KPK Terima Rp 86 Miliar dari Perampasan Aset Perkara KTP Elektronik
Duta Besar AS untuk Indonesia HE Sung Y Kim menyerahkan dana hasil rampasan aset korupsi KTP-el di AS sebesar Rp 86,6 miliar atau 5,95 juta dollar AS kepada Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Senin.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menerima dana sebesar 5.956.356,78 dollar Amerika Serikat atau setara dengan Rp 86.664.991.149 dari Dinas Marshal Amerika Serikat. Dana tersebut berasal dari perampasan aset perkara tindak pidana korupsi kartu tanda penduduk elektronik.
Dana tersebut diserahkan langsung oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia HE Sung Y Kim kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (27/6/2022). Turut hadir dalam acara tersebut, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Pahala Nainggolan serta Deputi Bidang Informasi dan Data Mochamad Hadiyana.
Dari Kedubes AS, hadir pula Legal Attache Federal Bureau of Investigation (FBI) Robert Lafferty dan Supervisory Special Agent FBI John Pae, beserta jajaran dari Badan untuk Pembangunan Internasional AS (USAID).
Banyak hasil nyata yang telah kita capai dalam implementasi kerja sama di antara kedua negara, khususnya di bidang penindakan, dan salah satu wujud nyatanya adalah penyelesaian perkara KTP-el.
Dalam sambutannya, Firli menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah AS yang telah membantu KPK dalam upaya pemberantasan korupsi, khususnya pada penanganan perkara KTP-el. Ia menyebut, uang perampasan aset (asset recovery) atas perkara korupsi KTP-el ini telah disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak pada Jumat (10/6/2022).
”Banyak hasil nyata yang telah kita capai dalam implementasi kerja sama di antara kedua negara, khususnya di bidang penindakan, dan salah satu wujud nyatanya adalah penyelesaian perkara KTP-el,” ujar Firli.
KPK dan FBI AS telah bekerja sama sejak 18 November 2008. Banyak hal telah dicapai dengan ditandatanganinya nota kesepahaman di antara kedua lembaga penegak hukum tersebut, khususnya di bidang penindakan. Salah satunya, penyelesaian perkara KTP-el.
Firli mengatakan, KPK akan memanfaatkan dana hasil asset recovery ini untuk mendukung penanganan perkara tindak pidana korupsi dan membangun budaya antikorupsi. Dengan begitu, diharapkan terwujud masyarakat Indonesia yang maju, makmur, sejahtera, dan bersih dari korupsi.
KPK pun menyambut baik program integritas antara Indonesia dan AS yang fokus pada praktik dan kebijakan peningkatan transparansi, penguatan kesadaran, dan partisipasi publik dalam pemberantasan korupsi. Ia berharap, hubungan baik KPK dan AS terus terbangun semakin erat untuk mewujudkan Indonesia dan membangun peradaban dunia yang bebas dari korupsi.
Memastikan penegakan hukum
Sementara itu, HE Sung Y Kim menjelaskan, pengembalian aset ini menunjukkan kemitraan yang sangat baik antara Indonesia dan AS dalam upaya memerangi korupsi dan memastikan penegakan hukum berjalan transparan. ”Ini salah satu contoh konkret bagaimana kedua negara saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama dalam pemberantasan korupsi,” katanya.
Menurut Sung Y Kim, investigasi bersama dalam perkara KTP-el antara KPK dan FBI merupakan keberhasilan yang luar biasa dalam penindakan kasus korupsi. Ia berharap uang tersebut nantinya bisa dialokasikan untuk mendukung kegiatan antikorupsi di Indonesia.
Seiring dengan kolaborasi kedua negara, saya yakin kita akan mencapai keberhasilan bersama-sama. Saya juga yakin, seiring dengan kerja sama ini, kita memiliki komitmen bersama untuk bisa mendukung satu sama lain.
”Seiring dengan kolaborasi kedua negara, saya yakin kita akan mencapai keberhasilan bersama-sama. Saya juga yakin, seiring dengan kerja sama ini, kita memiliki komitmen bersama untuk bisa mendukung satu sama lain,” ucap Sung Y Kim.
Pada kesempatan ini, Kedutaan Besar AS untuk Indonesia juga berkomitmen untuk memberikan dukungan penuh kepada KPK dalam bentuk pelatihan dan pengembangan kapasitas melalui Anti-Corruption Learning Center dan Indonesia Integrity Initiative.
Sung Y Kim menilai kemitraan ini tidak akan berhenti hingga saat ini saja. Ia menantikan kerja sama pemberantasan korupsi di masa yang akan datang guna memperkokoh hubungan Indonesia-AS. ”Hal ini penting mengingat Indonesia dan AS merupakan dua negara demokrasi terbesar di dunia dan sudah sepatutnya menunjukan komitmen kepada dunia terkait pemberantasan korupsi,” ujarnya.
Puluhan nama
Setidaknya delapan orang telah menjadi terpidana akibat korupsi KTP-el. Sebut saja Irman, Soegiharto, Andi Narogong, Made Oka Masagung, bekas Direktur Utama PT Quadra Solutions Anang Sugiana Sudihardjo, bekas Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi, bekas Ketua DPR Setya Novanto, serta bekas anggota DPR dari Fraksi Golkar Markus Nari.
Dalam kasus korupsi KTP-el ini, puluhan nama telah disebutkan dalam dakwaan bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan bekas Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto. Puluhan nama itu terbagi menjadi tiga kluster, yaitu Kemendagri, DPR, dan korporasi.
Setidaknya delapan orang telah menjadi terpidana akibat korupsi KTP-el. Sebut saja Irman, Soegiharto, Andi Narogong, Made Oka Masagung, bekas Direktur Utama PT Quadra Solutions Anang Sugiana Sudihardjo, bekas Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi, bekas Ketua DPR Setya Novanto, serta bekas anggota DPR dari Fraksi Golkar Markus Nari.
Pada awal Februari 2022, KPK telah menahan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhy Wijaya serta bekas Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP-el dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Husni Fahmi.
Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka proyek KTP-el sejak pertengahan Agustus 2019. Tak berhenti di sana, keterlibatan pihak-pihak lain terus ditelusuri meskipun ada di antaranya berada di luar negeri, yakni bekas Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.