Muhaimin, Yenny Wahid, dan Islah yang Belum Tuntas
Mengejar kemenangan di Pemilu 2024, PKB justru disibukkan sejumlah perseteruan yang berisiko pada elektabilitas. Survei "Kompas" periode Juni 2022 menunjukkan, elektabilitas PKB masih jauh dari capaian Pemilu 2019.
Oleh
IQBAL BASYARI
·5 menit baca
Di tengah kesibukan partai politik menghadapi Pemilu 2024, Partai Kebangkitan Bangsa justru disibukkan dengan sejumlah perseteruan yang berisiko negatif bagi elektabilitas partai. Setelah bersilang pendapat dengan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Yahya Cholil Staquf akibat upaya ”bersih-bersih” politik praktis di tubuh PBNU, kali ini Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar berseteru dengan Zaanuba Arifah Chafsoh atau akrab disapa Yenny Wahid.
Perseteruan terbaru dengan putri dari Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu bermula pada Rabu (22/6/2022). Seusai menghadiri acara di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Rabu (22/6/2022). Menjawab pertanyaan wartawan soal PKB dan Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, ia menyinggung agar politisi yang elektabilitasnya tidak tinggi untuk tidak ngotot maju capres. Ia juga mengingatkan Ketua Umum PKB tidak mengambil posisi berseberangan dengan PBNU. "Kasihan umat di bawah," tambah Yenny seperti dikutip dari Kompas TV.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Pernyataan Yenny itu ternyata didengar Muhaimin. Sehari berselang, Muhaimin membalas melalui akun Twitter-nya. Selain menyinggung soal kegagalan Yenny memimpin Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru, ia juga menegaskan suara PKB dalam beberapa pemilu tak terpengaruh serangan dari Yenny.
"Yeni itu bukan PKB, bikin partai sendiri aja gagal lolos, bbrpa kali pemilu nyerang PKB gak ngaruh, PKB malah naik terus suaranya, jadi ngapain ikut-ikut ngatur PKB, hidupin aja partemu yang gagal itu.. PKB sdh aman nyaman kok..," unggah Muhaimin.
Yenny lantas kembali membalas. "Hahaha inggih Cak. Tapi ndak usah baper to, Cak. Dan memang benar, saya bukan PKB Cak Imin. Saya kan PKB Gus Dur. �� Cak Imin juga belum tentu lho bisa bikin partai sendiri.. kan bisanya mengambil partai punya orang lain. Peace, Cak ✌️," cuit Yenny di akun Twitter-nya.
Saat dikonfirmasi Sabtu (25/6), Yenny menjelaskan, pernyataan itu karena sejarah masa lalu saat PKB Muhaimin mendongkel Gus Dur di Muktamar Ancol pada 2008. Padahal, waktu itu, Gus Dur masih ada. "Gus Dur ditinggalkan, tetapi gambar Gus Dur masih mereka pakai sebagai alat politik di mana-mana," tuturnya.
Namun, Wakil Sekretaris Majelis Syuro DPP PKB, Maman Imanulhaq, keberatan. Ia membela Muhaimin dengan menyebut bahwa Gus Dur milik semua kelompok. "Di PKB, nilai-nilai Gus Dur juga terus jadi marwah perjuangan. Cak Imin selalu menekankan kepada semua pengurus agar membawa pemikiran-pemikiran Gus Dur untuk setiap rencana aksi," tambahnya.
Bahkan Muhaimin disebutnya membawa PKB menjadi satu-satunya partai yang menggabungkan antara spiritualitas dengan diskusi tentang demokrasi, partai hijau, HAM, hingga isu gender sesuai dengan napas perjuangan Gus Dur. Nilai-nilai Gus Dur pun diteladani oleh elite PKB yang senang bersilaturahmi, menyambungkan nilai kebangsaan dengan semua golongan, termasuk lintas agama, suku, dan budaya.
"Gus Dur juga tidak segan untuk menyapa anak-anak muda. Ia bicara dengan bahasa-bahasa yang dipahami oleh mereka. Sisi humanis ini menjadi identitas bagi kepengurusan PKB di semua tingkat," katanya.
Maman pun paham atas narasi terbuka antara Muhaimin dan Yenny. Menurutnya, dari pada saling sindir atau menggunakan pendengung untuk menyerang pribadi, sebaiknya Muhaimin dan Yenny yang merupakan anak ideologis Gus Dur memilih perang narasi sendiri. "Belajar dari keduanya, kita mengingat cara Gus Dur bahwa konflik adalah salah satu upaya untuk mencerdaskan publik," ucapnya.
Ketegangan antara Yenny dengan Muhaimin bermula pada 2008 saat PKB terbelah menjadi dua kubu, yakni PKB Gus Dur dengan PKB Muhaimin. Masing-masing mendasarkan legalitasnya dengan muktamar yang digelar setiap kubu. Perseteruan berlanjut ke pengadilan. Meski Mahkamah Agung memenangkan kubu Muhaimin dalam dua gugatan yang dilayangkan kubu Gus Dur, Kompas (19/7/2008) dan Kompas (24/7/2010), perseteruan tak lantas berakhir sepenuhnya. Begitu pula berkali-kali islah yang pernah diupayakan sejak konflik pecah.
Konflik itu tak pelak turut menggerus elektabilitas PKB. Pada Pemilu 2009, elektabilitas PKB merosot hingga tinggal 4,95 persen. Padahal di dua pemilu sebelumnya, Pemilu 1999 dan 2004, PKB bisa meraih 12,62 persen dan 10,56 persen suara.
Kini, dua tahun sebelum Pemilu 2024, elektabilitas PKB juga masih belum menonjol. Hasil survei Litbang Kompas periode Juni 2022, elektabilitas PKB bahkan hanya 5,4 persen atau jauh dari capaian PKB di Pemilu 2019 sebesar 9,69 persen. Elektabilitas PKB pun cenderung stagnan jika dilihat sejak survei Oktober 2019.
Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid memahami tantangan berat PKB untuk meningkatkan elektabilitas. Karena itu, setiap riak yang muncul, segera diupayakan penyelesaiannya. Apalagi di Pemilu 2024, PKB menargetkan menjadi partai pemenang pemilu dan meraih 100 kursi di DPR.
Muhaimin seusai acara deklarasi dirinya sebagai capres di 2024 oleh kelompok yang menamakan dirinya Perempuan NU DKI Jakarta, Sabtu, pun menganggap polemik dengan Yenny sebagai masa lalu yang tak perlu dibahas. PKB fokus menatap Pemilu 2024.
"Yang penting rebut hati rakyat, rebut suara sebanyak-banyaknya, menangkan pemilu," tuturnya.
Namun, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menekankan pentingnya memulai kembali islah antara Yenny dan Muhaimin meski hal itu tidak mudah. "Sekalipun diambil alih sesuai hukum, sakit hati ini akan sulit hilang. Apalagi Muhaimin adalah keponakan atau bisa dibilang orang dalam sendiri, beda halnya jika yang memenangkan pertarungan orang lain," katanya.
Meski sulit, jika islah tak gigih untuk diupayakan, bara yang ada masih berpotensi kembali tersulut di kemudian hari. Sebaliknya, jika islah terjadi, gabungan kedua kubu itu bisa berefek positif bagi PKB. Elektabilitas PKB di 2024, misalnya, bisa lebih tinggi.
Namun tak hanya itu, bukankah salah satu fungsi partai politik adalah menyelesaikan konflik? Jika konflik yang bermula dari internal partai saja tak mampu dituntaskan, bagaimana partai bisa menyelesaikan konflik yang muncul di masyarakat?