Harian "Kompas" mendapat foto-foto eksklusif kondisi rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri nonaktif Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Terlihat bekas tembakan dan kerusakan di sana.
JAKARTA, KOMPAS - Dugaan saling tembak antara dua anak buah Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, yaitu Brigadir J dengan Bharada E, di rumah dinas Ferdy di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022), masih menyisakan banyak pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan itu muncul saat tim investigasi Kompas menelusuri kasus itu sepekan terakhir.
Dari sumber resmi yang dekat dengan kepolisian, Kompas mendapatkan foto-foto kondisi di dalam rumah dinas Ferdy seusai dilakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).
Bekas tembakan terlihat di dinding yang menuju lantai dua dan tepian langit-langit di ruang tengah. Di dua anak tangga pertama terlihat kertas bertuliskan ”SPB 9”, ”SERPIHAN 4”, dan ”APB 1”. Masing-masing kertas disambungkan dengan benang.
Pada foto lain tampak manekin berwarna putih yang diletakkan di depan kamar istri Ferdy, Putri Candrawathi, yang ada di lantai bawah rumah.
Pada bagian tangan kanan manekin tampak direkatkan sebuah pistol. Dari ujung pistol ditautkan seutas benang. Sementara pada bagian dada dan tangan kiri manekin juga ditautkan dua utas benang. Pada manekin tampak ada lubang di bagian dada, pundak, leher, dan kepala. Di depan manekin tampak sebuah tripod yang ditautkan beberapa utas benang. Tidak terlihat bekas bercak darah di dekat manekin tersebut.
Kompas juga sempat menelusuri CCTV atau kamera pemantau di sepanjang Jalan Duren Tiga Raya. Sejak Senin (18/7), Kompas mendatangi 13 tempat yang dipasangi kamera pemantau di Jalan Duren Tiga Raya. Mayoritas narasumber di tempat-tempat itu mengaku telah didatangi polisi, termasuk dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Sejumlah data rekaman kamera pemantau berhasil didapatkan polisi. Namun, beberapa data lain tidak sempat diminta karena perangkatnya mati ataupun terhapus secara otomatis.
Pada bagian tangan kanan manekin tampak direkatkan sebuah pistol. Dari ujung pistol ditautkan seutas benang. Sementara pada bagian dada dan tangan kiri manekin juga ditautkan dua utas benang. Pada manekin tampak ada lubang di bagian dada, pundak, leher, dan kepala
Hanya saja, pemilik CCTV yang didatangi polisi sebagian besar yang lokasinya berada ke arah timur Jalan Duren Tiga Raya, jika kita datang dari kompleks Polri Duren Tiga. Sementara yang ke arah barat, rekaman kamera pemantau tak dijamah polisi.
Dari ke-13 tempat dengan kamera pemantau itu, dua di antaranya berada di seberang pintu masuk kompleks Polri Duren Tiga. Sementara tujuh lokasi lainnya berada di sebelah timur pintu masuk dan empat sisanya berada di sebelah barat pintu masuk.
Senyap
Dari penelusuran perjalanan jenazah Brigadir J sampai ke Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto, diduga pelaksanaan visum et repertum terhadap jenazah Brigadir J dilakukan secara senyap. Pihak kepolisian tak merinci informasi terkait visum itu sejak 8 Juli.
Melalui dokumen yang didapat, Kompas memastikan tindakan visum dilakukan di instalasi kedokteran forensik RS Sukanto. Sejumlah tindakan, antara lain pengawetan jenazah serta pemeriksaan usap antigen, tertulis dilakukan di tempat itu pada 8 Juli. Dalam keterangan itu pula dokter pelaksana adalah Kepala Instalasi Forensik Arif Wahyono, lengkap dengan tanda tangan.
Sejumlah tindakan, antara lain pengawetan jenazah serta pemeriksaan usap antigen, tertulis dilakukan di tempat itu pada 8 Juli. Dalam keterangan itu pula dokter yang melaksanakan adalah Kepala Instalasi Forensik Arif Wahyono, lengkap dengan tanda tangan
Arif yang ditemui pada Rabu (20/7) mengaku menandatangani surat-surat itu. Namun, dia menyebut tidak turut serta menangani jenazah. ”Ya, memang (jenazah) sampai sini. Saya cuma periksa dokumen pengawetan jenazah. Saya kurang tahu kondisinya,” ungkap Arif.
Seperti Arif, sejumlah pegawai di Instalasi Kedokteran Forensik RS Sukanto bungkam saat ditanyai informasi terkait kedatangan ambulans jenazah Brigadir J. Dari pegawai ruang forensik hingga pegawai kebersihan, mereka semua bungkam dan kerap berdalih telah lepas tugas saat tibanya jenazah Brigadir J di RS Sukanto.
Kompas juga menelusuri stasiun pemancar telekomunikasi atau base transceiver station (BTS) di sekitar kompleks Polri Duren Tiga, Sabtu (23/7). Data dari BTS bisa digunakan untuk mengetahui siapa saja pemilik nomor telepon genggam dan international mobile equipment identity (IMEI), nomor khusus yang digunakan untuk mengidentifikasi sebuah telepon genggam di sekitar lokasi menara BTS. Setiap BTS dapat menyimpan data nomor IMEI dan nomor telepon genggam seseorang yang berada di jangkauan BTS tersebut.
Dari penelusuran diketahui, terdapat empat lokasi menara BTS operator telepon, dengan total lima BTS. Di salah satu tempat terdapat dua BTS milik dua operator berbeda. Salah satu menara BTS berlokasi di RT 008 RW 001 Kelurahan Duren Tiga, Kecamatan Pancoran. Menara itu berjarak sekitar 250 meter ke arah timur laut dari rumah dinas Ferdy.
Pakar keamanan siber Vaksincom, Alfons Tanujaya, menjelaskan, pelacakan lokasi perangkat telepon seluler secara umum bisa membantu beragam kebutuhan penegakan hukum, misalnya untuk mencari individu tertentu. ”Saya lagi telepon sama kamu, operator tahu di mana, berdasarkan lihat saya pakai BTS yang mana,” ujar Alfons.
Prarekonstruksi
Kepolisian Daerah Metro Jaya menggelar prarekonstruksi di rumah Ferdy, Sabtu (23/7). Penyidik melibatkan tim dari Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis), tim laboratorium forensik (labfor), dan kedokteran Polri (dokpol) dalam prarekonstruksi ini.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, proses prarekonstruksi di rumah Ferdy merupakan kelanjutan dari prarekonstruksi yang digelar di Polda Metro Jaya pada Jumat (22/7) malam. Saat itu prarekonstruksi digelar di lantai dasar dan lantai 1 Balai Pertemuan Polda Metro Jaya. Dalam kegiatan itu dilakukan reka ulang adegan saling tembak antara Brigadir J dan Bharada E.
”Kalau detail karena itu materi penyidikan, mungkin penyidik belum bisa menginfokan. Mereka laksanakan ini untuk meyakinkan proses pembuktian secara ilmiah untuk ungkap case tersebut,” ujar Dedi.
Ancaman
Kuasa hukum keluarga Nofriansyah Yosua atau Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, mengatakan, Brigadir J dua kali diancam akan dibunuh. Ancaman itu sempat ia adukan kepada salah satu orang terdekatnya di Jambi pada hari-hari menjelang insiden. Menurut Kamaruddin, pesan elektronik berisi ancaman akan dibunuh itu diterima Nofriansyah pertama kali pada akhir Juni.
Pesan kedua dengan isi serupa diterimanya lagi pada 7 Juli, satu hari sebelum insiden yang berujung tewasnya Brigadir J. ”Isinya (pesan) bahwa dia (Brigadir J) akan segera dibunuh atau dihabisi jika berani naik ke atas,” ujarnya.
Di Jambi, dua lokasi tengah dipersiapkan untuk mengotopsi ulang jenazah Brigadir J. Dua lokasi itu tak lain Tempat Pemakaman Umum Suka Makmur dan kamar jenazah Rumah Sakit Umum Daerah Sungai Bahar.