Dirjen Perdagangan Luar Negeri dan tiga petinggi perusahaan minyak sawit skala besar ditahan Kejagung. Mereka diduga terlibat dalam permufakatan persetujuan izin ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya.
Oleh
Tim Kompas
·5 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Tanda pemberitahuan di rak minyak goreng di sebuah supermarket ritel di Kota Tangerang, Banten, Selasa (15/3/2022). Kelangkaan minyak goreng masih mendera warga meskipun sejumlah upaya telah dilakukan pemerintah.
JAKARTA, KOMPAS — Penetapan pejabat Kementerian Perdagangan serta tiga petinggi perusahaan minyak sawit sebagai tersangka dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya oleh Kejaksaan Agung menguak permufakatan memuluskan penjualan minyak goreng ke luar negeri dengan mengesampingkan pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Hal ini ditengarai sebagai salah satu faktor yang sempat menyebabkan kelangkaan minyak goreng di Tanah Air.
Empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu ialah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor. Selain itu, juga Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup Stanley MA dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas Picare Togare Sitanggang. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Selasa (19/4/2022), mereka juga ditahan Kejaksaan Agung di tempat terpisah, yakni Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejagung dan Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
”Kami telah melakukan penyidikan dan menemukan indikasi kuat adanya perbuatan tindak pidana korupsi terkait pemberian persetujuan ekspor minyak goreng yang telah membuat masyarakat kecil menjadi susah karena harus mengantre dan juga terjadi kelangkaan minyak goreng. Negara juga harus mengucurkan bantuan langsung tunai minyak goreng yang nilainya tidak kecil,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa.
Adapun berdasar data bahan paparan Kementerian Perdagangan per 9 Maret 2022, Wilmar Group, Musim Mas, dan Permata Hijau masuk dalam lima besar produsen yang minyak gorengnya didistribusikan di Indonesia pada 14 Februari-8 Maret 2022.
KURNIA YUNITA RAHAYU
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin saat mengumumkan penetapan empat tersangka korupsi izin ekspor minyak goreng di Jakarta, Selasa (19/4/2022).
Melawan hukum
Kejaksaan Agung menyidik dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya pada Januari 2021-Maret 2022. Berdasar pemeriksaan terhadap 19 saksi, 596 dokumen dan surat terkait, serta keterangan ahli, didapatkan bukti permulaan yang cukup bahwa keempat tersangka telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Perbuatan itu ialah permufakatan agar Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan menerbitkan persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya kepada perusahaan yang mengajukan ekspor meski tidak memenuhi syarat. Hal itu mengakibatkan munculnya indikasi kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.
Kami telah melakukan penyidikan dan menemukan indikasi kuat adanya perbuatan tindak pidana korupsi terkait pemberian persetujuan ekspor minyak goreng yang telah membuat masyarakat kecil menjadi susah karena harus mengantre dan juga terjadi kelangkaan minyak goreng. (Sanitiar Burhanuddin)
Syarat yang dimaksud mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor. Dalam peraturan itu disebutkan seluruh eksportir yang akan mengekspor wajib memasok CPO atau olein ke dalam negeri 20 persen dari volume ekspor masing-masing. Adapun harga jual dalam negeri yang ditetapkan adalah Rp 9.300 per kilogram untuk CPO dan Rp 10.300 per kilogram untuk olein.
Ia menambahkan, tiga tersangka dari perusahaan telah berkomunikasi secara intens dengan Indrasari untuk mendapat persetujuan ekspor. Hasilnya, diterbitkan izin ekspor untuk empat perusahaan, yakni Permata Hijau Grup, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas.
”Padahal, perusahaan-perusahaan tersebut bukanlah perusahaan yang berhak mendapatkan persetujuan ekspor,” ujar Burhanuddin.
SUMBER: KEMENTERIAN PERDAGANGAN
Perkembangan kebijakan DMO CPO dan olein pada 14 Februari-8 Maret 2022
Para tersangka diduga melanggar Pasal 54 Ayat (1) Huruf a dan Ayat (2) Huruf a, b, e, dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Selain itu, mereka juga diduga melanggar Keputusan Menteri Perdagangan terkait Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri dan Harga Penjualan di Dalam Negeri, serta Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri yang menjadi petunjuk teknis pengaturan ekspor CPO, RDB Palm Olein (produk rafinasi CPO), dan UCO (minyak jelantah).
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, Kemendag tetap dan terus mendukung proses hukum yang dilakukan Kejagung. ”Kami mendukung proses hukum yang tengah berjalan saat ini dan siap selalu siap memberi informasi yang diperlukan dalam proses penegakan hukum,” katanya melalui siaran pers.
Lutfi juga menegaskan, pihaknya selalu menekankan kepada jajarannya agar pelayanan perizinan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku dan transparan. Karena itu, ia mendukung proses hukum jika terbukti terjadi penyalahgunaan wewenang.
Kami mendukung proses hukum yang tengah berjalan saat ini dan siap selalu siap memberi informasi yang diperlukan dalam proses penegakan hukum. (M Lutfi)
DOKUMENTASI KEMENTERIAN PERDAGANGAN
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, penetapan pejabat Kemendag dan pihak swasta sebagai tersangka persetujuan izin ekspor CPO dan produk turunannya menunjukkan selama ini pejabat kementerian yang harusnya mengawasi tata niaga minyak goreng justru jadi bagian dari permainan mafia. Akibatnya, masyarakat kecil menjadi korban.
”Dampaknya jutaan konsumen dan pelaku usaha kecil harus membayar kelangkaan pasokan minyak goreng kemasan dengan harga yang sangat mahal,” ujarnya.
Bhima menilai, akar masalah munculnya suap di internal Kemendag disebabkan disparitas harga antara harga minyak goreng untuk ekspor dan harga di dalam negeri terlalu jauh. Kondisi ini dimanfaatkan mafia untuk melanggar kewajiban DMO. Pengawasan mestinya dilakukan untuk memastikan kewajiban itu dilaksanakan oleh seluruh korporasi minyak goreng.
”Pasokan minyak goreng kemasan memang seharusnya aman ketika HET dan DMO diterapkan. Buktinya, stok minyak goreng hasil DMO per 14 Februari-8 Maret 2022 telah mencapai 573.890 ton, melebihi kebutuhan bulanan. Kalau terjadi kelangkaan, jelas ada kongkalikong produsen dengan oknum kementerian,” tuturnya.
Pidana korporasi
Jaksa Agung Burhanuddin mengatakan, dugaan korupsi ini masih akan terus didalami. Tidak tertutup kemungkinan pihaknya mendalami kemungkinan gratifikasi serta keterlibatan pejabat lebih tinggi. Soal kerugian negara, hingga saat ini pihaknya masih menghitung jumlah yang teridentifikasi. Kejaksaan Agung juga akan mengarahkan perkara ini pada kerugian perekonomian negara. Karena itu, pertanggungjawaban dari pihak korporasi juga akan disasar.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Hamparan perkebunan kelapa sawit di kawasan Sei Mangkei, Kecamatan Bosar Maligas, Simalungun, Sumatera Utara, Senin (12/3/2018).
Secara terpisah, pengajar hukum pidana Universitas Parahyangan, Bandung, Agustinus Pohan, menilai, konstruksi pidana yang dibangun Kejagung sebenarnya mengarah pada Pasal 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Terdapat tindakan melawan hukum yang dilakukan dengan permufakatan penerbitan izin ekspor kepada sejumlah perusahaan yang tidak memenuhi syarat.
Selain itu, ada pula indikasi kerugian keuangan negara yang masih dihitung. Kerugian itu setidaknya berasal dari kelangkaan yang terjadi serta bantuan langsung tunai minyak goreng yang harus dikeluarkan negara. Namun, untuk memenuhi unsur di pasal itu, Kejaksaan Agung juga perlu memenuhi unsur lain, yakni kejahatan telah memberi keuntungan kepada individu atau korporasi.
”Sangat penting untuk tidak hanya menersangkakan individu, tetapi juga perusahaan. Sebab, ini nilainya akan sangat besar, dan keuntungan paling besar setidaknya ada di perusahaan,” kata Pohan. (NIA/HEN/SYA/DEA)