Ego Sektoral Hambat Reforma Agraria
Presiden Jokowi mengungkap bahwa penerbitan sertifikat tanah bagi warga suku Bajo, Sulawesi Tenggara, terganjal oleh ego sektoral antarkementerian. Padahal, sengketa lahan bisa merembet dan menimbulkan masalah baru.
WANGI-WANGI, KOMPAS — Presiden Joko Widodo meminta semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah menghentikan ego sektoral untuk mengakselerasi reforma agraria. Banyaknya persoalan mengenai pertanahan tak bisa diselesaikan karena semua berjalan dengan ego sendiri-sendiri. Karena itu, saling terbuka dan bersinergi semestinya diterapkan secara nyata.
Presiden Joko Widodo mencontohkan, persoalan penerbitan sertifikat hak milik untuk suku Bajo di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, yang tinggal di atas air sempat terganjal. Hal itu ditengarai sempat munculnya ego sektoral antarkementerian dalam penyelesaian reforma agraria.
”Ternyata ributnya antarkementerian. Ndak bisa, Pak, ini haknya KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan). KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) juga. Ndak bisa, Pak, ini adalah kawasan hutan lindung karena di sana ada koral, ada terumbu karang, itu hak kami,” tutur Presiden dalam pembukaan pertemuan Gugus Tugas Reforma Agraria di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Kamis (9/6/2022).
Lihat juga: Nelayan Keluhkan Soal Sertifikat Tanah, Jokowi Telepon Sofyan Djalil
Hadir pula dalam acara ini Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno. Selain itu, juga hadir Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang juga kelahiran Wakatobi, serta Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi.
Dalam kesempatan itu, Presiden menyerahkan 525 sertifikat hak guna bangunan kepada warga Kampung Mola yang sebagian tinggal di atas laut. Presiden juga menyerahkan sertifikat atas 10 pulau-pulau terluar kepada Kemenhub dan KKP.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, disebutkan susunan keanggotaan Tim Reformasi Agraria Nasional. Tim diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan beranggotakan Menteri ATR/BPN, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri KLHK, Menteri Pertanian, Menteri BUMN, Menteri Desa PDTT, Menteri KKP, Menteri Koperasi dan UKM, Mensesneg, Sekretaris Kabinet, Kepala Staf Kepresidenan, Jaksa Agung, Panglima TNI, dan Kepala Polri.
Sementara susunan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) diketuai Menteri ATR/BPN, dan anggotanya sebagian berasal dari kementerian/lembaga yang menjadi anggota Tim Reforma Agraria Nasional. Adapun GTRA di tingkat provinsi dipimpin gubernur dan GTRA kabupaten/kota dipimpin bupati/wali kota.
Baca juga: Penyelesaian Konflik Lahan, Bukan Sekadar Bagi-bagi Sertifikat Tanah
Presiden Jokowi menjelaskan, permasalahan di pemerintahan tak berubah. Semua kementerian/lembaga bekerja secara tidak terintegrasi atau berjalan sendiri-sendiri dengan egonya masing-masing. Apabila hal ini terus berlanjut, berbagai persoalan negara tak akan pernah rampung kendati solusinya terlihat. Solusi yang ada pun tidak bisa terlaksana karena terganjal ego sektoral.
Begitu pula penerbitan sertifikat lahan kerap terganjal ego sektoral. Padahal, sengketa lahan bisa merembet dan menimbulkan masalah baru. Presiden mencontohkan, masyarakat bisa saling bunuh karena sengketa lahan dan konflik masyarakat-perusahaan juga terjadi karena itu. Selain itu, masyarakat menjadi tak memiliki akses permodalan ke lembaga keuangan atau bank karena tidak memiliki sertifikat sebagai agunan.
Begitu pula penerbitan sertifikat lahan kerap terganjal ego sektoral. Padahal, sengketa lahan bisa merembet dan menimbulkan masalah baru.
Pembangunan jalan tol juga kerap terhambat berpuluh tahun akibat ego sektoral. ”Persoalan kecil, tetapi enggak bisa diselesaikan oleh pembuat kebijakan, kita sendiri. Kan, lucu banget,” sindir Presiden Jokowi.
Ketika dipaksa berkomunikasi, menurut Presiden, masalah yang tertahan berpuluh tahun bisa diselesaikan dalam dua minggu. ”Saya ingin tegaskan lagi permintaan saya kepada seluruh pejabat pusat dan daerah, seluruh kementerian/lembaga, seluruh lembaga pemerintahan ini harus saling terbuka saling sinergi, tapi riil pada tataran pelaksanaan,” tuturnya.
Baca juga: Presiden Bagikan 124.120 Sertifikat, 5.512 di Antaranya Hasil Penyelesaian Sengketa
Selain itu, Presiden juga mengingatkan bahwa tidak akan menoleransi kerugian negara dan kerugian masyarakat akibat ego sektoral dan egolembaga. ”Itu cukup. Stop! Persoalan dimulai dari sini. Semua harus membuka diri. Ini saatnya, di forum ini, kita hancurkan tembok sektoral,” ujarnya.
Dalam reforma agraria, kebijakan satu peta harus didukung dan digunakan semua pemangku kepentingan. Dengan demikian, tak ada lagi yang menggunakan peta yang berbeda, apalagi peta manual yang berbeda-beda.
”Zaman teknologi kayak gini masak masih pakai (yang) manual. Bangun aplikasi, bangun platform. Kalau enggak bisa, panggil anak-anak muda yang pintar buat platform supaya sertifikat bisa selesai, tidak hanya hitungan hari, tapi jam,” tambahnya.
Pada 2015, baru 46 juta dari 126 juta bidang tanah yang besertifikat. Penerbitan sertifikat saat itu juga hanya 500.000 per tahun. Setelah 2015 dilakukan percepatan, terbit 5 juta sertifikat dalam setahun. Pada 2016 dan 2017, target penerbitan sertifikat ditambah menjadi 7 juta dan 9 juta. Saat ini, setidaknya sudah 80,6 juta bidang tanah yang sudah besertifikat.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil menuturkan, pihaknya sudah bekerja sama dengan Kementerian KKP sehingga permasalahan bagi warga suku Bajo yang tinggal di atas laut bisa diselesaikan. Pada umumnya, mereka sudah tinggal di atas laut sejak puluhan tahun dan tidak memiliki sertifikat sehingga mereka kesulitan mendapatkan askes ke lembaga keuangan formal dan kepastian hukum kepada masyarakat.
Keduanya kemudian membuat terobosan untuk memberikan HGB kepada masyarakat di Kampung Mola yang berlaku selama 30 tahun dan bisa diperpanjang sebagaimana HGB yang lain. Sebab, sertifikat ini sudah cukup lama dinantikan dan diperjuangkan oleh masyarakat suku Bajo.
”Setelah acara ini, kami akan dapat memberikan sertifikat yang sama kepada saudara-saudara kita Suku Anak Laut dan lain-lain yang sudah turun-temurun tinggal di atas air,” ucap Sofyan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil menuturkan, pihaknya sudah bekerja sama dengan Kementerian KKP sehingga permasalahan bagi warga suku Bajo yang tinggal di atas laut bisa diselesaikan.
Di sisi lain, lanjutnya, GTRA Summit 2022 akan menjadi forum bagi kementerian/lembaga dan pemda untuk membahas kendala reforma agraria. Terutama, berkaitan dengan irisan kewenangan antarkementerian/lembaga dalam menangani suatu masalah agraria. ”Irisan-irisan ini perlu dibahas secara teknis agar bisa diselesaikan,” katanya.
Sofyan mengungkapkan, irisan regulasi yang ada di antaranya bagi Kementerian ATR/BPN dengan Kementerian KLHK, yaitu pada kawasan hutan dan nonhutan atau areal penggunaan lain (APL). Selain itu, irisan regulasi juga terjadi pada kawasan pantai atau pesisir yang merupakan kewenangan dari Kementerian KKP dengan daratan yang merupakan kewenangan Kementerian ATR/BPN.
Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi mengatakan, pemberian sertifikat sudah direncanakan sejak 2021 sebagai wujud komitmen membangun dari pinggiran demi mewujudkan Indonesia yang adil dan merata. Ia pun berharap pemerataan pembangunan dan ekonomi masyarakat utamanya di wilayah pesisir dapat meningkatkan kesejahteraan bagi warga.
Secara terpisah, pendiri dan peneliti Pusat Kajian Etnografi Komunitas Adat Yando Zakaria menilai, permasalahan yang muncul di permukaan seolah hanya ego sektoral. Namun yang terjadi sesungguhnya adalah munculnya invisible hand yang mengendalikan proses di masing-masing kementerian/lembaga yang seharusnya bekerja sama. Akibatnya, akselerasi reforma agraria akan terus terhambat jika tidak ada sistem kelembagaan khusus dengan mandat khusus agar mampu mengatasi masalah tersebut.
Ia mencontohkan, program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) yang tanahnya bersumber dari eapach verponding dan atau hak guna usaha yang sudah kedaluwarsa tidak pernah dipublikasikan. Padahal Mahkamah Agung sudah menyatakan bahwa sertifikat HGU bukan informasi yang dikecualikan. Hal ini dikhawatirkan ada oknum-oknum yang menguasai lahan HGU tersebut melalui mekanisme yang seolah-olah legal, namun melanggar sistem administrasi yang seharusnya. ”Karena itu, mungkin laju pelaksanaannya lambat,” kata Yando.
Adapun kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Kabupaten Wakatobi dimulai dengan keberangkatan menggunakan Pesawat ATR melalui Pangkalan TNI AU Haluoleo, Kabupaten Konawe Selatan, pukul 7.40 WITA. Setiba di Bandara Matahora, Kabupaten Wakatobi, Presiden dan Nyonya Iriana disambut Tari Sajo Moane. Kain tenun khas Wakatobi juga diberikan sebagai tanda penghormatan. Selain itu, Presiden Jokowi juga mendapatkan kampuru, penutup kepala khas Wakatobi.
Setelah membuka Pertemuan Puncak Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA Summit) 2022 di Marina Togo Mowondu, dan menyerahkan sertifikat di Kampung Mola, Presiden akan melanjutkan perjalanan menuju Pasar Pagi dan menyerahkan bantuan sosial kepada para penerima manfaat. Presiden Jokowi dan Nyonya Iriana juga diagendakan untuk meresmikan sejumlah pelabuhan dan kapal motor penumpang (KMP) yang dipusatkan di Dermaga Rakyat Wanci.
Mengakhiri rangkaian kunjungan kerja di Kabupaten Wakatobi, Presiden dan Ibu Iriana akan melepas tukik di Patuno Resort bersama masyarakat sekitar Kabupaten Wakatobi. Presiden Jokowi dan rombongan akan kembali ke Kabupaten Konawe Selatan, dan kemudian melanjutkan perjalanan menuju Jakarta, dengan menggunakan Pesawat Kepresidenan Indonesia-1.