Atasi Lonjakan Harga Bahan Pokok Alih-alih Gerilya Menunda Pemilu
Jajak pendapat Litbang "Kompas" pada 7-12 Maret 2022 menunjukkan bahwa sebagian besar publik ingin Pemilu 2024 tetap dilaksanakan pada 14 Februari 2024.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, REGINA RUKMORINI
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada Maret 2022 memperkuat sanggahan terhadap klaim sejumlah elite politik tentang persetujuan mayoritas publik terhadap wacana penundaan pemilu. Para tokoh partai politik dan pemerintah harus kembali bekerja untuk menyelesaikan persoalan masyarakat seperti lonjakan harga sejumlah bahan pokok yang terjadi belakangan. Penundaan pemilu diyakini akan memberikan lebih banyak kerugian dibandingkan kebaikan bagi negara.
Jajak pendapat Litbang Kompas yang dilakukan pada 7—12 Maret 2022 menunjukkan bahwa sebagian besar publik tak ingin pemilu ditunda. Sebanyak 62,3 persen dari total 1.200 responden yang disurvei setuju pemilu tetap digelar pada 14 Februari 2024, seperti yang telah disepakati Komisi Pemilihan Umum (KPU), DPR, dan pemerintah. Pendapat publik ini relatif tidak bias preferensi politik. Sebab, dari dua kelompok pemilih presiden pada 2019, mayoritas ingin pemilu tetap dilaksanakan pada 2024, yakni 54,7 persen dari pemilih Joko Widodo dan 75,4 persen dari pemilih Prabowo Subianto.
Sebanyak 66,7 persen responden menilai, usulan penundaan pemilu hadir demi kepentingan politik. Hanya 23,4 persen yang setuju wacana ini hadir demi pemulihan ekonomi nasional. Mayoritas publik (79,8 persen) juga menilai, Indonesia mampu mengatasi dampak pandemi Covid-19 tanpa harus mengubah atau memperpanjang masa jabatan Presiden.
Hasil jajak pendapat ini sejalan dengan survei yang dilakukan beberapa lembaga terhadap sekitar 1.000 responden dalam kurun waktu Januari—Maret 2022. Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), misalnya, menunjukkan bahwa 82,5 persen publik menolak penundaan pemilu. Dalam survei Lembaga Survei Indonesia (LSI), 71 persen publik menolak perpanjangan masa jabatan. Begitu pula survei Lab45 yang hasilnya 87,18 persen publik kontra terhadap penundaan pemilu.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, sebaiknya semua pihak mematuhi konstitusi dan tidak mencari-cari celah untuk mengamendemen UUD 1945. Sebab, hal itu tidak sejalan dengan semangat reformasi dan akan berdampak buruk bagi kehidupan bangsa. “Penundaan pemilu akan lebih banyak mudaratnya dibandingkan maslahatnya,” ujar dia dihubungi dari Jakarta, Minggu (13/3/2022).
Saat ini, elite parpol dan pemerintah semestinya fokus pada penanganan pandemi Covid-19 dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. Salah satunya kelangkaan dan kenaikan harga bahan pokok yang terus terjadi. “Kemaslahatan umum harus lebih diutamakan dibandingkan dengan kepentingan perseorangan dan golongan,” kata Mu’ti.
Muhammadiyah pun meminta agar para pimpinan parpol tidak memaksakan kehendak. Secara politik, elite memang bisa saja bermanuver. Bahkan dengan kekuasaan yang dimiliki, mereka bisa saja melakukan rekayasa politik dalam bentuk amendemen konstitusi atau yang lainnya demi melanggengkan kekuasaan. Akan tetapi, hendaknya disadari bahwa mereka tidak akan berkuasa selamanya.
“Persoalannya bukan bisa atau tidak bisa, tetapi etis atau tidak. Yang seharusnya bicara adalah hati nurani dan tanggung jawab kebangsaan, bukan nafsu kekuasaan,” kata Mu’ti.
Secara pribadi, Mu’ti mengaku berkomunikasi dengan sejumlah elite politik untuk menyampaikan ketidaksetujuan atas penundaan pemilu. Sejak awal wacana bergulir, ia telah menghubungi Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan yang sepakat dengan wacana tersebut. Namun, tidak ada argumentasi terkait persetujuan yang dikemukakan PAN.
Tak hanya itu, ia juga berkomunikasi dengan tokoh dari Partai Demokrasi Indoenesia Perjuangan (PDI-P), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan beberapa pengambil kebijakan. “Sebagian elite partai sudah jelas menolak penundaan pemilu,” ujar Mu’ti.
Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra mengatakan, sikap para elite, terutama yang menjabat sebagai menteri, yang tak berhenti mewacanakan penundaan pemilu mencerminkan sikap yang tidak sensitif terhadap rakyat. Saat ini masyarakat tengah kesulitan karena kenaikan harga bahan pokok. Presiden Joko Widodo semestinya bisa menertibkan para menteri dan meminta mereka berkonsentrasi bekerja mengatasi kesulitan masyarakat. “Mereka harus bekerja keras melaksanakan tugas, tidak bermanuver politik yang bisa menimbulkan kegaduhan berkepanjangan sehingga mengganggu stabilitas sosial dan politik,” katanya.
Menurut Azra, manuver para elite yang terus terjadi juga terkait dengan pernyataan Presiden yang tidak tegas. Selain mengatakan dirinya tunduk, taat, dan patuh pada konstitusi, semestinya Presiden bisa mengakhiri wacana itu dengan menyatakan secara eksplisit tidak bersedia diperpanjang masa jabatannya.
Wacana penundaan pemilu kembali mengemuka dalam konferensi pers yang dilakukan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (23/2). Muhaimin beralasan, penundaan pemilu merupakan masukan dari kalangan pengusaha dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang ditemuinya agar momentum perbaikan ekonomi tidak hilang (Kompas.id, 24/2/2022).
Setelah dilontarkan Muhaimin, enam dari sembilan parpol yang ada di parlemen menolak gagasan tersebut. Keenam parpol itu adalah PDI-P, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PKS, Partai Nasdem, dan PPP. Sebanyak dua parpol lain, yakni PKB dan PAN mendukung penundaan pemilu. Adapun Golkar mengaku hanya menyerap aspirasi masyarakat dan baru menyatakan akan membicarakan dengan pimpinan parpol lainnya.
Menanggapi hal itu, Presiden Joko Widodo mengatakan, perkembangan wacana seperti penundaan pemilu tidak bisa dilarang karena merupakan bagian dari demokrasi. Namun, semua pihak, termasuk dirinya, harus tunduk, taat, dan patuh pada konstitusi.
“Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan (masa jabatan presiden), menteri, atau partai politik (parpol), karena ini kan demokrasi. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan, semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi,” kata Jokowi (Kompas, 5/3/2022).
Manuver berlanjut
Meski penolakan muncul dari berbagai pihak, manuver para elite politik terkait pengembangan wacana penundaan pemilu diduga masih terus berlanjut. Salah satunya terlihat saat Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menemui Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di Nasdem Tower, Jakarta, Kamis (10/3). Saat itu, keduanya tak menampik bahwa penundaan pemilu merupakan bagian yang mereka bicarakan. Namun, Paloh menegaskan sikap Nasdem yang menolak usulan penundaan pemilu.
Sementara itu, Airlangga mengatakan partainya menyerap aspirasi publik yang menginginkan penundaan pemilu. Sebagaimana dikatakan Presiden, dalam demokrasi aspirasi harus tetap tumbuh dan tidak boleh ditolak. “Ini (penundaan pemilu) perlu dibicarakan secara konsensus antarketua umum partai. Dan kita ini bukan keputusan model Barat, melainkan model Indonesia, musyawarah untuk mufakat,” ujarnya.
Dihubungi dari Jakarta, Minggu (13/3), Ketua DPP Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia, mengatakan, pertemuan antara Airlangga dan Paloh tidak ditujukan khusus untuk membahas penundaan pemilu. Agenda tersebut merupakan bagian dari pertemuan rutin bergilir yang sudah dirancang jauh-jauh hari. Komunikasi antarketua umum parpol penting dilakukan untuk memastikan agenda kerja pemerintah berlangsung dengan baik.
Ia menambahkan, Golkar belum pernah membahas penundaan pemilu secara formal di internal. Sejauh ini pihaknya menjalankan fungsi parpol dalam menyerap dan menyampaikan aspirasi masyarakat. Ia pun tidak memungkiri bahwa Airlangga mendorong agar wacana penundaan pemilu dibahas secara bersama-sama antarparpol dan presiden, bukan dalam agenda yang parsial antara satu parpol dan parpol lainnya. Sebab, Indonesia akan menghadapi tantangan yang berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, sehingga jika ada perubahan, maka harus merupakan hasil konsensus bersama.
Namun, ketika ditanya apakah Golkar akan menjadi inisiator pembahasan itu, ia tidak menjawab. “Kita lihat perkembangan saja, ini kan masih bergulir, ada yang setuju dan ada yang tidak. Sebagai wacana, kita tentu harus menghormati,” kata Doli.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar saat ditemui di sela-sela kunjungannya ke Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (12/3) malam, mengatakan, tetap berharap pemilu ditunda. Setelah dua tahun pandemi Covid-19 berlangsung dan kondisi mulai membaik, pemerintah diharapkan fokus pada pemulihan ekonomi. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka aktivitas ekonomi yang sudah mulai menggeliat dikhawatirkan kembali macet, bahkan berhenti.
“Jangan sampai kita kehilangan momentum untuk menggerakkan roda perekonomian negara,” ujarnya. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah mempertimbangkan kembali pelaksanaan Pemilu 2024. Meski demikian, ia menyerahkan keputusan pada kebijakan dan keputusan pemerintah.
Sementara itu, Ketua Fraksi PAN di DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan, pihaknya memandang usulan penundaan pemilu sah-sah saja. Namun, keputusan yang akan diambil nantinya tergantung pada dinamika politik yang terjadi. Pernyataan politik yang dikemukakan, bisa saja tidak sejalan dengan realitas.