LPSK: Bharada E dan Putri Sambo Belum Ungkap Alasan Minta Perlindungan
Meski sudah ditemui oleh tim LPSK, baik Bharada E maupun Putri Ferdy Sambo belum mengungkap alasan mereka meminta perlindungan ke LPSK.
Oleh
MADINA NUSRAT
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga saat ini Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban belum membuat keputusan untuk menanggapi permohonan perlindungan saksi yang diajukan oleh Bhayangkara Dua E dan Putri Ferdy Sambo yang merupakan ajudan dan istri Kepala Divisi Propam Polri nonaktif Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Sebagai pihak yang terlibat dalam insiden saling tembak dengan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, LPSK menyebut Bharada E belum mengungkap secara spesifik alasannya meminta perlindungan.
Demikian halnya Putri Ferdy Sambo juga belum mengungkap secara spesifik alasannya meminta perlindungan. Sampai saat ini, Putri Ferdy Sambo masih belum dapat diwawancarai meski telah dapat ditemui LPSK di rumah pribadi Ferdy di Jakarta Selatan.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (21/7/2022), menyampaikan, sejauh ini LPSK telah menemui Bharada E dua kali, yakni di kantor Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri dan rumah pribadi Ferdy Sambo di Jaksel. Dari dua kali pertemuan itu, lanjutnya, belum terungkap alasan Bharada E mengajukan perlindungan ke LPSK, termasuk kemungkinan ada pihak yang menekan atau mengintimidasi maupun pihak yang ia takuti atau mengancamnya.
”Kami, kan, ada keterbatasan waktu ketika wawancara kemarin. Jadi, kami masih membutuhkan keterangan tambahan untuk mendalami alasan dia mengajukan perlindungan ini,” ujarnya.
Nofriansyah dan Bharada E disebut terlibat saling tembak di rumah dinas Ferdy sebagai Kepala Divisi Propam Polri di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, awal Juli lalu. Saat penyelidikan kasus ini masih berlangsung di Polres Jakarta Selatan, kepolisian menyebut bahwa saling tembak itu dipicu oleh tindakan Nofriansyah yang diduga melakukan pelecehan terhadap Putri Ferdy Sambo. Akibat insiden itu, Nofriansyah terkena tembakan lima kali hingga tewas. Sementara Bharada E selamat dan luput dari tujuh tembakan yang dilepaskan Nofriansyah.
Lebih lanjut disampaikan Edwin kepada LPSK, Bharada E mengajukan permohonan perlindungan untuk pemenuhan hak prosedural atau pendampingan dalam proses hukum, perlindungan hukum, dan permintaan rehabilitasi psikologis.
Adapun Putri Ferdy Sambo, kata Edwin, mengajukan permohonan perlindungan yang lebih lengkap lagi, yakni perlindungan fisik, perlindungan hak prosedural, perlindungan hukum, rehabilitasi medis dan psikologis. ”Permintaan (perlindungan) lumayan paket lengkap. Tapi, kami belum dapat apa pun karena masih belum bisa diwawancara. Kami juga belum mengetahui kondisi psikisnya karena itu membutuhkan assessment psikologi,” katanya.
Edwin mengungkapkan, saat ditemui di rumah pribadi Ferdy di Jaksel, Putri Ferdy Sambo masih tampak shock sehingga belum bisa diwawancara. ”Sejauh yang tampak tidak ada luka-luka (pada Putri Ferdy Sambo),” ucapnya.
Untuk menindaklanjuti permohonan perlindungan oleh Bharada E maupun Putri Sambo, LPSK masih akan melakukan penelaahan dan investigasi.
Penelaahan dan investigasi
Untuk menindaklanjuti permohonan perlindungan oleh Bharada E dan Putri Sambo, LPSK masih akan melakukan penelaahan dan investigasi. Hal itu meliputi assessment psikologi terhadap keduanya, ataupun proses penyidikan insiden saling tembak antara Nofriansyah dan Bharada E di kepolisian.
Belum lama ini, Edwin mengaku baru menemui penyidik di Polda Metro Jaya untuk memperoleh sejumlah informasi terkait dengan penyidikan kasusnya. Untuk memenuhi permohonan perlindungan sebagai saksi, LPSK tetap harus melakukan kroscek terhadap pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang menangani perkara. Oleh karena itu, dalam waktu dekat LPSK juga akan berkoordinasi dengan tim khusus Polri yang dibentuk Kepala Polri untuk menangani secara khusus insiden ini. Tujuannya adalah untuk mendalami informasi yang telah diperoleh dari pihak pemohon.
Secara teknis, menurut Edwin, LPSK diberikan waktu 30 hari untuk melakukan penelaahan dan investigasi terhadap permohonan yang diajukan hingga akhirnya memutuskan akan memberikan perlindungan atau tidak. Jika hingga batas waktu yang ditetapkan data yang diperoleh tak memadai, LPSK tetap akan membuat keputusan berdasarkan data yang diperoleh. ”Sebab, ini (proses penelaahan dan investigasi), kan, tergantung juga pada kerja sama pemohon,” ucapnya.
Edwin juga mengungkapkan, jika nantinya Bharada E ditetapkan sebagai tersangka karena ia merupakan salah satu pihak yang terlibat dalam insiden tembak, masih ada kemungkinan dia mendapatkan perlindungan selama ia menjadi saksi pelaku yang bekerja sasma atau justice collaborator. Itu pun dengan catatan ia bukan sebagai pelaku utama.
”Pelaku yang menjadi JC (justice collaborator) itu nanti, LPSK yang akan merekomendasikan ke majelis hakim untuk diperingan hukumannya, termasuk pemenuhan hak narapidananya. LPSK yang menetapkan JC itu,” ucapnya.
Terkait dengan keluarga Nofriansyah, LPSK menyebutkan, sejauh ini belum ada permohonan perlindungan sebagai saksi yang diajukan oleh pihak keluarga. Walaupun pihak keluarga kepada media telah mengungkap bahwa sejak insiden terjadi, mereka didatangi sejumlah anggota polisi yang menyebabkan mereka merasa terancam, termasuk akun percakapan di ponsel milik orangtua dan saudara Nofriansyah yang diduga diretas. Menurut pihak LPSK, dalam memberikan perlindungan, LPSK harus memperoleh persetujuan langsung dari orang terkait karena permohonan perlindungan itu sifatnya sukarela.
Adapun hingga saat ini pengusutan insiden saling tembak yang melibatkan antar-anggota Polri ini telah dilimpahkan penyidikannya dari Polda Metro Jaya kepada Badan Reserse dan Kriminal Polri sejak Rabu (20/7). Meskipun pada Selasa, sehari sebelumnya, Polri menyatakan bahwa penyelidikan insiden ini dilimpahkan dari Polres Jaksel ke Polda Metro Jaya untuk disidik.
Pelimpahan penyidikan ke Bareskrim ini, menurut Komisi Kepolisian Nasional yang turut mengawasi jalannya pengusutan perkara ini, adalah untuk memudahkan penyidikan. Ketua Harian Kompolnas Inspektur Jenderal (Purn) Benny J Mamoto, Rabu, mengatakan, pertimbangan kasus itu dilimpahkan ke Bareskrim karena banyaknya pihak yang terkait dalam kasus tersebut. Selain itu, Bareskrim memiliki sumber daya dan fasilitas untuk mendukung penyidikan berbasis ilmiah.