KPU menyediakan ruang bagi partai politik peserta pemilu untuk melakukan pemutakhiran data, baik kepengurusan maupun keanggotaan.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mengantisipasi perubahan kepengurusan dan keanggotaan partai politik seusai penetapan parpol peserta pemilu, Komisi Pemilihan Umum membuat Sistem Informasi Partai Politik berkelanjutan. Parpol mesti melakukan pemutakhiran data secara rutin setiap enam bulan sekali sepanjang tahun 2023.
Pemutakhiran data partai politik berkelanjutan diusulkan diatur dalam Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Pembaharuan data juga dilakukan untuk data pemilih setiap enam bulan sekali.
Dalam Pasal 145 Ayat (1) Rancangan PKPU tersebut disebutkan, parpol peserta pemilu pada pemilu terakhir dapat melakukan pemutakhiran data parpol berkelanjutan melalui Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Data parpol yang dimutakhirkan secara berkelanjutan meliputi kepengurusan parpol pada tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan. Data lainnya adalah keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota; serta data domisili kantor tetap kepengurusan parpol pada tingkat pusat hingga kabupaten/kota.
Pemutakhiran data keanggotaan parpol peserta pemilu secara berkelanjutan dimulai setelah tahapan penetapan parpol calon peserta pemilu, 14 Desember 2022. Kegiatan pemutakhiran dan sinkronisasi semester I dilakukan pada Januari hingga Juni dan disampaikan kepada KPU tiga hari kerja sebelum akhir Juni. Pemutakhiran dan sinkronisasi semester II dilakukan pada Juli hingga Desember dan disampaikan ke KPU tiga hari kerja sebelum akhir Desember.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari di Jakarta, Selasa (12/7/2022) mengatakan, Sipol berkelanjutan merupakan pembaharuan data parpol setelah parpol ditetapkan sebagai peserta pemilu. Ini karena setelah pengunggahan Sipol dan ditetapkan sebagai peserta pemilu, ada kemungkinan pembaruan kepengurusan dan perubahan keanggotaan parpol yang disebabkan ada yang mengundurkan diri maupun meninggal. Begitu pula kemungkinan perpindahan kepengurusan dan keanggotaan parpol sehingga data parpol harus yang terkini.
Ada dua metode Sipol berkelanjutan yang disiapkan, yakni pembaruan secara reguler sebanyak dua kali dalam setahun dan atas permintaan parpol. Metode kedua ini disiapkan untuk mengantisipasi adanya perubahan kepengurusan yang terjadi di luar jadwal pembaruan reguler dan harus segera diubah terutama ketika tahapan pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang dimulai 6 Desember 2022 hingga 25 November 2023.
Sipol berkelanjutan merupakan pembaharuan data parpol setelah parpol ditetapkan sebagai peserta pemilu.
Menurut Hasyim, setiap parpol punya dinamika sendiri dalam mengusulkan caleg dan calon kepala daerah. Ia mencontohkan, ada parpol yang memberikan rekomendasi calon kepala daerah sesuai dengan tingkat kepengurusan yakni di provinsi atau di kabupaten/kota. Namun, ada juga parpol yang rekomendasi calon kepala daerah berasal dari dewan pimpinan pusat parpol. Seandainya ada pengurus daerah yang mengusulkan calon yang berbeda dengan DPP, sementara aturan di UU Pilkada kondisi ini bisa diambil alih DPP, maka melalui Sipol berkelanjutan bisa diketahui pengurus mana yang sah untuk mencalonkan.
”Kalau, misalnya, pengurus daerah mendaftarkan orang yang berbeda (dengan DPP), maka dalam situasi itu harus ada perubahan SK yang diunggah di Sipol agar publik tahu sebetulnya siapa yang berhak mencalonkan, rujukan pengurusnya ada di Sipol,” katanya.
Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Andi Nurpati menilai, langkah KPU membuat Sipol berkelanjutan adalah kebijakan yang baik. Namun, ia mengingatkan bahwa tidak ada dasar hukum yang mewajibkan pendaftaran peserta pemilu menggunakan teknologi informasi sehingga sifatnya tidak wajib.
Di sisi lain, masalah teknis yang mengakibatkan sulitnya menginput data Sipol harus bisa diatasi. Sebab, permasalahan ini dikhawatirkan membuat proses input data tidak berjalan tepat waktu sesuai target. ”Pertanyaannya kalau waktu habis dan data belum semuanya bisa diinput karena faktor itu, bukan kesalahan parpol, melainkan di sistemnya,” katanya.
Andi mengatakan, KPU mesti memperhatikan jaminan keamanan dari peretas dan memiliki cadangan jika data hilang di tengah proses masih berjalan. Kemudian KPU juga harus bisa memberikan jaminan data pribadi yang diinput ke Sipol tidak bocor. ”KPU harus bisa menjamin kerahasiaan data pribadi, jangan sampai melanggar hak asasi manusia,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity Hadar Nafis Gumay berpandangan, Sipol berkelanjutan adalah ide yang baik. Sebab, Sipol tidak hanya digunakan untuk satu tahapan pendaftaran parpol, tetapi juga bisa menjadi sarana untuk menata data kepengurusan dan keanggotaan parpol secara berkelanjutan. ”Sipol berkelanjutan bisa menjadi data pembanding jika suatu saat ada masalah di parpol, seperti kepengurusan ganda,” katanya.
Data pemilih berkelanjutan
Sementara itu, hasil pemutakhiran data pemilih berkelanjutan (PDPB) semester I tahun 2022 menunjukkan ada 190.022.169 pemilih atau menurun sebanyak 637.179 pemilih dibanding periode semester II tahun 2021. Namun, justru ada peningkatan jumlah tempat pemungutan suara sebanyak 26.590 TPS dibanding periode yang sama sehingga jumlah TPS sebanyak 700.011 TPS. Peningkatan jumlah TPS ini disebabkan KPU mendekatkan TPS dengan domisili para pemilih.
Anggota KPU, Betty Epsilon Idroos, mengatakan, pemutakhiran data pemilih dilakukan setiap enam bulan yang dikonsolidasikan dengan data Kementerian Dalam Negeri. ”Data pemilih adalah data yang dinamis, tidak statis. Oleh karena itu, kami terus berupaya untuk memperbarui dan mengevaluasi DPT yang sudah ditetapkan sebelumnya,” ucapnya.