Geopolitik Soekarno untuk Membangun Tata Dunia Baru
Lewat disertasinya, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menunjukkan pemikiran geopolitik Presiden Soekarno masih relevan hadapi tantangan global yang dinamis. Pancasila jadi ideologi geopolitik wujudkan kepentingan nasional.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
DOKUMENTASI PDI-P
Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekaroputri, memberikan ucapan selamat kepada Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto yang baru meraih gelar doktor. Hasto memperoleh gelar doktor dengan predikat summa cum laude dari Universitas Pertahanan di Aula Merah Putih Universitas Pertahanan, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Senin (6/6/2022).
BOGOR, KOMPAS — Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto meraih gelar doktor dengan predikat summa cum laude dari Universitas Pertahanan. Melalui disertasinya, Hasto menunjukkan bahwa pemikiran geopolitik Presiden ke-1 RI Soekarno masih sangat relevan dalam upaya bangsa ini menghadapi tantangan global yang semakin dinamis.
Hasto menyandang gelar doktor bidang ilmu pertahanan RI yang ke-19 setelah melalui sidang promosi terbuka program doktor Universitas Pertahanan (Unhan) di Aula Merah Putih Unhan, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Senin (6/6/2022). Dalam sidang tersebut, Hasto memaparkan disertasinya yang berjudul "Diskursus Pemikiran Geopolitik Soekarno dan Relevansinya terhadap Pertahanan Negara".
Hasto mengatakan, konstelasi geopolitik saat ini masih diwarnai pertarungan hegemoni yang memperebutkan sumber daya alam, penguasaan pasar, dan unjuk kekuatan militer. Dalam pertarungan geopolitik tersebut, Asia Pasifik menjadi pivot geopolitik sebagaimana telah digambarkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1930.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto meraih gelar doktor setelah memaparkan disertasinya yang berjudul Diskursus Pemikiran Geopolitik Soekarno dan Relevansinya terhadap Pertahanan Negara di Universitas Pertahanan, Sentul, Bogor, Senin (6/6/2022).
Menurut Hasto, di tengah pertarungan hegemoni tersebut, pemikiran geopolitik Soekarno dapat menjadi alternatif solusi terhadap berbagai persoalan geopolitik dunia. Dalam kerangka pemikiran geopolitik Soekarno, Pancasila ditempatkan sebagai ideologi geopolitik guna perjuangan mewujudkan kepentingan nasional melalui diplomasi luar negeri dan pertahanan bagi tata dunia baru.
”Ciri pokok pemikiran geopolitik Soekarno adalah Pancasila sebagai ideologi geopolitik guna membangun tata dunia baru melalui penggalangan solidaritas bangsa yang mengedepankan koeksistensi damai, bagi struktur dunia yang lebih berkeadilan,” ujar Hasto.
Dalam sidang promosi doktor Hasto itu, hadir pula sebagai penguji eksternal Presiden ke-5 RI yang juga Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Dalam sidang promosi doktor Hasto itu, hadir sebagai penguji eksternal Presiden ke-5 RI yang juga Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri; Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian; Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan; Rektor Universitas Jakarta Komarudin, Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Indonesia Evi Fitriani, dan Guru Besar Universitas Trisakti S Pantja Djati.
Adapun penguji internal meliputi Banyu Perwita, Irdham Ahmad, Mayjen Joni Widjayanto, yang juga bertindak sebagai ketua sidang, dengan didampingi sekretaris sidang Herlina Saragih.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto memaparkan disertasinya berjudul Diskursus Pemikiran Geopolitik Soekarno dan Relevansinya terhadap Pertahanan Negara” di Universitas Pertahanan, Sentul, Bogor, Senin (6/6/2022).
Selama menjadi mahasiswa, Hasto setidaknya menulis empat buku, di antaranya berjudul Suluh Kebangsaan, Politik Membangun Peradaban, serta Pengantar Diskursus Geopolitik Soekarno dan Relevansinya. terhadap Pertahanan Negara.
Di luar itu, Hasto menulis 13 karya yang diterbitkan di sejumlah jurnal nasional ataupun internasional. Penulisan dilakukan bersama mantan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Rektor Unhan Laksamana Madya Amarulla Octavian, dan Letnan Jenderal (Purn) I Wayan Midhio.
Hasto melanjutkan, pemikiran geopolitik Soekarno yang berbasis pada Pancasila itu, salah satunya, diimplementasikan dalam proses pembebasan Irian Barat. Pembebasan Irian Barat diperjuangkan mati-matian oleh Soekarno sebagai kepentingan nasional Indonesia.
Tak hanya bagi Indonesia, geopolitik Soekarno ternyata juga berpengaruh terhadap dunia, antara lain dari kepeloporan dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Gerakan Non-Blok. Hal itu juga ada pengaruhnya di tengah Perang Dingin sehingga dunia tidak lagi terbagi menjadi dua blok. Konstelasi dunia pun berubah menjadi multipolar serta terjadi perubahan struktur Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Tak hanya itu, pengaruh geopolitik Soekarno juga menghasilkan kemerdekaan negara, seperti di Maroko, Tunisia, Aljazair, dan Sudan, yang terjadi atas campur tangan Presiden Soekarno. ”Atas dasar peran tersebut, Presiden Soekarno mendapat gelar pendekar dan pahlawan kemerdekaan bangsa Islam,” ucap Hasto.
Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta di depan Gedung Merdeka, Kota Bandung, tempat pelaksanaan Konferensi Asia Afrika tahun 1955.
Hasto menegaskan, salah satu kunci dari implementasi geopolitik Soekarno dalam menghadapi tantangan geopolitik kontemporer saat ini adalah perlunya kepemimpinan nasional yang memahami pemikiran geopolitik tersebut. Dengan begitu, Indonesia akan mampu memberikan alternatif bagi perdamaian dunia.
”Itulah Indonesia, harusnya ke depan. Inilah yang kami harapkan jadi diskursus di dalam memilih calon presiden melalui Pemilu 2024 yang akan datang, juga harus memiliki pandangan geopolitik. Harus kita uji kemampuan dalam menjadikan Indonesia sebagai pemimpin di antara bangsa-bangsa di dunia,” kata Hasto.
Sidang promosi doktor pada Senin itu sangat berharga bagi Hasto karena bertepatan dengan ulang tahun ke-121 Bung Karno. Untuk itu, ia pun mempersembahkan disertasinya itu kepada Bung Karno dan Megawati Soekarnoputri untuk menggelorakan kembali semangat kepemimpinan Indonesia bagi dunia.
Hasto menegaskan, salah satu kunci dari implementasi geopolitik Soekarno dalam menghadapi tantangan geopolitik kontemporer saat ini adalah perlunya kepemimpinan nasional yang memahami pemikiran geopolitik tersebut.
Sangat relevan
Saat dimintai tanggapan soal disertasi Hasto, Megawati Soekarnoputri mengawalinya dengan bercerita mengenai perjalanan Hasto dalam mempersiapkan disertasinya. Suatu ketika, Hasto menyampaikan niatnya mengambil studi geopolitik kepada Megawati.
Megawati pun menanggapi bahwa ilmu geopolitik tergolong gampang-gampang susah. Sebab, saat ini, dari sisi akademis, ilmu tersebut tidak populer. Ilmu itu pertama kali dikenalkan oleh Bung Karno ketika meresmikan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) pada 20 Mei 1965.
Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekaroputri, menjadi salah satu penguji pada sidang promosi doktor Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, di Aula Merah Putih Universitas Pertahanan, Sentul, Bogor, Senin (6/6/2022).
Untuk itu, sejak awal Megawati meminta Hasto mengerjakan disertasinya dengan maksimal. Hasto diminta untuk membuang teori lain dan hanya berpikir dengan cara Bung Karno. ”Geopolitik (Bung Karno) itu menurut saya hanya sebuah implementasi dari Pancasila,” katanya.
Megawati melanjutkan, Bung Karno pernah berpidato di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berjudul ”To Build the World a New”. Menurut dia, substansi pidato itu masih sangat relevan dengan situasi dunia yang terus berganti dari masa ke masa. Apalagi, saat ini daftar ketegangan antarnegara semakin panjang, mulai dari konflik Rusia-Ukraina; di Semenanjung Korea; hingga di Timur Tengah, seperti Suriah, Libya, Iran, dan Palestina.
Melalui keterangan video, Presiden Joko Widodo melihat studi pemikiran geopolitik Bung Karno yang dilakukan Hasto sangat relevan secara akademik. Selain itu, menurut Presiden, studi tersebut juga sangat dibutuhkan dalam menghadapi situasi geopolitik dunia yang sangat dinamis saat ini.
Presiden meyakini, buah pemikiran atas studi ini akan memperkaya pemikiran dan gagasan bagi studi-studi geopolitik. Hal itu juga dapat dijadikan pijakan bagi para pihak, terutama pemimpin bangsa dan pembuat kebijakan, untuk memahami situasi geopolitik global secara jernih. "Sehingga mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan yang tepat bagi kepentingan nasional serta untuk kemajuan dan kejayaan bangsa dan negara," ujarnya.