Ada Kans Usung Capres, Parpol Nonparlemen Bangun Komunikasi dengan Parpol di Parlemen
Akumulasi suara tujuh parpol nonparlemen di Pemilu 2019 hanya 9,7 persen suara nasional. UU Pemilu mensyaratkan, untuk bisa mengusung capres-cawapres, parpol atau gabungan parpol harus memiliki minimal 25 persen suara.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tujuh partai politik nonparlemen turut menghangatkan panggung politik menjelang Pemilu 2024. Ketujuh partai politik ini menggagas wacana pembentukan koalisi agar bisa mengusung calon presiden-wakil presiden di Pemilu Presiden 2024. Namun, untuk itu, mereka masih harus berkoalisi dengan partai politik lain agar memenuhi syarat pencalonan presiden yang tertera di Undang-Undang Pemilu.
Beberapa hari lalu, tujuh sekretaris jenderal partai nonparlemen berkumpul di salah satu restoran di kawasan Senayan, Jakarta. Mereka yang berkumpul adalah sekjen dari Partai Perindo, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), Partai Berkarya, Partai Garuda, dan Partai Hanura.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Wakil Ketua Umum Perindo Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, pertemuan itu digagas oleh Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo. Pertemuan itu antara lain untuk menggagas wacana pembentukan koalisi. Sebab, ketujuh partai itu sekalipun tidak memiliki kursi di DPR, tetapi memiliki 13,5 juta suara dalam Pemilu 2019. Raihan suara itu setara dengan 9,7 persen suara nasional.
Merujuk pada ketentuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 222, disebutkan, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
”Ini, kan, konteksnya dalam proses pencapresan masih memakai UU No 7/2017, maka proses pencalonan masih berdasarkan pada hasil Pemilu 2019. Jadi, otomatis partai nonparlemen punya peluang untuk berkontribusi memberikan satu pencalonan. Karena kami punya 9,7 persen suara atau 13,5 juta suara sah nasional,” kata Ferry, di Jakarta, Minggu (12/6/2022).
Anggota KPU periode 2012-2017 itu mengatakan, dengan perhitungan tersebut, partai-partai nonparlemen dapat memberikan alternatif pasangan capres-cawapres. Partai nonparlemen juga memiliki daya tawar karena memiliki raihan suara signifikan, yakni 9,7 persen, pada Pemilu 2019. Artinya, partai-partai nonparlemen itu membutuhkan sedikitnya 16 persen suara lagi dari parpol lain untuk dapat mengusung capres dan cawapres.
Untuk itu, partai-partai nonparlemen bisa saja masuk atau bergabung dengan koalisi yang sudah ada di parlemen saat ini. Artinya, pintu untuk berkoalisi dan berkomunikasi dengan partai parlemen sangat terbuka untuk menghasilkan koalisi baru.
Terkait ini, Ferry menuturkan, Hary Tanoesoedibjo terus berkomunikasi dengan semua pimpinan parpol yang lain, termasuk yang di dalam parlemen. ”Kami terus bertemu dengan pimpinan parpol-parpol parlemen. Di tengah situasi koalisi yang masih cair, sangat mungkin terbentuk koalisi baru antara parpol parlemen dan nonparlemen,” ujarnya.
Sekjen PBB Afriansyah Noor mengatakan, sangat mungkin parpol nonparlemen berkoalisi dengan parpol yang memiliki kursi di DPR. ”Bisa saja terjadi, tetapi kemarin kami belum bicara soal capres,” ujarnya.
Adapun internal PBB sejak awal solid mengusung Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra sebagai calon wakil presiden (cawapres). Setiap langkah strategi dan komunikasi, menurut Afriansyah, terus dilakukan PBB untuk dapat lolos dalam verifikasi faktual dan mengusung Yusril sebagai cawapres.
Sementara itu, Juru Bicara PSI Kokok Dirgantoro mengatakan, pertemuan antarsekjen partai nonparlementer lebih merupakan silaturahmi politik. ”Sharing mengenai verifikasi faktual parpol. Alhamdulillah walau cukup menantang, PSI setapak demi setapak memenuhi target. Pembicaraan mengenai koalisi untuk syarat presidential threshold, sepengetahuan saya, tidak ada,” ungkapnya.
Mengenai koalisi untuk pencapresan, termasuk kemungkinan parpol nonparlemen bersatu dan berkoalisi dengan parpol parlemen, PSI masih harus mengkajinya. ”Kami perlu telaah lebih lanjut, tapi sampai hari ini belum ada pembicaraan ke sana. Meski demikian, dapat saya tegaskan, PSI tetap terbuka untuk membangun koalisi di 2024 dengan partai-partai lain asalkan sama-sama memperjuangkan antikorupsi dan melawan intoleransi,” katanya.
Sebelumnya, telah terbentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang beranggotakan Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Selain itu, muncul juga sinyal koalisi antara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Menurut pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, dinamika politik masih sangat cair. Tiap-tiap parpol bermanuver untuk mendapatkan mitra koalisi yang cocok dan dapat memastikan tiket mereka mengusung capres.