MPR Segera Putuskan Bentuk Hukum Pokok-pokok Haluan Negara
Pimpinan MPR dijadwalkan menerima hasil kajian bentuk hukum dan substansi Pokok-Pokok Haluan Negara dari Badan Pengkajian MPR pada 7 Juli 2022. Diusulkan haluan negara dibentuk tanpa amendemen konstitusi.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembahasan Pokok-pokok Haluan Negara atau PPHN di tingkat Badan Pengkajian dan Komisi Ketatanegaraan Majelis Permusyawaratan Rakyat telah tuntas. Menurut rencana, bentuk hukum PPHN akan diputuskan dalam rapat gabungan MPR pada Juli mendatang. Namun, sesuai kesepakatan saat pengkajian, kemungkinan besar pembentukan PPHN diusulkan tanpa harus mengamendemen konstitusi.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo melalui keterangan tertulis, Selasa (7/6/2022), mengatakan, MPR telah memiliki substansi Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) yang disusun oleh Badan Pengkajian MPR. Substansi itu diintegrasikan dari rekomendasi Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR dan masukan para pakar dari berbagai bidang.
Menurut rencana, substansi PPHN akan diserahkan oleh Badan Pengkajian MPR kepada pimpinan MPR pada 7 Juli mendatang. Setelah menerima hasil kajian tersebut, pimpinan MPR bersama fraksi partai politik dan kelompok DPD akan mengambil keputusan, termasuk mengenai bentuk hukum PPHN, melalui rapat gabungan MPR yang akan diselenggarakan pada pertengahan Juli. “Dalam rapat gabungan juga akan dibahas bentuk hukum yang ideal terhadap PPHN,” kata Bambang.
Ia menambahkan, berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan Badan Pengkajian MPR dengan pakar, akademisi, dan praktisi, ada tiga pilihan bentuk hukum PPHN. Pertama, diatur dalam Undang-Undang Dasar. Kemudian diatur melalui Ketetapan MPR (Tap MPR), atau melalui undang-undang (UU). Nantinya, rapat gabungan akan memilih dan memutuskan satu dari tiga pilihan tersebut.
Bambang menjelaskan, substansi PPHN memuat prinsip-prinsip direktif untuk memberikan arah pencapaian tujuan negara. Hal itu mempertemukan nilai luhur Pancasila dengan aturan dasar yang ada dalam konstitusi. Substansi PPHN juga merupakan kerangka operasional pembangunan dalam tiga ranah, yakni karakter dan kualitas manusia, kelembagaan sosial politik dan tata kelola pemerintahan, serta ekonomi dan kesejahteraan. Hal itu penting karena tiga ranah yang dimaksud saling terkait satu sama lain.
Selain itu, Bambang menjamin bahwa pembahasan PPHN tetap akan melibatkan publik sejak awal hingga akhir. Setelah memutuskan bentuk hukum dan substansi pada rapat gabungan, pihaknya akan menyosialisasikannya kembali ke seluruh pergiruan tinggi di 34 provinsi.
Tanpa amendemen
Secara terpisah, Ketua Badan Pengkajian MPR Djarot Saiful Hidayat membenarkan, telah menyelesaikan kajian bentuk hukum dan substansi PPHN. Hasil kajian akan diserahkan kepada pimpinan MPR pada 7 Juli mendatang.
Badan Pengkajian MPR menghindari amendemen terbatas. Sebab, jika dilakukan saat ini dapat membuka kotak pandora. Amendemen terbatas bisa memicu munculnya usulan-usulan lain di luar haluan negara
Dalam diskusi yang berkembang selama pembahasan, tambahnya, memang muncul tiga opsi bentuk hukum PPHN. Mulai dari diatur dalam UUD 1945, Tap MPR, hingga dalam bentuk UU.
Jika haluan negara diatur dalam UUD 1945, tambah Djarot, maka dibutuhkan amendemen konstitusi. Begitu juga jika diatur dengan Tap MPR, haluan negara bisa dibentuk dengan atau tanpa amendemen.
Namun, Badan Pengkajian MPR menghindari amendemen terbatas. Sebab, jika dilakukan saat ini dapat membuka kotak pandora. Amendemen terbatas bisa memicu munculnya usulan-usulan lain di luar haluan negara.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa keputusan final nantinya berada di tangan pimpinan MPR dan gabungan fraksi pada rapat gabungan. “Badan Pengkajian tetap merekomendasikan tanpa amendemen,” kata Djarot.
Terkait substansi, ia menjelaskan, haluan negara merupakan garis-garis besar yang memberikan arah tujuan Indonesia dalam jangka panjang. Ini akan menjadi terjemahan UUD 1945 yang mewujud dalam bentuk cetak biru pembangunan dan tidak bersifat teknoratis seperti UU.
Selama pembahasan berlangsung, berkembang pula gagasan agar haluan negara juga memuat visi dan misi presiden serta kepala daerah. Ini berlaku bagi siapa pun yang terpilih dari proses elektoral, karena hingga saat ini, tidak ada kesamaan dan kesinambungan visi presiden dan kepala daerah. Padahal, semestinya mereka disatukan oleh nilai yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945.
“Dengan adanya visi dan misi yang sama itu, para calon pemimpin tinggal membuat program, kebijakan, dan skala prioritas untuk mewujudkannya,” kata Djarot.
Anggota Badan Pengkajian MPR Hendrawan Supratikno menambahkan, rencana untuk mengambil keputusan tentang badan hukum PPHN dalam rapat gabungan merupakan langkah prosedural untuk menganulir keputusan MPR pada periode sebelumnya. MPR periode 2014—2019 telah membuat rencana amendemen konstitusi yang dilegitimasi dalam bentuk Tap MPR. Saat itu, keputusan diambil melalui rapat gabungan. “Jadi, kalau mau menganulir itu, harus di rapat yang setingkat, yakni rapat gabungan,” katanya.
Menurut dia, kemungkinan besar akan didapatkan suara bulat untuk membentuk PPHN tanpa amendemen konstitusi dalam rapat gabungan nantinya. Sebab, gagasan tersebut diusung oleh PDI-P sebagai fraksi dengan jumlah kursi terbesar. Ide tersebut juga akan mendapatkan dukungan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang mendukung penguatan lembaganya melalui PPHN.
Hendrawan melanjutkan, Badan Pengkajian MPR pun sedang membahas lima topik tentang optimalisasi peran lembaga negara. Semua bertolak dari asumsi bahwa tidak ada amendemen konstitusi yang dilakukan oleh MPR periode 2019—2024. “Misalnya, bagaimana memperkuat DPD, tetapi tanpa mengubah UUD 1945. Jadi, tidak ada masalah,” ujarnya.