Penerbitan Peraturan Teknis Tak Perlu Menunggu Rekomendasi Ombudsman
Kementerian Dalam Negeri diminta segera menerbitkan peraturan teknis pengangkatan penjabat kepala daerah tanpa tunggu laporan akhir hasil pemeriksaan dan rekomendasi Ombudsman RI. Sementara pengangkatan sudah di depan.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Dalam Negeri diminta segera menerbitkan peraturan teknis pengangkatan penjabat kepala daerah tanpa menunggu laporan akhir hasil pemeriksaan dan rekomendasi Ombudsman RI. Sebab, belum ada kepastian terkait dengan keluarnya hasil rekomendasi dari Ombudsman, sementara gelombang pengangkatan penjabat selanjutnya di 11 daerah pada Juli sudah di depan mata.
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, di Jakarta, Kamis (23/6/2022), mengatakan, pleno pimpinan ORI memutuskan untuk menindaklanjuti laporan dugaan malaadministrasi dalam pengangkatan penjabat kepala daerah. Pemeriksaan dilakukan oleh Keasisten Utama VI ORI yang akan melakukan penggalian data, penelusuran informasi, serta pemanggilan dan pemeriksaan para pihak pelapor, terlapor, ataupun pihak terkait. Ini dilakukan untuk mendapatkan keterangan dan klarifikasi atas sejumlah hal yang dianggap penting dan perlu didapatkan ORI dalam menyelesaikan laporan masyarakat.
Adapun Kamis ini, ORI mulai memeriksa Kepolisian RI berkaitan dengan anggota Polri yang ditempatkan dalam jabatan sipil atau penjabat kepala daerah. Selanjutnya, ORI akan memeriksa TNI dengan kebutuhan informasi yang sama serta Kemendagri selaku pembuat kebijakan. Namun, tidak tertutup kemungkinan ORI akan memeriksa kementerian/lembaga lain sesuai dengan informasi yang dibutuhkan.
”Kami belum bisa memastikan kapan pemeriksaannya selesai. Tetapi, kami menerapkan mekanisme respons cepat agar hasil pemeriksaan ORI keluar tepat waktu dan bisa memberikan solusi menghadirkan upaya perbaikan atas dugaan tindakan malaadministrasi pemerintah, dalam hal ini Kemendagri,” katanya.
Kami belum bisa memastikan kapan pemeriksaannya selesai. Tetapi, kami menerapkan mekanisme respons cepat agar hasil pemeriksaan ORI keluar tepat waktu dan bisa memberikan solusi menghadirkan upaya perbaikan atas dugaan tindakan malaadministrasi pemerintah, dalam hal ini Kemendagri.
Sebelumnya, sejumlah elemen masyarakat sipil yang terdiri dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melaporkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ke ORI. Tito diduga melakukan malaadministrasi dalam pengangkatan PJ kepala daerah yang tidak dilakukan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif
Robert menuturkan, proses pemeriksaan terhadap laporan tersebut di antaranya melakukan pemanggilan, permintaan keterangan, dan klarifikasi yang bertolak dari sejumlah hal yang dianggap penting. Setidaknya akan ada tiga hal penting yang akan ditelusuri, yakni terkait regulasi, pengangkatan TNI/Polri, serta penerapan asas pemerintahan yang baik dalam penunjukan PJ kepala daerah.
Terkait dengan regulasi, ORI akan mencari informasi apakah pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi yang memerintahkan pembentukan peraturan teknis wajib diikuti atau tidak. ORI pun akan mencari tahu apakah TNI/Polri aktif bisa menduduki jabatan sipil dalam posisi PJ kepala daerah. Terakhir, ORI akan menelusuri proses penentuan PJ kepala daerah telah memenuhi asas-asas pemerintahan yang baik, seperti transparansi, partisipasi, dan keterbukaan.
ORI akan bekerja obyektif dengan mahkota integritas dan independensi. Kami akan coba mengurai masalah yang ada dengan proses kerja yang profesional dan transparan, dan bahkan pada tingkat tertentu akan kami ’update’ ke publik untuk memenuhi asas transparansi dan keterbukaan.
”ORI akan bekerja obyektif dengan mahkota integritas dan independensi. Kami akan coba mengurai masalah yang ada dengan proses kerja yang profesional dan transparan, dan bahkan pada tingkat tertentu akan kami update ke publik untuk memenuhi asas transparansi dan keterbukaan,” ujar Robert.
Harus segera terbit
Secara terpisah, anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrat, Anwar Hafid, mengatakan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian harus segera menerbitkan aturan teknis tentang pengangkatan penjabat kepala daerah yang saat ini dibuat. Penerbitannya tidak perlu menunggu ORI menyelesaikan laporan atau memberikan rekomendasi karena hal itu sudah diminta oleh DPR. Apalagi, regulasi yang digunakan saat ini dinilai tidak relevan, terutama masa jabatan PJ kepala daerah yang bisa sampai dua tahun, bukan lagi tiga bulan hingga enam bulan.
”Pemerintah pusat jangan lagi melihat pemerintah daerah sebagai sesuatu yang administratif, tetapi daerah otonom,” ujarnya.
Di sisi lain, lanjut Anwar, Demokrat mendorong agar pemerintah tidak lagi mengangkat TNI/Polri aktif sebagai PJ kepala daerah. Hal ini merupakan amanat reformasi 1998 yang meminta TNI/Polri kembali ke barak. ”Semoga sudah ada peraturan teknis dalam pengangkatan penjabat kepala daerah gelombang selanjutnya,” katanya.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Guspardi Gaus, mengapresiasi rencana Mendagri untuk membuat peraturan teknis pengangkatan PJ kepala daerah. Pelibatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk ikut mengusulkan tiga nama calon PJ kepala daerah merupakan usulan yang baik dan bisa memenuhi unsur partisipasi masyarakat.
Kemendagri tak perlu menunggu hasil pemeriksaan ORI untuk menerbitkan peraturan teknis. Sebab, pada Juli mendatang sudah ada 11 penjabat kepala daerah yang harus dilantik.
”Penjabat kepala daerah adalah jabatan politis. Jangan hanya pemerintah yang punya dominasi kewenangan dalam penunjukan, seharusnya aspirasi masyarakat yang dominan,” katanya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Herman N Suparman sepakat, Kemendagri tak perlu menunggu hasil pemeriksaan ORI untuk menerbitkan peraturan teknis. Sebab, pada Juli mendatang sudah ada 11 penjabat kepala daerah yang harus dilantik. Apalagi, tidak ada jaminan Kemendagri akan menjalankan koreksi ataupun rekomendasi dari ORI.
Menurut dia, setidaknya ada tiga hal yang perlu diatur dalam peraturan teknis. Pertama, soal mekanisme pengangkatan penjabat, kewenangan penjabat, serta monitoring dan evaluasi penjabat. Ketiganya harus dipastikan ada dalam peraturan teknis agar mampu menghasilkan penjabat yang memiliki kompetensi, integritas, dan kapasitas dalam memimpin daerah.