Piknik Presiden di Bali Safari dan Kisah Kedekatan Para Kepala Negara dengan Satwa
Presiden Jokowi sekeluarga libur Lebaran dengan berwisata di Bali Safari and Marine Park, Gianyar. Kecintaan pada satwa diperlihatkan. Tak hanya Presiden Jokowi, presiden terdahulu pun punya kisah kedekatan dengan satwa.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, MAWAR KUSUMA WULAN KUNCORO MANIK, NINA SUSILO
·6 menit baca
Melintasi berbagai era, kecintaan pada beragam satwa tercatat melekat di diri setiap Presiden Republik Indonesia. Presiden Soekarno, misalnya, tak tahan melihat burung-burung terkurung dalam sangkar. Presiden Soeharto pun terpikat kokok ayam bekisar jantan. Adapun Presiden Joko Widodo gemar memelihara beberapa binatang seperti domba garut hingga ikan di Istana Kepresidenan Bogor.
Kecintaan pada satwa ini pula yang agaknya mendasari Presiden Jokowi dan Ibu Iriana Joko Widodo memilih mengajak anak beserta cucu berwisata melihat satwa di Bali Safari and Marine Park, Kabupaten Gianyar, pada liburan Lebaran di Bali, Kamis (5/5/2022). Sepanjang perjalanan menggunakan shuttle bus, Presiden tampak sibuk bercakap-cakap dengan cucu-cucunya tentang binatang yang dijumpai.
Presiden dan keluarganya lantas menyaksikan jerapah lalu gajah. Cucu pertama Presiden, Jan Ethes Srinarendra, segera berseru, ”Kalau itu gajah!” Presiden Jokowi lantas menimpali, ”Gajah..., gajah....” Percakapan dengan cucu-cucunya tentang satwa yang dijumpai seperti ini tampak terus mengalir sepanjang jalan.
Selama menyusuri trek tersebut, Presiden beserta keluarga bertemu dengan beragam satwa langka dari Indonesia, India, dan Afrika. Petugas Bali Safari and Marine Park lantas memberi penjelasan terkait binatang yang dijumpai, termasuk tentang si gajah.
”Mereka ini bisa memproduksi kotoran yang banyak, ya. Nah, kami gunakan untuk pupuk kompos dan juga pembuatan kertas di sini,” ujarnya.
Presiden duduk di dekat kaca bus sambil memangku cucu-cucunya, La Lembah Manah dan Panembahan Al Nahyan Nasution, secara bergantian. Tak jarang, mereka melambaikan tangan untuk menyapa binatang dari dalam bus yang mereka tumpangi. Ketika melewati lokasi singa, cucu-cucu tampak antusias. ”Singa dada.... Singa dada...,” kata Presiden Jokowi sembari menyusuri trek yang telah ditentukan.
Selain mengikuti wisata safari, cucu-cucu Presiden memberi makan harimau putih bernama Anjani di area Ranthambore Bali Safari and Marine Park. Jan Ethes dan Sedah Mirah tak takut memberikan potongan daging menggunakan capit kepada Anjani.
Setelah memberi makan harimau putih, Presiden beserta keluarga meninggalkan Bali Safari and Marine Park untuk kembali ke Istana Kepresidenan Tampaksiring. Sepanjang perjalanan, Presiden Jokowi sesekali menyapa pengunjung yang berpapasan di Bali Safari and Marine Park. ”Sehat, sehat, semua, sehat,” kata Kepala Negara.
Burung tanpa sangkar
Kecintaan terhadap satwa pun lekat dengan pribadi Bung Karno, Presiden pertama Republik Indonesia. Hal ini, antara lain, dikisahkan oleh salah satu ajudan Bung Karno, yakni Bambang Widjanarko, dalam bukunya yang berjudul Sewindu Dekat Bung Karno.
Suatu hari datang seorang tamu yang menyerahkan burung nuri raja kepada Bung Karno. Kepada sang tamu, Bung Karno bertanya apakah dirinya boleh berbuat apa saja terhadap burung yang telah diberikan tersebut. ”Tentu saja terserah Bapak mau diapakan burung ini,” jawab sang tamu.
Bung Karno pun mengajak si tamu menuruni tangga Istana dan berdiri di pinggir taman. Sejurus kemudian Bung Karno segera memerintahkan seorang pengawal membuka sangkar dan melepaskan burung yang indah itu. ”Pak, burung itu akan jauh lebih senang bila ia lepas bebas dapat terbang ke mana-mana. Biarkanlah ia merdeka, seperti kita pun ingin merdeka selama-lamanya,” kata Bung Karno kepada sang tamu.
Burung itu akan jauh lebih senang bila ia lepas bebas dapat terbang ke mana-mana. Biarkanlah ia merdeka, seperti kita pun ingin merdeka selama-lamanya.
Bung Karno tidak suka melihat burung di dalam sangkar. Di semua istana tidak diizinkannya orang memelihara burung dalam sangkar. Bung Karno senang melihat burung terbang bebas, hinggap di ranting-ranting pohon, dan berkicau dengan riangnya.
Perihal ketidaksukaan Bung Karno memelihara burung dalam sangkar ini telah terlihat jejaknya sejak masa pembuangan di Bengkulu. Saat di pengasingan itu, Bung Karno sempat mencoba memelihara 50 ekor gelatik dan sepasang burung barau-barau. Namun, Bung Karno merasa tidak tenang dan tidak tega melihat sesuatu dikurung dalam sangkar sehingga kemudian dilepaskannya burung-burung itu.
Terkesan wajar di Indonesia, tetapi memelihara burung dalam sangkar ternyata menimbulkan tanya bagi warga negara lain. Saat beberapa tahun lalu pergi ke Etiopia, misalnya, Kompas pernah bercerita kepada warga setempat tentang kebiasaan sebagian warga di Indonesia yang menaruh burung dalam sangkar. Orang Etiopia tersebut heran dan sontak bertanya, ”Kenapa kalian melakukan itu? Apa gunanya menaruh burung di sangkar?”
Kembali ke masa Bung Karno menjalani pengasingan di Bengkulu, saat itu dia pernah pula memiliki dua ekor anjing Dachshund yang diterimanya dari Jimmy, seorang pemuda Belanda. Pemberian ini karena Bung Karno tidak mau dibayar meski sempat mengajar privat bahasa jawa kepada Jimmy selama setahun.
”Ah, aku benar-benar sayang pada anjing-anjing itu. Mereka tidur di kamarku. Aku memanggil mereka dengan mengetuk-ngetukkan lidahku. ’Tuktuktuktuk’. Dan, karena aku tidak pernah memberinya nama, mereka dikenal sebagai Ketuk Satu dan Ketuk Dua,” kata Bung Karno dalam otobiografi berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis Cindy Adams.
Sementara itu OG Roeder, dalam bukunya yang berjudul Anak Desa Biografi Presiden Soeharto, menulis mengenai sebuah akuarium dengan aneka ikan menarik di salah satu bagian ruangan kediaman Presiden Soeharto di Jalan Cendana 8, daerah Menteng, Jakarta. Disebutkan pula mengenai ayam bekisar jantan, hasil persilangan ayam hutan liar dengan ayam kampung jinak, yang dipelihara untuk didengarkan suara ”kukuruyuk”-nya di pagi hari.
Satwa di halaman Istana
Sangkar ayam bekisar pun pernah ada di halaman Istana Negara di masa pemerintahan Presiden Soeharto dan Presiden BJ Habibie. Hal ini tercatat dalam sebuah ficer di halaman 1 Kompas, 12 Januari 2001, yang berjudul Cerita Gado-gado Istana Kepresidenan. Tertulis di sana, antara lain, mengenai halaman Istana yang terdapat beberapa sangkar unggas seperti ayam bekisar, burung cenderawasih, dan binatang-binatang peliharaan lainnya yang diwariskan oleh pemerintahan Soeharto.
Sementara itu, Asti Kleinsteuber dalam buku Istana-Istana Kepresidenan juga menyinggung flora dan fauna di lingkup Istana Kepresidenan. Dia menulis, antara lain, mengenai halaman luas pelataran bagi Istana Merdeka, Istana Negara, dan Wisma Negara yang menjadi surga bagi berbagai macam burung. Di masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri ditanam pohon salam di halaman ini untuk mengundang burung-burung bebas.
Istana Bogor sendiri sejak dulu memiliki ratusan rusa tutul (Axis axis). Satwa ini terus berada di sana, termasuk di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Presiden Jokowi. Di awal 2022, Presiden Jokowi pun menikmati suasana tahun baru dengan momong kedua cucunya, Jan Ethes dan Sedah Mirah, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Beragam aktivitas dilakukan Presiden Jokowi untuk menemani cucunya, termasuk memberi makan sekawanan rusa yang dipelihara di Istana Kepresidenan Bogor tersebut. Rusa-rusa berbulu lembut warna coklat dengan totol-totol putih itu pun berkerumun dan dengan lahap menyantap pakan yang dilemparkan Presiden Jokowi dan Jan Ethes dari ember pakan berwarna oranye.
Presiden Jokowi pun sehari-hari memelihara beberapa jenis hewan di Istana Kepresidenan Bogor. Sejak menjabat presiden dan tinggal di Istana Bogor, beberapa domba garut dipelihara dan beranak pinak. Selain itu, masih ada ikan-ikan di kolam Istana yang membuat aktivitas ringan memberi makan ikan bisa menjadi pelepas penat.
Kecintaan kepala negara pada satwa dari masa ke masa dinilai sebagai suatu hal yang manusiawi. Kecintaan ini diharapkan juga punya dampak langsung pada perbaikan terkait kesejahteraan hewan di Indonesia. Dokter hewan Rini Kumala berharap pemerintah dapat lebih memperkuat hukum untuk meminimalkan kejadian penyiksaan terhadap hewan yang masih terjadi di Indonesia.
Salah satunya, pemerintah diharapkan mendorong pemotongan hewan yang lebih mengedepankan kesejahteraan hewan (animal welfare). ”Banyak kasus penyiksaan terhadap hewan yang orang enggak tahu kalau itu ada hukumnya,” tambah Rini.
Kehidupan manusia tak lepas dari keberadaan flora dan fauna. Seperti halnya ungkapan tak kenal maka tak sayang, pengenalan terhadap tumbuhan dan hewan pun menjadi titik masuk untuk mencintai flora dan fauna. Dan, selanjutnya, melekat pada rasa sayang terhadap satwa itu adalah tekad untuk juga mengedepankan kesejahteraan hewan.