Waspadai Operasi Politik Tunda Pemilu meski Presiden Taat Konstitusi
Meski usulan penundaan Pemilu 2024 ditentang publik, sejumlah parpol pendukung penundaan tak surut. PKB bahkan berencana menggelar diskusi publik untuk mengkaji usulan tersebut.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Sekalipun Presiden Joko Widodo telah menyatakan taat, patuh, dan tunduk terhadap konstitusi, wacana penundaan Pemilu 2024 tidak serta-merta berakhir. Semua pihak harus melihat secara kritis upaya-upaya politik yang tetap menginginkan penundaan pemilu, termasuk dengan mengamendemen konstitusi.
Pada Kamis (10/3/2022), di tengah masih hangatnya usulan penundaan pemilu, sejumlah tokoh politik melakukan pertemuan. Presiden Joko Widodo bersama Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri mengunjungi pusat persemaian bibit di Rumpin, Kabupaten Bogor. Di Jakarta, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menemui Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di Nasdem Tower.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Seusai pertemuan, Surya Paloh menyebutkan, usulan penundaan pemilu sempat didiskusikan. Namun, Nasdem tetap pada posisinya menolak usulan itu dan meminta diskursus terkait hal tersebut dihentikan. Begitu pula Airlangga tetap pada sikapnya. Golkar disebutnya sebatas menyerap usulan penundaan pemilu yang diklaimnya muncul di masyarakat, lantas membahas usulan itu dengan ketua umum partai politik (parpol) lain. Politik disebutnya kesepakatan para ketua umum parpol.
Sementara itu, dari pertemuan Presiden Jokowi dan Megawati, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menampik pertemuan membahas usulan penundaan pemilu. ”Sikap Bu Mega dan Pak Jokowi kan senapas, taat, tunduk dan patuh pada konstitusi. Jadi, karena sudah sama, ya, tidak perlu dibicarakan. Nursery (pusat persemaian) lebih penting bagi masa depan pembangunan yang pro lingkungan,” kata Hasto.
Di antara elite parpol, usul penundaan Pemilu 2024 disampaikan pertama kali oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sekitar dua pekan lalu. Selang beberapa hari, Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan mendukungnya.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, Jumat (11/3/2022), dari hitung-hitungan politik, semestinya wacana penundaan pemilu ini sudah berakhir karena mayoritas parpol tidak menghendaki hal itu. Mayoritas publik juga tidak menghendaki hal tersebut dilakukan, termasuk dengan amendemen konstitusi.
Menurut Arya, untuk merealisasikan usulan itu, bisa saja operasi politik dilakukan oleh parpol-parpol. Partai menyadari upaya untuk melakukan itu hanya dapat dilakukan melalui amendemen konstitusi. Namun, sebelum hal itu bisa dilakukan, ada syarat dukungan dari sepertiga anggota MPR yang harus dipenuhi.
”Suara PKB, Golkar, dan PAN di MPR baru sekitar 187, sementara persyaratan mengajukan usul amendemen dapat dilakukan jika didukung sepertiga anggota MPR, yakni 236 orang. Artinya, suara mereka masih kurang, dan perlu melakukan komunikasi dengan kekuatan politik lainnya, termasuk DPD,” kata Arya.
Dengan situasi ini, komunikasi politik apa pun antarberbagai pihak, menurut Arya, masih terbuka. Oleh karena itu, penting bagi publik melihat setiap komunikasi dan pertemuan politik dengan kacamata kritis. Jangan sampai wacana penundaan pemilu ini berkembang menjadi aksi politik yang inkonstitusional.
Tidak bahas penundaan
Meski Surya Paloh menyebut pertemuannya dengan Airlangga turut membahas penundaan pemilu, tetapi Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin membantahnya.
”Kami kemarin tidak membicarakan masalah itu (penundaan pemilu). Kami berbicara sebagai anggota keluarga besar. Sebab, Pak Surya adalah senior kami dulu di Golkar. Kami mendengarkan pandangan-pandangannya dan bagaimana agar bisa menyinergikan kedua partai yang sama-sama dengan paham nasionalismenya itu,” katanya.
Airlangga dan Surya juga sepakat untuk mengawal pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin sampai selesai. Silaturahmi dan komunikasi politik yang baik antara Airlangga dan Surya pun akan terus dilakukan.
Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Nasdem Hermawi Taslim mengatakan, di dalam pertemuan tertutup antara Airlangga dan Surya memang tidak ada pembicaraan khusus mengenai wacana penundaan pemilu. Namun, Surya sempat sedikit menyinggung tentang wacana itu.
”Pak Surya mengatakan, kalau dari sisi subyektivitas, mungkin wacana itu menguntungkan secara pribadi, tetapi bagaimana dengan demokrasi, orang muda, dan bagaimana pula menjaga Pak Jokowi agar seluruh karya darma baktinya sejak dia wali kota itu, agar dia elegan. Ya, sudah sebaiknya wacana ini kita sudahi saja,” kata Taslim menirukan Surya dalam pertemuan itu.
Taslim mengatakan, Airlangga tidak memberikan respons terkait dengan apa yang disampaikan Surya tersebut. ”Pak Airlangga tidak bicara apa pun soal itu. Tidak ada lobi-lobi mewacanakan penundaan pemilu. Justru Pak Surya duluan yang menyinggung persoalan itu, yang intinya agar wacana itu disudahi,” katanya.
Undang pakar
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid mengatakan, usulan penundaan pemilu bukan sesuatu yang haram untuk dibicarakan. Upaya untuk menjadikan wacana ini sebagai suatu kajian akan dilakukan oleh Fraksi PKB di MPR dengan mengundang pakar.
”Kemungkinan saya sebagai Ketua Fraksi PKB di MPR juga akan mengundang para pakar. Kita akan diskusi publik, kita undang para pakar yang pro dan kontra, untuk menilai wacana ini secara ilmiah. Untuk menilai wacana ini penting tidaknya dan kemudian cara membaca masyarakat, supaya ini tidak haram dibicarakan,” ujarnya.
Menurut Jazil, kondisi darurat, termasuk bencana alam, perang, dan situasi darurat lainnya, belum diatur di dalam konstitusi sebagai sesuatu hal yang dapat dijadikan alasan menunda pemilu. Hal ini perlu dikaji mendalam karena bukan tidak mungkin di masa depan ada situasi darurat tertentu yang membuat pemilu tidak dapat dilaksanakan.
”Posisi PKB tentu ini dalam pengkajian. Oleh sebab itu, wacana ini pasti akan kami perdalam,” ujarnya.
Anggota Dewan Pembina Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengingatkan, situasi darurat dalam konstitusi sebenarnya telah diberikan ruang, yakni di Pasal 12 UUD 1945. Presiden dapat menyatakan negara dalam situasi darurat melalui undang-undang. ”Kalau negara dalam keadaan bahaya, praktik bernegara normal kan tidak bisa berjalan. Di situlah sebenarnya ruang konvensi ketatanegaraan sebagaimana terjadi di dalam Pemilu 1999 bisa bekerja,” katanya.