Duren Tiga. Almarhum Yosua masih hidup,” kata Choirul.
Sebelumnya, tim kuasa hukum keluarga Nofriansyah menduga, Nofriansyah tewas bukan hanya akibat penembakan, melainkan juga penganiayaan. Dugaan itu didasarkan pada jejak luka yang ada pada jasad Nofriansyah. Mereka juga menduga, Nofriansyah tidak tewas di rumah dinas Ferdy, tetapi di perjalanan dari Magelang menuju Jakarta.
Untuk membuktikan dugaan tersebut, tim kuasa hukum mengajukan otopsi ulang. Otopsi ulang dilaksanakan di Jambi, Rabu siang.
Menurut Choirul, guna mendapatkan gambaran peristiwa secara utuh, pihaknya masih akan menganalisis rekaman kamera pengawas yang ada di rumah Ferdy. Namun, Komnas HAM belum bisa mendapatkan video rekaman dari kamera tersebut karena masih didalami oleh tim siber di laboratorium forensik. Polisi sebelumnya menyebut bahwa kamera pengawas yang dimaksud rusak sebelum insiden penembakan. ”Minggu depan akan dibicarakan, apakah CCTV itu benar rusak atau tidak, bisa merekam atau tidak,” katanya.
Analisis terhadap jejak digital dan komunikasi seluruh pihak yang ada di area penembakan juga akan dilakukan. Untuk itu, proses digital forensik saat ini dilakukan terhadap dua ponsel. Namun, ia tidak menjelaskan kepemilikan ponsel yang dimaksud.
Selain itu, Komnas HAM juga akan menganalisis hasil penelusuran komunikasi yang dilakukan kepolisian menggunakan metode cell dump. Cara tersebut digunakan untuk memetakan komunikasi antar-ponsel yang terjadi di sebuah area. Dengan cara itu, dapat diketahui siapa saja yang ada di area peristiwa penembakan lewat jejak komunikasi ponselnya.
Praktisi forensik digital Ruby Alamsyah mengatakan, data aktivitas komunikasi dari ponsel orang-orang yang berada di lokasi kejadian akan menjadi bukti pendukung selain keberadaan kamera pengawas. Sebab, data itu terekam di menara base transceiver station (BTS) dan dapat diakses dari perusahaan operator telekomunikasi.
Adapun data telekomunikasi itu menyimpan riwayat perkiraan keberadaan lokasi pengguna ponsel. Hal tersebut bisa jadi petunjuk untuk mengungkap kronologi kejadian sedetail mungkin melalui data digital. ”Pengumpulan barang bukti jenis apa pun dan di mana pun akan menjadi petunjuk. Tujuannya sama, yakni pengungkapan kasus agar menjadi terang benderang,” kata Ruby.
Secara terpisah, Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo meminta semua pihak untuk ikut mengawasi penanganan kasus kematian Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Pihaknya berharap hasil penelusuran oleh tim khusus, Komisi Kepolisian Nasional, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia bisa memenuhi rasa keadilan yang ditunggu publik.
”Hasil yang kita harapkan yang kita pertanggungjawabkan ke publik betul-betul bisa berjalan dengan lancar, dengan baik, dan memenuhi rasa keadilan yang tentunya ditunggu publik,” kata Listyo.
Ia juga berjanji bahwa hasil kerja dari tim khusus akan disampaikan kepada publik pada saatnya nanti.
Sementara itu, pakar komunikasi politik Benny Susetyo berpandangan, peristiwa kematian Nofriansyah yang diikuti dengan berbagai spekulasi dan opini yang menyudutkan pihak tertentu merupakan wujud dari permasalahan hukum di Indonesia. Selama ini, banyak masyarakat yang menganggap bahwa hukum di Indonesia tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas.
Dalam konteks itu, Benny mengingatkan adanya asas legalitas dalam hukum. Berdasarkan asas legalitas, seseorang dihukum karena kesalahannya.
Terkait dengan kasus kematian Nofriansyah yang disebut tewas dalam baku tembak, Benny menilai, kehadiran tim khusus yang dibentuk Polri dengan melibatkan Kompolnas ataupun penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM memang dibutuhkan. Sebab, mereka berisi orang-orang yang ahli di bidangnya. Sementara itu, lembaga eksternal yang dilibatkan tersebut adalah lembaga independen.
Oleh karena itu, Benny berharap agar masyarakat memercayakan perkara itu ke tim khusus yang telah dibentuk tersebut. Sebab, langkah itu menunjukkan bahwa Kapolri serius mengungkap kasus yang menyangkut citra institusi kepolisian. ”Kita yakin komitmen Kapolri untuk menegakkan kembali martabat Polri sebagai pelindung masyarakat dengan menegakkan roh keadilan,” ujar Benny.