Publik Menolak Usulan Penundaan Pemilu 2024
Hasil survei LSI menunjukkan kepuasan terhadap kinerja Presiden Jokowi tidak lantas membuat publik menginginkan masa jabatannya diperpanjang. Yang puas pada Jokowi tetap menolak perpanjangan masa jabatan.
JAKARTA, KOMPAS — Mayoritas warga menolak perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2027, entah itu karena alasan pandemi Covid-19, pemulihan ekonomi, maupun pembangunan ibu kota negara baru. Mereka ingin pemilu tetap digelar pada 2024. Dengan mayoritas suara penolakan itu, gagasan penundaan pemilu pun diminta untuk diakhiri.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Berdasarkan hasil survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan dalam rentang 25 Februari hingga 1 Maret 2022, pertama-tama responden ditanyai seputar sepengetahuannya terkait berita usulan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo hingga 2027. Dari pertanyaan itu, didapati yang tahu berita terkait usulan perpanjangan masa jabatan (48 persen), sedangkan yang tidak mengetahui berita tersebut (52 persen).
Survei ini melibatkan 1.197 responden yang dipilih secara acak di 34 provinsi. Metodologi yang digunakan adalah random sampling dengan toleransi kesalahan kurang lebih 2,89 persen pada tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.
Baca juga: Prabowo Subianto Hormati Konstitusi, Penolakan Penundaan Pemilu Menguat
Dalam survei, responden kemudian ditanyai lebih jauh pendapatnya mengenai tiga alasan perpanjangan masa jabatan presiden yang selama ini mencuat di publik. Tiga alasan tersebut, yakni pandemi Covid-19, pemulihan ekonomi akibat pandemi, serta pembangunan ibu kota negara baru.
Dari hasil survei pun ditemukan, 70,7 persen responden lebih menyetujui Presiden Jokowi mengakhiri masa jabatan pada 2024 meski pandemi belum berakhir. Penolakan bahkan lebih tinggi datang dari mereka yang mengetahui isu tersebut, 74 persen. Kemudian, di kalangan yang tidak mengetahui isu itu, penolakan sedikit lebih rendah, yaitu 67,5 persen.
Begitu pula ketika dihadapkan dengan alasan pemulihan ekonomi. Sebesar 68,1 persen responden menolak perpanjangan masa jabatan presiden hingga 2027. Penolakan juga lebih tinggi dari mereka yang mengetahui isu tersebut, 74,3 persen. Di kalangan yang tidak mengetahui isu itu, penolakan 62 persen.
Tidak jauh berbeda saat responden dihadapkan pada alasan pembangunan ibu kota negara baru. Setidaknya 69,6 persen responden menolak ide perpanjangan masa jabatan itu. Mereka cenderung lebih sepakat dengan UUD 1945, di mana Presiden Presiden Jokowi harus mengakhiri jabatan di 2024 meski pembangunan ibu kota baru belum selesai. Tingkat penolakan pun lebih tinggi dari kalangan masyarakat yang mengetahui isu itu (75,5 persen). Sementara, mereka yang tidak mengetahui isu itu dan menolak perpanjangan masa jabatan presiden sebesar 64 persen.
Saat ditanya lebih jauh, ditemui pula, sebesar 64,1 persen responden lebih menginginkan agar pemilu tetap dilaksanakan pada 2024 meski dalam kondisi pandemi dibandingkan harus ditunda. Pendapat ini lebih kuat pada mereka yang mengetahui usulan penundaan pemilu (67,7 persen).
Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan, dalam rilis survei nasional ”Sikap Publik terhadap Penundaan Pemilu dan Masa Jabatan Presiden”, Kamis (3/3/2022), mengatakan, mayoritas warga menolak usulan perpanjangan masa jabatan presiden serta penundaan Pemilu 2024, entah apa pun alasannya. Mereka cenderung lebih sepakat dengan UUD 1945 di mana presiden hanya dibatasi dua masa jabatan masing-masing selama lima tahun.
Lebih dari itu, lanjut Djayadi, dari survei didapati bahwa semakin tahu masyarakat dengan usulan perpanjangan masa jabatan dan penundaan Pemilu 2024 ini, semakin mereka menolak usulan tersebut. Artinya, semakin gencar wacana-wacana itu disuarakan oleh elite, semakin kuat pula penolakan masyarakat terhadap perpanjangan masa jabatan presiden atau penundaan pemilu ini.
”Temuan survei ini menunjukkan bahwa sebaiknya wacana penundaan Pemilu 2024 itu diakhiri dan kita kembali ke jadwal yang sudah disepakati oleh partai politik dan pemerintah bahwa pemilu dilaksanakan pada 14 Februari 2024,” ujar Djayadi.
Hadir pula dalam rilis survei yang dilakukan secara daring itu, di antaranya Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto, Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Arwani Thomafi, Sekretaris Fraksi Nasdem DPR Saan Mustopa, dan Wakil Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim.
Dalam survei kali ini, LSI juga memotret kepuasan masyarakat atas kinerja Presiden Jokowi. Hasilnya, 66,3 persen responden cukup atau sangat puas atas kinerja Presiden. Jumlah responden yang tidak puas 29,9 persen. Namun, yang patut digarisbawahi di sini adalah kepuasan atas kinerja Presiden menurun cukup besar dari 71,4 persen (survei Desember 2021), menjadi 66,3 persen (survei Februari 2022).
Lalu, jika merunut pada mereka yang puas dengan kinerja Presiden Jokowi dan dihadapkan pada wacana penundaan Pemilu 2024, ternyata setidaknya 56,9 persen dari mereka ingin agar pergantian kepemimpinan nasional melalui Pemilu 2024 tetap dilakukan meski masih pandemi. Apalagi, di kalangan mereka yang tidak puas terhadap kinerja Presiden, sebesar 82,3 persen tetap ingin terjadi pergantian kepemimpinan nasional.
”Mungkin ada yang berpikir, kalau puas terhadap kinerja Presiden, maka masyarakat akan menerima perpanjangan masa jabatan, jawabannya tidak. Yang puas terhadap kinerja Presiden pun tetap menyatakan penolakan terhadap perpanjangan masa jabatan Presiden tersebut,” tutur Djayadi.
Bahkan, jika pemilih Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada Pemilu 2019 dimintai pendapat mengenai usulan penundaan Pemilu 2024, maka 47,6 persen tidak setuju dengan usulan tersebut. Sebesar 52,4 persen responden ingin agar Pemilu 2024 tetap dilaksanakan meski pandemi belum usai.
Mematuhi konstitusi
Hasto Kristiyanto menegaskan, sikap Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan PDI-P tetap sama, yakni akan tetap kokoh di dalam jalan konstitusi. Menurut dia, ketika seseorang mengucap janji sumpah jabatan, orang tersebut harus memegang amanat undang-undang dan wajib patuh pada konstitusi. Ia pun menyampaikan bahwa mekanisme pergantian pemimpin dalam rentang waktu lima tahunan telah menjadi kultur demokrasi yang harus dihormati. Keberlangsungan pemerintahan pun tidak ditentukan oleh orang per orang, tetapi ditentukan dari aspek keberlanjutannya.
”Negara tidak digerakkan oleh ambisi orang per orang, tetapi oleh suatu haluan yang menyerap betul apa itu kehendak rakyat yang tidak bisa terlepas dari penyelenggaraan negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,” tutur Hasto.
Hasto mengatakan, sikap PDI-P sejatinya senapas dengan Presiden. Presiden sebelumnya pernah menyatakan bahwa jika ada yang mengusulkan perpanjangan masa jabatan atau jabatan tiga periode, maka orang itu bertujuan ”cari muka”, menampar muka Presiden, atau menjerumuskan Presiden.
”Itu kan kata Presiden. Maka sejak awal ketika kami menyampaikan sikap, kami tegaskan bahwa sikap PDI-P ini senapas dengan sikap Presiden Jokowi. Sebab, di dalam kultur kepemimpinan kami, seorang pemimpin itu, kan, diukur juga dari konsistensi sikapnya,” ucap Hasto.
Saan Mustopa pun menegaskan, hasil survei LSI ini semakin menguatkan sikap dan posisi Nasdem untuk menolak gagasan penundaan Pemilu 2024. Nasdem, menurut dia, akan taat terhadap konstitusi.
”Nasdem setia pada konstitusi dan Nasdem akan menjalankan apa yang diamanatkan oleh konstitusi. Jadi, penghargaan terhadap konstitusi itu penting,” katanya.
Sebagai partai koalisi, lanjut Saan, Nasdem tentu merasa bangga dengan tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi. Artinya, selama ini apa yang dilakukan Nasdem dalam mendukung Jokowi itu, sejalan dengan apa yang dirasakan oleh publik.
Namun, ia berharap, apresiasi yang tinggi dari publik itu tidak dimanipulasi seakan-akan publik menghendaki penundaan pemilu atau memperpanjang masa jabatan presiden. Apalagi, hasil survei LSI menunjukkan bahwa semua kelompok dari berbagai segmen, bahkan pendukung Jokowi sendiri di Pemilu 2019, mayoritas tidak menghendaki penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
”Jadi, dari sisi kepuasan, tentu kami apresiasi dan kami bangga sebagai pendukung (Presiden). Namun, di sisi lain, ini jangan dimanipulasi seakan-akan kepuasan berbanding lurus dengan kehendak yang puas itu ingin penundaan. Ini juga menjadi catatan supaya tidak ada pembelokan terkait tingkat kepuasan ini,” ujar Saan.
Baca juga: Catat dan Hukum Partai Politik yang Usulkan Penundaan Pemilu
Lagi pula, kata Saan, sebenarnya persoalan Pemilu 2024 ini sudah diputuskan dalam rapat kerja antara Komisi II DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu. Pemilu 2024 diputuskan berlangsung pada 14 Februari 2024. Harapannya, hal tersebut sudah bisa mengakhiri spekulasi yang muncul belakangan ini dan tidak memperpanjang kegaduhan suasana politik.
”Saya yakin, apa yang disampaikan Nasdem, diperkuat hasil survei ini, ini juga sejalan dengan yang diharapkan oleh Pak Jokowi. Pak Jokowi seorang negarawan, dengan segala kehebatannya, saya yakin akan taat terhadap konstitusi,” tegas Saan.