Selain Dugaan Korupsi, Korporasi Bisa Dijerat Soal Monopoli
Perkara dugaan korupsi kasus ekspor minyak sawit mentah dan turunannya masih belum jerat korporasi. Jika bukan dugaan korupsi, korporasi dinilai bisa dijerat persaingan tak sehat. MAKI harap Kejagung perluas penyidikan.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain dugaan tindak pidana korupsi, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia dapat memperluas penyidikan perkara ekspor minyak sawit mentah beserta turunannya ke dugaan pencucian uang dan monopoli pasar oleh korporasi. Namun, hingga saat ini kasus itu masih didalami penyidik sebagai kasus orang per orang dan bukan korporasi.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, ketika dihubungi pada Kamis (9/6/2022), mengatakan, kelima tersangka perkara dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah dan turunannya belum menunjukkan wajah mafia minyak goreng sebagaimana pernah disebut. Sebab, dari lima tersangka yang telah ditetapkan, hanya tiga orang yang berasal dari korporasi.
Boyamin mengatakan, penyidikan mestinya diperluas ke korporasi, termasuk dengan dugaan terjadinya pencucian uang. ”Sebab, kerugian negara terjadi akibat rakyat harus membeli minyak goreng yang langka dan mahal. Itu yang utama,” kata Boyamin.
Menurut dia, tiga tersangka dari tiga korporasi tersebut belum cukup. Sebab, dari data yang diterima dan dilaporkan ke kejaksaan, setidaknya terdapat jaringan korporasi besar atau yang disebutnya ”9 liga besar” atau korporasi yang mewakili ”9 naga” yang mestinya didalami terkait kasus itu. Namun, Boyamin menduga bahwa perluasan penyidikan belum bisa dilakukan karena keterbatasan barang bukti.
Kerugian negara terjadi akibat rakyat harus membeli minyak goreng yang langka dan mahal. Itu yang utama.
Terkait dengan hal itu, lanjut Boyamin, dari kelima tersangka, ia menduga bahwa peran tersangka Lin Che Wei sangat penting. Jika dugaan keterlibatan Lin Che Wei dapat dibuktikan, akan terbuka kemungkinan untuk mengungkap dugaan keterlibatan pihak lain, baik pihak korporasi, pihak yang levelnya lebih tinggi, maupun pihak lain yang saat ini belum tersentuh.
”LCW ini sosok kunci. Tetapi, tetap asas praduga tak bersalah karena status LCW hingga saat ini masih tersangka, belum disidangkan,” ujar Boyamin.
Dugaan monopoli
Masih terkait kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah dan turunannya, Boyamin berharap penyidik Kejaksaan Agung melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) untuk mendalami dugaan monopoli yang dilakukan korporasi. Upaya itu dinilai perlu dilakukan agar meskipun tidak bisa dijerat oleh dugaan pidana korupsi atau pencucian uang, korporasi tetap bisa dijerat dengan dugaan persaingan usaha secara tidak sehat.
Meskipun tidak bisa dijerat oleh dugaan pidana korupsi atau pencucian uang, korporasi tetap bisa dijerat dengan dugaan persaingan usaha secara tidak sehat.
Dengan demikian, korporasi yang diduga terlibat dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan ataupun UU tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini merupakan ranah dari penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di Kementerian Perdagangan dan kepolisian. ”Dengan begitu, korporasi bisa dikenai denda,” kata Boyamin.
Ditemui secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, periode waktu penyidikan dalam perkara dugaan korupsi minyak sawit mentah beserta turunannya adalah antara Januari dan Maret 2022. Dari situ, penyidik sejauh ini baru menemukan keterlibatan orang per orang, bukan korporasi.
Terkait dengan penyidikan terhadap korporasi, kata Ketut, penyidik baru bisa menetapkan tiga tersangka yang merupakan petinggi di tiga korporasi berbeda. Ketiganya adalah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) Stanley MA, dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas Picare Togare Sitanggang.
”Yang jelas untuk saat ini baru tiga orang itu yang tersangkut. Kami belum mendapatkan informasi (keterlibatan korporasi),” kata Ketut ketika ditemui di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta.
Namun, lanjut Ketut, pihaknya memastikan bahwa penyidik akan mendalami pihak-pihak lain jika memang dibutuhkan dalam mendalami kasus tersebut. Ia juga memastikan penyidikan dilakukan sampai tuntas. Terkait dugaan peran Lin Che Wei sebagai perantara atau broker, Ketut menolak untuk berkomentar.
”Itu tidak bisa diungkap. Itu nanti diungkap di pengadilan. Namun, kalau ada perkembangan yang signifikan, akan kami sampaikan,” ujar Ketut.
Pada Kamis (9/6/2022), penyidik memeriksa seorang saksi dalam perkara dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah dan turunannya. Saksi tersebut adalah SR selaku Kepala Biro Umum dan Layanan Pengadaan Kementerian Perdagangan. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan kelima tersangka. Selain tiga tersangka dari korporasi, penyidik juga menetapkan dua tersangka lain, yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana dan pihak swasta sekaligus pendiri Independent Research and Advisory Indonesia (IRAI), Lin Che Wei.
Ada (uang) ke IRAI itu. Pemberian itu terkait dugaan pemberian jasa. Tapi, kami masih cek lagi jasa apa yang diberikan (oleh IRAI).
Periksa pegawai
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Supardi mengatakan, penyidik juga memeriksa para pegawai Independent Research and Advisory Indonesia. Sebab, tersangka Lin Che Wei diduga mendapatkan sesuatu berupa uang melalui lembaga konsultan yang didirikannya.
”Ada (uang) ke IRAI itu. Pemberian itu terkait dugaan pemberian jasa. Tapi, kami masih cek lagi jasa apa yang diberikan (oleh IRAI),” kata Supardi.
Terkait rencana penyidik untuk memeriksa korporasi, Supardi tidak mengiyakan atau menampik. Ia mengatakan, hal itu tergantung perkembangan penyidikan.