Setelah dua tahun terkendala pandemi Covid-19, perayaan Idul Fitri kali ini menjadi momentum untuk memperkuat persaudaraan di tengah keberagaman bangsa.
Oleh
Tim Kompas
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Sukacita berkumpul bersama keluarga dan bersilaturahmi langsung antar-anak bangsa kembali mewarnai suasana Idul Fitri di berbagai penjuru Nusantara. Terlebih setelah dalam dua tahun terakhir, perjumpaan langsung terkendala pandemi Covid-19. Maka, jadilah perayaan Idul Fitri kali ini sekaligus sebagai momentum untuk memperkuat kohesi sosial.
Presiden Joko Widodo turut bersukacita berkumpul bersama keluarga di Istana Kepresidenan Yogyakarta. Menurut rencana, Presiden bersama keluarga besar akan melanjutkan berlibur di Istana Tampaksiring, Bali, mulai Rabu (4/5/2022) hingga masa libur Idul Fitri berakhir. Adapun Wapres Ma’ruf Amin beserta Nyonya Wury berkumpul bersama keluarga besar di pondok pesantren milik Ma’ruf Amin, yakni Pondok Pesantren An Nawawi, Tanara, Kabupaten Serang, Banten.
Di sela sukacita bisa berkumpul kembali bersama keluarga, silaturahmi secara langsung antarsesama anak bangsa juga terlihat semarak di mana-mana. Warga saling berkunjung, dari lingkungan terdekat hingga yang jauh dari tempat tinggal. Karena itu, tak heran, kemacetan terjadi di sejumlah ruas jalan utama dan penghubung antarkota saat Idul Fitri.
Khatib shalat Idul Fitri 1443 Hijriah di Masjid Istiqlal, Jakarta, Senin (2/5), Noor Achmad, dalam khotbahnya, menyampaikan, perayaan Idul Fitri harus menjadi media untuk memperkuat persaudaraan sesama umat manusia, sesama umat Islam, dan sesama anak bangsa. Keberagaman suku, agama, ataupun ras di Indonesia harus dipahami sebagai sebuah keniscayaan.
Al Quran pun mengajarkan agar keberagaman disikapi dengan saling memahami dan mengerti. Bahkan, Nabi Muhammad SAW melalui perjanjian Madinah berhasil membangun masyarakat yang multiagama, etnik, dan latar belakang. ”(Masyarakat) Yang dapat hidup berdampingan di atas fondasi kesepahaman, kesetiakawanan, dan sepenanggungan,” kata Noor.
Gotong royong
Spirit mulia itu juga telah diteladani para pendiri bangsa dalam menyusun formulasi dan struktur kehidupan bernegara. Dalam konteks sosial, bangsa Indonesia dengan keberagamannya juga telah terbukti dapat menghadapi segala musibah dengan semangat gotong royong.
Semangat itu, misalnya, terlihat saat bangsa menghadapi pandemi Covid-19, dan rasa syukur pada Idul Fitri kali ini harus dijadikan momentum untuk terus memiliki semangat bergotong royong dan bersolidaritas. Idul Fitri juga mesti dijadikan momentum untuk menghadirkan nilai-nilai positif guna menangkal anasir-anasir negatif yang bisa merusak tatanan kehidupan.
Turut menunaikan shalat Idul Fitri di Masjid Istiqlal Wapres Ma’ruf Amin beserta Ibu Wury Ma’ruf Amin. Adapun Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo menjalankan shalat Idul Fitri di halaman Gedung Agung, Istana Kepresidenan Yogyakarta.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta Masmin Afif, saat menjadi khatib shalat Idul Fitri di halaman Gedung Agung, juga menekankan pentingnya momentum Idul Fitri untuk memperkuat persaudaraan.
”Idul Fitri adalah momentum emas untuk memperkuat solidaritas kemanusiaan kita dengan saling peduli, berbagi, dan menghargai. Saling merajut silaturahmi, menyapa, dan memaafkan serta mengaktualisasikan nilai-nilai fitrah dalam perbuatan nyata dan perilaku mulia,” ucap Masmin.
Guru Besar Ilmu Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra mengatakan, pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir membuat kohesi sosial goyah. Banyak warga tidak mudik sehingga tidak bisa bertemu secara fisik saat Idul Fitri.
”Ikatan paguyuban yang berkurang itu kemudian dengan momentum Idul Fitri tahun ini memperkuat kohesi sosial berbasis keagamaan yang dikonkretkan melalui gotong royong,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (3/5).
Idul Fitri juga menjadi momentum memperkuat solidaritas ekonomi yang terimbas pandemi. Hal ini dapat diwujudkan dalam tiga aspek, yaitu filantropi Islam salah satunya lewat penyaluran zakat, kemudian aktivitas belanja oleh pemudik, dan remitansi dari tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Menurut dia, ketiga aspek itu menjadi modal penting untuk memulihkan perekonomian yang terdampak pandemi. ”Pemerintah sudah kehabisan banyak dana sehingga tidak punya kemampuan memberikan penyantunan sosial sebanyak itu,” ucapnya. (CAS/NCA/WKM/INA/TAM/NAD)