Sipol akan digunakan sebagai basis verifikasi administrasi dan verifikasi faktual terhadap partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Oleh
IQBAL BASYARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum mengklaim Sistem Informasi Partai Politik atau Sipol yang digunakan untuk memudahkan proses pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2024 lebih siap dibandingkan saat Pemilu 2019. Sebab, KPU telah meningkatkan kemampuan server Sipol dan memperpanjang waktu pengunggahan data. Selain itu, berbagai putusan Badan Pengawas Pemilu dan Pengadilan Tata Usaha Negara terkait Sipol juga sudah diakomodasi.
Anggota KPU, Idham Holik, mengatakan, KPU telah mempersiapkan Sipol dari segi teknis ataupun peraturan agar lebih siap digunakan dibandingkan saat Pemilu 2019. Dari segi teknis, kemampuan server diubah dari server fisik menjadi cloud atau komputasi awan. Penggunaan teknologi baru ini diperlukan agar pengunggahan data dan dokumen bisa lebih cepat.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Dari segi waktu, Sipol telah dibuka sejak 24 Juni atau lebih dari lima pekan sebelum masa pendaftaran partai politik yang baru dilaksanakan pada 1-14 Agustus. Rentang waktu ini lebih panjang dibandingkan waktu yang diberikan saat Pemilu 2019, yakni dua pekan sebelum masa pendaftaran. Sosialisasi pun dilakukan beberapa pekan sebelum akses Sipol dibuka untuk parpol.
Adapun dari segi regulasi, Sipol yang diatur dalam rancangan PKPU tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Parpol Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD telah mengakomodasi berbagai putusan yang berkaitan dengan Sipol. Ada delapan putusan Bawaslu terkait Sipol dan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang diakomodasi sehingga kini tidak ada kata ”wajib” untuk menggunakan sistem tersebut dalam PKPU yang segera diundangkan.
”Bawaslu menyampaikan tidak ada masalah ketika KPU menggunakan Sipol dan kami juga sangat menghormati materi putusan-putusan Bawaslu, saat putusan pelanggaran administrasi ataupun sengketa proses ketika tahap pendaftaran. Itu sudah diakomodasi dalam PKPU,” ujar Idham saat diskusi publik bertajuk ”Membaca Potensi Kerawanan Tahapan Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu” yang diselenggarakan Bawaslu di Jakarta, Selasa (19/7/2022).
Turut menjadi pembicara, anggota Bawaslu Lolly Suhenty, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Fadli Ramadhanil, serta mantan Ketua Bawaslu Abhan.
Bawaslu menyatakan tidak ada masalah ketika KPU menggunakan Sipol dan kami juga sangat menghormati materi putusan-putusan Bawaslu, saat putusan pelanggaran administrasi ataupun sengketa proses ketika tahap pendaftaran. Itu sudah diakomodasi dalam PKPU.
Idham menuturkan, KPU diberikan kewenangan untuk mengatur Sipol sebagai tata cara pendaftaran parpol peserta pemilu. Sipol tersebut nantinya digunakan sebagai basis verifikasi administrasi dan verifikasi faktual terhadap parpol calon peserta pemilu. Oleh sebab itu, seluruh data dan dokumen pendaftaran parpol untuk menjadi peserta pemilu diunggah ke Sipol.
Menurut dia, Sipol merupakan sebuah kebutuhan, bahkan menjadi program strategis nasional dalam penyelenggaraan pemilu. Sebab, digitalisasi tidak bisa terhindarkan untuk membuat proses pendaftaran peserta pemilu menjadi lebih efisien. Parpol pun dinilai sangat antusias menggunakan sistem tersebut. ”Kami akan menerima pendaftaran jika dokumennya lengkap,” kata Idham.
Lolly menuturkan, hingga saat ini Bawaslu belum menerima akses Sipol. Namun, komunikasi dengan KPU telah berjalan untuk segera mendapatkan akun resmi yang digunakan Bawaslu untuk mengawasi Sipol. Sebab, data Sipol diperlukan untuk mendeteksi dan mengantisipasi masalah ketika ada sengketa proses yang diajukan parpol ke Bawaslu. ”Bawaslu dalam memutuskan sengketa harus memperhatikan banyak hal, sementara waktu penyelesaian sengketa relatif pendek,” ucapnya.
Saan mengatakan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memerintahkan KPU melakukan verifikasi melalui berbagai metode. DPR pun sepakat menjadikan Sipol sebagai alat bantu dalam proses pendaftaran hingga verifikasi parpol peserta pemilu. Namun, perlu penguatan legitimasi agar semua parpol bisa menerima penggunaan sistem tersebut.
Ia mengingatkan, verifikasi parpol merupakan tahap yang krusial sehingga Bawaslu harus ikut mengawasi. Hal itu agar tidak ada masalah ketika penetapan parpol peserta pemilu dan seminimal mungkin ada parpol yang mengajukan sengketa proses ke Bawaslu. Oleh sebab itu, integritas, kemandirian, transparansi, dan akuntabilitas KPU di pusat dan daerah harus diutamakan dalam melaksanakan tahapan ini.
Abhan mengingatkan, dari 27 parpol yang mendaftar sebagai peserta pemilu, sebanyak 13 partai dinyatakan dokumen pendaftarannya tidak lengkap sehingga berlanjut ke sengketa proses dan administrasi di Bawaslu. Argumentasi mereka berkisar pada penggunaan Sipol, seperti waktu untuk mengunggah data tidak cukup dan server yang bermasalah. Mereka pun berharap bisa mendaftar secara manual tanpa menggunakan Sipol.
Ada sembilan perkara yang dikabulkan Bawaslu. KPU pun diperintahkan memperbaiki tata cara serta prosedur pendaftaran parpol dan membuka pendaftaran secara fisik. Namun, perpanjangan waktu pendaftaran yang diberikan KPU tetap harus melengkapi data dan dokumen melalui Sipol. ”Melihat kasus di Pemilu 2019, potensi kerawanan terkait legalitas Sipol dan kesiapan teknis,” katanya.
Fadli menilai, KPU mendapatkan delegasi dalam menentukan tata cara pendaftaran parpol sehingga perdebatannya bukan wajib atau tidak wajib menggunakan Sipol. Sebab, jika KPU sudah menetapkan Sipol sebagai tata cara, artinya tetap wajib. Maka, jika ada parpol yang tidak tuntas mengunggah data dan dokumen perlengkapan pendaftaran, parpol tidak memenuhi syarat sebagai peserta pemilu.
Dalam pengalaman di Pemilu 2019, ada parpol yang selesai mengunggah data di Sipol, tetapi ada yang tidak selesai. Ini menunjukkan masalah ada di kesiapan parpol karena sebagian ada yang tuntas menyelesaikan pendaftaran. Kondisi tersebut dinilai tidak bisa diadukan sebagai pelanggaran dan disengketakan di Bawaslu.
”Bawaslu harus memahami bahwa yang dinilai dalam sengketa proses pemilu dan pelanggaran administrasi pemilu adalah apakah peristiwa itu sudah sesuai dengan ketentuan administrasi pemilu atau belum. Padahal, Sipol ada di PKPU tentang pendaftaran, sementara PKPU pendaftaran adalah ketentuan administrasi pemilu yang Bawaslu wajib mematuhinya. Jadi, tidak ada pelanggaran administrasi jika itu dipersoalkan," ucap Fadli.