Pelanggaran Etik Berulang, Lili Dinilai Layak Diberhentikan dari Jabatan Pimpinan KPK
Dewan Pengawas KPK dituntut lebih tegas dan berani untuk menindak Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar karena pelanggaran etik berulang yang dilakukannya. Jika tidak, bisa meruntuhkan integritas dan kredibilitas KPK.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi yang tak menjatuhkan sanksi kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, meski menyatakan Lili telah melakukan kebohongan publik dalam kasus Tanjungbalai, disayangkan. Dewan Pengawas diminta lebih tegas saat menangani kasus dugaan pelanggaran kode etik lainnya oleh Lili, yakni dugaan menerima fasilitas menonton MotoGP 2022 di Mandalika dari Pertamina. Jika kembali terbukti melanggar, Lili dinilai layak diberhentikan.
Pada akhir Agustus 2021, Lili terbukti melanggar etik karena telah menyalahgunakan pengaruh selaku unsur pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi serta berkomunikasi dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK, yakni bekas Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, M Syahrial. Atas pelanggaran tersebut, Lili dijatuhi sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama satu tahun.
Pada Rabu (20/4/2022), Dewas KPK menyatakan, Lili telah terbukti melakukan kebohongan dalam jumpa pers pada 30 April 2021. Saat jumpa pers itu, Lili menepis telah menjalin komunikasi dengan M Syahrial terkait penanganan perkara. Namun, Dewas memutuskan tak melanjutkan kasus itu ke tahap sidang etik karena menganggap sanksi untuk Lili telah diserap dalam kasus komunikasi dengan M Syahrial.
Hal itu diketahui melalui surat Dewas KPK nomor R-978/PI.02.03/03-04/04/2022 tertanggal 20 April 2022, yang ditujukan kepada pihak pelapor atas nama Benydictus Siumlala Martin Sumarno dkk. Surat itu ditandatangani oleh anggota Dewas KPK, Harjono.
Pada pertengahan April 2022, Lili kembali dilaporkan ke Dewas atas dugaan menerima fasilitas, salah satunya tiket menonton MotoGP 2022 di Sirkuit Internasional Mandalika, Nusa Tenggara Barat, dari Pertamina. Bahkan, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati seharusnya dimintai keterangan oleh Dewas pada Kamis (21/4/2022).
Anggota Dewas KPK, Albertina Ho, mengatakan, Dewas telah meminta klarifikasi terhadap pihak Pertamina. Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut identitas pihak Pertamina yang hadir tersebut.
Dewas KPK pun mengimbau pihak-pihak yang memiliki informasi tentang dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Lili agar kooperatif dalam memberikan keterangan.
”Harapan kami, dari Dewas, pihak-pihak itu kooperatif kasih keterangan apa adanya sehingga bisa lebih cepat selesai. Kalau keterangan diberikan tidak apa adanya, tidak selesai-selesai nanti,” ujar Albertina.
Meruntuhkan integritas
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, menilai, pelanggaran etik Lili terkait kasus Tanjungbalai dan pelanggaran etik kebohongan publik oleh Lili tidak tepat disatukan. Sebab, masing-masing mempunyai bobot pelanggaran etik beratnya sendiri. ”Kedua pelanggaran itu menjadikannya sangat tercela dan layak diberhentikan,” ujar Azyumardi.
Apalagi terkait laporan dugaan menerima gratifikasi saat menonton balapan MotoGP Mandalika, lanjut Azyumardi, ini bisa menjadi semacam gratifikasi yang dapat menghalangi KPK dalam melakukan tugas penyidikan di Pertamina jika ada kasus. Karena itu, jika laporan ini terbukti, menurut Azyumardi, Lili harus diberhentikan.
”Seharusnya, Lili diberhentikan karena telah melakukan perbuatan sangat tercela dan meruntuhkan integritas dan kredibilitas KPK. Apalagi dia sudah berulang kali melakukan pelanggaran etik KPK,” kata Azyumardi.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, pun menyayangkan sikap Dewas yang tidak menjatuhkan hukuman kepada Lili meski telah terbukti melakukan kebohongan publik dalam jumpa pers, 30 April 2021. Lagi-lagi, ICW melihat Dewas bertindak sebagai benteng pengaman bagi pimpinan KPK.
”Dengan sudah dibenarkannya tindakan kebohongan tersebut, untuk itu ICW meminta agar Lili segera mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK. Sebab, dia sudah tidak pantas lagi menduduki posisi sebagai pimpinan KPK,” ujar Kurnia.
Atas kejanggalan hasil pemeriksaan Dewas, ICW berharap, hal ini tidak terulang kembali dalam penanganan dugaan pelanggaran kode etik pemberian tiket MotoGP Mandalika dan fasilitas penginapan. Dewas mesti obyektif, transparan, dan berani untuk menindak serta membersihkan KPK dari orang-orang bermasalah, seperti Lili.