Perihal Rencana Pernikahan Ketua MK
Pernikahan adalah hak setiap orang. Namun, bagaimana jadinya jika rencana pernikahan itu datang dari Ketua MK yang akan mempersunting adik Presiden Jokowi?
Posisi Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman akan menjadi pelik setelah menikah dengan adik dari Presiden Joko Widodo, Idayati. Hal itu khususnya terkait dengan jabatan Anwar sebagai Ketua MK. Berdasarkan informasi yang beredar, pernikahan akan digelar pada 26 Mei 2022 di Solo, Jawa Tengah, dan 28 Mei di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Sinyal mengenai bersatunya keluarga besar Presiden Jokowi dengan Anwar disampaikan sendiri oleh Anwar saat memberikan sambutan dalam acara penyerahan Surat Keputusan Gelar Profesor Kehormatan dari Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) pada 11 Maret lalu. Anwar mengungkap bahwa pada pelantikannya sebagai guru besar pada 25 Maret kemungkinan akan dihadiri ”Putri Solo” dan bahwa dirinya akan memiliki acara khusus dengan Jokowi pada keesokan harinya.
Petunjuk lebih terang disampaikan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden, pada 21 Maret lalu. Ia membenarkan bahwa bibinya akan menikah dengan Anwar. Pernyataan Gibran mengonfirmasi desas-desus yang sudah beredar sejak awal Maret mengenai rencana pernikahan kedua Anwar. Seperti diketahui, istri Anwar, Suhada Ahmad Sidik, meninggal pada 26 Februari 2021 karena penyakit jantung.
Tak pelak lagi, rencana pernikahan tersebut membuat dunia hukum ketatanegaraan menghangat. Apalagi, rencana tersebut muncul setelah beragam isu ketatanegaraan mencuat dan menyedot perhatian publik, seperti wacana penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan Presiden, amendemen konstitusi, dan sebagainya. Pada 16 Maret lalu, di MK, Anwar juga menjadi salah satu hakim panel sidang pengujian formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang diajukan oleh Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN).
Baca juga: Seusai Terima SK Guru Besar, Ketua MK Ada ”Acara Khusus” dengan Presiden Jokowi
Pernikahan adalah hak setiap orang, termasuk Anwar. Namun, jika pernikahan terlaksana, posisi Anwar di MK berpotensi menjadi rumit.
Penilaian tersebut di antaranya disampaikan Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari. Bahkan, Feri meminta Anwar untuk mundur dari jabatannya sebagai hakim MK. Sebab, status pernikahan tersebut membuat posisi Anwar menjadi rumit dan berpotensi melanggar prinsip independensi dan prinsip ketakberpihakan menurut Kode Etik Hakim dan Perilaku Hakim Konstitusi (Peraturan MK Nomor 6/PMK/2006).
Tak hanya kode etik, Feri melihat adanya potensi pelanggaran Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang melarang adanya konflik kepentingan dalam pembuatan keputusan atau tindakan.
Seharusnya yang bersangkutan menyadari bahwa Presiden akan menjadi pihak dalam setiap perkara yang ditangani MK. Di dalam pengujian undang-undang, MK menguji produk yang disepakat bersama oleh DPR dengan pemerintah.
MK memiliki lima tugas dan kewenangan, yaitu menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, serta perselisihan hasil pemilu dan pilkada. Selain itu, MK juga wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pelanggaran tersebut (sesuai Pasal 7A UUD 1945), antara lain, melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, terlibat penyuapan, dan tidak pidana lain, atau perbuatan tercela, serta sudah tidak memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.
Menurut Feri, seharusnya yang bersangkutan menyadari bahwa Presiden akan menjadi pihak dalam setiap perkara yang ditangani MK. Di dalam pengujian undang-undang, MK menguji produk yang disepakat bersama oleh DPR dengan pemerintah. Pemerintah adalah presiden dan jajarannya, seperti tercantum dalam Pasal 4 UUD 1945 yang menyatakan Presiden adalah Kepala Pemerintahan. Dalam proses pembahasan rancangan undang-undang, presiden mengeluarkan surat presiden (surpres) yang menunjuk kementerian terkait mewakilnya untuk bersama dengan DPR membahas sebuah RUU. Presiden pula yang menandatangani pengesahan sebuah undang-undang, maksimal 30 hari sejak disepakati bersama oleh DPR dan pemerintah.
Dalam perkara sengketa kewenangan Lembaga negara (SKLN), presiden pun berpotensi menjadi pihak. Begitu pula pembubaran parpol. Pemerintahlah yang meminta MK untuk memutus pembubaran partai yang diajukan. Atau ketika MK harus mengadili pendapat DPR tentang dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan presiden (impeachment).
”Pertanyaannya, kalau seluruh kewenangan MK berkaitan dengan presiden, bagaimana yang bersangkutan mundur dari seluruh persidangan. Kan, lebih bagus mundur dari jabatannya sebagai hakim konstitusi,” ujar Feri.
Tak bisa digeneralisasi
Ketua MK periode 2013-2015 Hamdan Zoelva tidak sependapat dengan Feri. Menurut Hamdan, permasalahan konflik kepentingan akibat pernikahan Anwar Usman dengan adik Presiden Jokowi harus dilihat secara kasuistis, tak dapat dipukul rata untuk semua perkara. Dalam perkara pengujian undang-undang (PUU), menurutnya, tidak ada kaitannya secara langsung. Sebab, dalam pengujian undang-undang, Presiden bukan sebagai pihak langsung. Yang dipersoalkan adalah pembentuk undang-undang, yaitu pemerintah dan DPR.
Baca juga: Putri Solo
”Dalam JR (judicial review), Presiden bukan pihak, tetapi filosofinya mereka hanya memberikan keterangan. Itu presiden bukan pribadi, tapi pemerintah. Bukan Jokowi,” ujar Hamdan.
Lagi pula, menurut dia, dalam proses pengambilan putusan suatu perkara dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH), Ketua MK selalu memberikan pendapat paling belakangan. Posisi ketua MK sangat menentukan ketika terjadi perbedaan pendapat diantara hakim dengan komposisi masing-masing empat hakim. Namun, kejadian seperti itu sangat jarang.
”Kalau kasih pendapat, dia bukan pertama. Bukan penentu. Pengambilan keputusan (di antara hakim MK itu) demokratis sekali. Tradisinya memang ketua berpendapat terakhir. Nggak bisa (mengarahkan). Jadi ini bukan kepala. Ini ketua,” kata Hamdan.
Soal presiden tak terkait langsung dengan perkara PUU, Feri punya pendapat sendiri. Posisi Jokowi sebagai presiden melekat bahkan 24 jam. ”Pemerintah itu siapa? Ya presiden dan jajarannya. Gimana (dalam sebuah UU) tidak ada kepentingan presiden. Undang-undang itu yang tanda tangan siapa? Presiden. Bahkan kopnya saja Presiden RI,” ujarnya.
Konflik kepentingan
Hamdan dan juga Ketua MK periode 2003-2008 Jimly Asshidiqie sepakat bahwa konflik kepentingan yang paling nyata dan terang-benderang bagi Anwar Usman adalah jika harus memimpin persidangan atau ikut menjadi hakim yang memeriksa dan memutus perkara impeachment atau pemakzulan terhadap Presiden yang juga kakak iparnya.
Namun, Jimly mengingatkan, persoalan bakal muncul jika ada perkara-perkara yang sarat kepentingan politik pemerintah baik di dalam perkara PUU atau jenis perkara lain seperti Pemilu dan Pemilihan Presiden 2024 nanti.
Baca juga: Ketua MK Pimpin Panel Uji Formil UU IKN
Selebihnya, menurut Jimly, harus dilihat secara kasuistis. Misalnya, untuk perkara SKLN, tidak ada masalah bagi Anwar untuk menangani perkara itu jika yang terjadi adalah sengketa kewenangan antara Dewan Perwakilan Rakyat dengan Dewan Perwakilan Daerah atau antara Badan Pemeriksa Keuangan dengan Mahkamah Agung. MK pernah menangani perkara sengketa kewenangan terkait dengan lembaga-lembaga tersebut.
”Tapi, supaya adil, tetap tidak boleh digeneralisasi, biar tergantung kasus demi kasus, perkara per perkara di mana para pemohon boleh saja mempersoalkan tentang potensi konflik kepentingan tersebut dan mengajukan permohonan untuk tidak diadili oleh hakim tertentu. Selanjutnya diserahkan pada kearifan hakim yang bersangkutan dan keputusan internal RPH (rapat permusyawaratan hakim) MK untuk menentukannya,” kata Jimly.
Namun, jika nantinya Ketua MK menjadi ipar Presiden Jokowi, Jimly mengingatkan agar para hakim konstitusi pandai membaca denyut nadi rasa keadilan di dalam masyarakat supaya tahu apa yang mesti dilakukan.
Praktik hakim MK yang merasa memiliki konflik kepentingan dan memutuskan tidak ikut menangani sebuah perkara bukan hal baru di MK. Hal itu pernah dilakukan pada saat Hamdan menjadi hakim dan ada perkara pengujian UU Minerba. Ketika itu, Hamdan mundur dari perkara tersebut karena pernah mengajukan uji materi UU yang sama saat belum menjadi hakim konstitusi.
Namun, jika nantinya Ketua MK menjadi ipar Presiden Jokowi, Jimly mengingatkan agar para hakim konstitusi pandai membaca denyut nadi rasa keadilan di dalam masyarakat supaya tahu apa yang mesti dilakukan. Jika dalam satu perkara berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan, perlu ada inisiatif untuk non-aktif yang perkara terkait. Non-aktif artinya tidak ikut sidang, apalagi memimpin sidang serta tidak usah hadir dan memutus dalam RPH. Bagaimanapun juga, kualitas dan integritas demokrasi terus ditingkatkan dengan diiringi oleh respected and respectable judiciary.
”Respected & respectable judiciary, kekuasaan kehakiman yang terhormat dan dihormati, akan lahir dari kepercayaan publik yang terus harus semakin meningkat, bukan malah jadi menurun gara-gara Ketua MK kawin dengan adik Presiden. Karena itu, peristiwa perkawinan bersejarah ini harus dikelola dengan baik oleh MK agar justru jadi peluang untuk membangun kepercayaan, sekalian mendidik dan mencerahkan publik bahwa di tengah goreng menggoreng isu politik, MK tetap bisa tampil lurus untuk kepentingan bangsa dan negara konstitusional Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945,” pungkas Jimly.
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Enny Nurbaningsih saat dimintai tanggapannya mengenai potensi konflik kepentingan status pernikahan Ketua MK dengan adik Presiden Jokowi mengatakan, sebagai lembaga peradilan, MK dalam membuat putusan tidak dapat dikendalikan orang per orang. Termasuk Ketua MK sekalipun. Menurutmya, putusan MK diambil oleh sembilan hakim konstitusi dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) sebagai forum tertinggi.
”Setiap putusan diambil berdasarkan keyakinan masing-masing hakim yang harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sebagaimana irah-irah dalam setiap putusan MK yaitu Demi Keadilan Berdasarkan Tuhan YME,” kata Enny.
Boleh dibilang, perkawinan Ketua MK Anwar Usman dengan adik Presiden Jokowi menjadi ujian MK ke depan untuk membuktikan diri sebagai lembaga peradilan yang independen. Upaya untuk memengaruhi atau ”menguasai” lembaga peradilan politik ini bisa saja dilakukan oleh siapa pun, dengan beragam cara, tetapi kuncinya ada di sembilan pilar penjaga konstitusi. Kita tunggu saja.