Sipol Bakal Dibuka Lebih Awal, Parpol Diharap Lebih Leluasa
KPU akan kembali mewajibkan parpol calon peserta pemilu untuk menginput dokumen administrasi pendaftaran di Sipol. Namun, legalitas Sipol masih dipertanyakan.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
– –
JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemilihan Umum merancang untuk membuka sistem informasi partai politik atau Sipol lebih awal, yakni 120 hari sebelum masa pendaftaran peserta Pemilu 2024. Dengan begitu, partai politik diharapkan lebih siap dan leluasa memasukkan dokumen administrasi pendaftaran pemilu di Sipol. Namun, sebelumnya KPU mesti memastikan legalitas Sipol karena tidak sejalan dengan Undang-Undang Pemilu.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Kami merancang Sipol dibuka jauh sebelum masa pendaftaran. Kalau di rancangan awal, Sipol dibuka 120 hari sebelum pendaftaran sehingga parpol mau yang lama atau baru, yang parlemen atau nonparlemen, punya waktu yang cukup untuk meng-input data melalui Sipol,” kata anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono Ubaid Tanthowi, saat uji publik rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu, Senin (21/3/2022).
Pengalaman saat pendaftaran dan verifikasi parpol calon peserta Pemilu 2019 menjadi pertimbangan KPU mengusulkan Sipol dibuka lebih awal. Pada 2017, parpol hanya diberi waktu dua-tiga pekan untuk memasukkan data ke Sipol. Akibatnya, banyak parpol yang tidak sanggup memenuhi prosedur tersebut.
KPU mengakui saat itu waktu yang diberikan kepada partai politik (parpol) untuk memasukkan data memang terlalu pendek. Untuk menghindari persoalan kembali berulang, KPU merancang untuk membuka Sipol 120 hari sebelum pendaftaran. Keleluasaan waktu itu diberikan KPU agar parpol bisa lebih menyiapkan diri.
”Kalau PKPU bisa disahkan segera, targetnya bulan April ini Sipol sudah akan dibuka. Baik parpol lama maupun parpol baru punya waktu yang cukup untuk memasukkan data melalui Sipol. Tapi, itu sangat bergantung pada proses pengesahan PKPU,” kata Pramono.
Dijelaskan, Sipol bukanlah prosedur baru yang harus dipenuhi calon peserta pemilu. Sipol hanya tata cara pendaftaran dan verifikasi parpol yang kewenangan teknisnya diserahkan kepada KPU. Hal serupa terjadi pada pengelolaan data pemilih melalui sistem data pemilih (Sidalih) dan sistem informasi pencalonan pemilu (Silon).
Kalau PKPU bisa disahkan segera, targetnya bulan April ini Sipol sudah akan dibuka. Baik parpol lama maupun parpol baru punya waktu yang cukup untuk memasukkan data melalui Sipol.
”Itu sama persis dengan KPU punya sistem informasi pencalonan pemilu (Silon) untuk pendaftaran calon (anggota) legislatif, calon kepala daerah untuk tata cara pencalonan. Kita terapkan hal yang sama untuk parpol. Ketika akan ajukan calon, mereka harus meng-input data dulu ke Silon, tidak bisa langsung datang ke KPU. Itu tata cara teknis yang diberikan ke KPU,” kata Pramono.
Alasan KPU memilih pendekatan digital dengan Sipol karena semangat modernisasi parpol. Parpol didorong untuk menyimpan data secara berkelanjutan. Mereka tidak perlu lagi menyimpan dokumen administrasi surat-menyurat di berkas-berkas kabinet. Dokumen cukup disimpan dalam Sipol yang sifatnya berkelanjutan.
”Data yang tahun 2017 dulu sampai 2018 itu sampai sekarang masih ada, tinggal di-update dan itu penting bagi parpol untuk punya data. Tidak seperti zaman dahulu saat mau pemilu baru siap-siap lagi datanya dari nol,” ujar Pramono.
Legalitas
Sementara itu, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, masih mempertanyakan masalah legalitas penggunaan Sipol. Dalam draf PKPU ini, KPU seolah mewajibkan Sipol sebagai syarat pendaftaran parpol peserta pemilu. Padahal, legalitas penggunaan Sipol dalam PKPU belum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menurut Bawaslu, penggunaan Sipol bisa membatasi atau meniadakan hak politik parpol calon peserta pemilu. Parpol calon peserta pemilu bisa tidak lolos karena persoalan Sipol ini.
”Ekses dari Sipol bisa membuat calon peserta pemilu tidak lolos. Mau tidak mau, ini adalah peniadaan hak politik. Itu diatur di Pasal 28 E UUD 1945. Peniadaan hak politik harus diatur melalui UU atau putusan pengadilan,” kata Bagja.
Bagja menilai substansi dari PKPU sudah sangat baik. Namun, dasar dan legalitasnya masih menjadi masalah. Oleh karena itu, jika Sipol tetap digunakan sebagai syarat pendaftaran parpol, Bawaslu akan mengajukan uji materi peraturan tersebut ke Mahkamah Agung (MA).
Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay, berpandangan, Sipol menjadi alat yang utama dalam proses verifikasi pendaftaran parpol calon peserta pemilu. Sebab, Sipol dinilai dapat membantu memudahkan para penyelenggara pemilu. Meski begitu, KPU harus pula mempertimbangkan legalitas Sipol.
”Proses persiapan pemilu akan dimulai sebentar lagi. Persoalan legalitas ini harus dikomunikasikan dengan baik antara KPU dan Bawaslu,” kata Hadar.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Badaruddin Andi Picunang mengatakan, partai nonparlemen sudah siap memasukkan data ke Sipol. Di tahun 2017, Partai Berkarya sudah mampu mengikuti persyaratan tersebut. Dengan demikian, pada 2022 ini mereka tinggal menyesuaikan diri.