Di pertemuan puncak Gugus Tugas Reforma Agraria 2022, pemerintah pusat dan daerah berkomitmen mengakselerasi reforma agraria. Sertifikasi tanah bisa dilaksanakan secara adil, mudah, dan murah untuk seluruh masyarakat.
Oleh
IQBAL BASYARI
·5 menit baca
WAKATOBI, KOMPAS — Deklarasi Wakatobi yang dihasilkan dari pertemuan puncak Gugus Tugas Reforma Agraria 2022 di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Jumat (10/6/2022), meneguhkan komitmen kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk mengakselerasi reforma agraria. Dukungan dari semua pihak amat dibutuhkan karena reforma agraria tidak bisa hanya dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, tetapi kerja kolaboratif lintas instansi.
Dalam kesempatan itu, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surya Tjandra mengatakan, forum yang berlangsung pada puncak pertemuan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit 2022 menegaskan bahwa reforma agraria adalah kerja kolaborasi berbagai pihak. Dukungan mesti diberikan oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah karena Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian ATR/BPN sebagai leading sector tidak bisa bekerja sendirian.
”GTRA Summit menegaskan bahwa reforma agraria itu kerja kolaborasi yang harus dilakukan oleh semuanya karena ini amanat dan arahan dari Presiden, terutama proyek strategis nasional Presiden, bukan hanya program Kementerian ATR/BPN atau Kemenko Perekonomian saja,” katanya.
Adapun deklarasi itu menghasilkan beberapa poin. Dengan rincian, deklarasi oleh pemerintah daerah berisi lima poin, deklarasi oleh pemerintah pusat berisi tujuh poin, dan deklarasi bersama tiga poin.
GTRA Summit menegaskan bahwa reforma agraria itu kerja kolaborasi yang harus dilakukan oleh semuanya karena ini amanat dan arahan dari Presiden, terutama proyek strategis nasional Presiden, bukan hanya program Kementerian ATR/BPN. (Surya Tjandra)
Poin deklarasi oleh pemda di antaranya Badan Kerja Sama Pemerintah Provinsi Kepulauan serta Asosiasi Kepala Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan provinsi dan kabupaten/kota bebas tumpang tindih 2025. Mereka juga berkomitmen untuk mendorong percepatan penetapan peraturan daerah untuk pengakuan dan perlindungan masyarakat adat, termasuk pemetaan wilayah adat dan pemberdayaan masyarakat.
Selanjutnya, pemda berkomitmen untuk secara pro-aktif mengakomodasi kebutuhan perizinan untuk pendaftaran tanah masyarakat di atas air dan pemberdayaan di wilayah pesisir dan pulau kecil dengan tetap memperhatikan lingkungan dan investasi serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Mereka akan mempercepat sertifikasi lahan masyarakat pesisir dan di atas air di seluruh wilayah kepulauan.
Deklarasi oleh pemerintah pusat di antaranya GTRA Pusat berkomitmen untuk melakukan dialog secara intensif dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran yang memadai sampai tingkat pemerintah desa untuk melaksanakan reforma agraria. Kementerian/lembaga juga berkomitmen untuk mempercepat pelaksanaan kebijakan satu peta atau one map policy dengan baik, menyusun peta indikatif tumpang tindih untuk menyelesaikan tumpang tindih pada 2025.
Kementerian/lembaga dan pemda berkomitmen untuk mendorong percepatan pelepasan kawasan hutan bagi kampung-kampung tua masyarakat adat, lokal, dan tradisional. Selanjutnya akan dilakukan percepatan legalisasi aset melalui sertifikasi tanah dengan tetap memperhatikan lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Komitmen lainnya, mengakomodasi percepatan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat, lokal dan tradisional, melalui integrasi data terkait antarkementerian/lembaga dan kemudahan pelepasan kawasan hutan, pemberian perizinan dan/atau penetapan hak atas tanah sesuai kebutuhan masyarakat adat, lokal dan tradisional.
Adapun deklarasi bersama antara pemerintah pusat dan daerah adalah menjadikan GTRA Summit 2022 sebagai momen kolaborasi lintas sektor untuk menyelesaikan masalah pertanahan di wilayah Indonesia. Mereka sepakat melaksanakan rencana aksi hasil GTRA Summit 2022 sampai tahun 2023.
Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN Andi Tenrisau mengatakan, percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta dilakukan melalui kegiatan kompilasi, integrasi, dan sinkronisasi informasi geospasial. Penyelesaian tumpang tindih hak atas tanah dan kawasan hutan pun akan dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian ATR/BPN dengan melibatkan strategi nasional pencegahan korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
”Dalam rangka mencegah tumpang tindih pemanfaatan ruang di kemudian hari, kementerian/lembaga, termasuk pemda, wajib menggunakan data spasial yang sudah terintegrasi dalam kebijakan satu peta sebagai acuan,” ujarnya.
Terkait dengan rekomendasi tentang percepatan pemetaan wilayah adat dan pengakuan masyarakat adat, akan ada perencanaan pengelolaan wilayah adat, penyediaan lahan, dan sertifikasi. ”Dua minggu dari sekarang akan disepakati pembagian tugas antara pemerintah pusat, pemda, dan masyarakat sipil serta rencana aksi untuk satu tahun ke depan,” kata Andi.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin ketika menutup GTRA Summit 2022 secara virtual mengatakan, implementasi program-program reforma agraria harus menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan agar tidak menimbulkan perpecahan antarwarga. Pelaksanaannya pun harus memegang teguh prinsip keadilan sosial agar tidak hanya menguntungkan segelintir pihak.
Sebagai program strategis nasional, reforma agraria memiliki peran penting dalam mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah. Selain itu, reforma agraria mampu menangani sengketa dan konflik agraria serta menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria.
Implementasi program-program reforma agraria harus menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan agar tidak menimbulkan perpecahan antarwarga.
Reforma agraria juga memberikan kepastian hukum hak atas tanah, memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi, termasuk memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup. Oleh sebab itu, Wapres Amin meminta kerja kolaboratif, salah satunya melalui optimalisasi GTRA sebagai wadah koordinasi lintas sektor.
”Selain itu, Indonesia memiliki Undang-Undang Cipta Kerja yang memberikan fondasi dalam mewujudkan sinkronisasi penyelesaian pertanahan nasional, di antaranya melalui kebijakan satu rencana tata ruang yang menjadi acuan bersama. Aturan tersebut perlu didukung oleh ketersediaan dokumen perencanaan tata ruang, khususnya rencana detail tata ruang yang perlu segera diakselerasi,” kata Wapres Amin.
Wapres juga mengingatkan pentingnya sertifikasi tanah dan penataan ruang sebagai bagian dari reforma agraria. Hal ini penting untuk memastikan tanah bebas dari konflik dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Sertifikasi tanah pun hendaknya dilaksanakan secara adil, mudah, dan murah untuk seluruh kalangan masyarakat.
”Tidak hanya mudah untuk para pemilik tanah yang luas, tetapi juga kepada para pemilik tanah sempit yang umumnya terdiri atas rakyat kecil,” kata Wapres Amin.