Pembatasan Kewenangan Penjabat Kepala Daerah Tak Akan Ganggu Roda Pemerintahan
Meskipun memiliki tugas dan kewenangan yang sama dengan kepala daerah, kewenangan para penjabat kepala daerah tetap dibatasi.
JAKARTA, KOMPAS — Penjabat kepala daerah tidak bisa leluasa mengatur pemerintahan karena ada pembatasan kewenangan yang ditetapkan dalam undang-undang. Namun, pembatasan kewenangan itu diyakini tidak akan mengganggu jalannya pemerintahan di daerah.
Mulai Mei 2022 hingga 2023, masa jabatan 272 kepala daerah yang tersebar di 25 provinsi akan berakhir. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, untuk mengisi kekosongan kekuasaan, pemerintah akan mengangkat penjabat kepala daerah.
Penjabat kepala daerah memiliki beberapa batasan kewenangan, seperti dilarang melakukan mutasi pegawai dan tidak dapat membatalkan atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya. Meski memiliki tugas dan kewenangan yang sama dengan kepala daerah, para penjabat kepala daerah memiliki batasan.
Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga menjelaskan, sesuai Pasal 65 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, penjabat kepala daerah memiliki tugas dan kewenangan yang sama dengan kepala daerah.
Meski demikian, tetap ada pembatasan kewenangan bagi penjabat kepala daerah. Pembatasan kewenangan penjabat kepala daerah secara khusus diatur dalam Pasal 132 Peraturan Pemerintah No 49/2008 tentang Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah. ”Kewenangan dibatasi bahwa penjabat tidak boleh melakukan mutasi pegawai,” kata Kastorius saat dihubungi di Jakarta, Kamis (17/2/2022).
Selain itu, lanjut Kastorius, penjabat tidak dapat membatalkan perizinan atau mengeluarkan izin yang bertentangan dengan pejabat sebelumnya. Penjabat kepala daerah juga tidak bisa membuat kebijakan pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan sebelumnya. Selain itu, penjabat juga tidak boleh membuat kebijakan pembangunan yang bertentangan dengan kebijakan yang dibuat pejabat sebelumnya.
Penjabat kepala daerah tetap diberi kewenangan untuk mengajukan rancangan peraturan daerah (perda), menetapkan perda yang telah disetujui oleh DPRD, menetapkan peraturan kepala daerah, dan mengambil tindakan untuk kebutuhan-kebutuhan mendesak.
Meskipun ada pembatasan, Kastorius menegaskan, pengangkatan penjabat kepala daerah sudah biasa dan sering terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Keberadaan penjabat tidak akan mengganggu jalannya pemerintahan. Kemendagri tetap menjadi simpul pembinaan dan pengawasan yang menjamin kelancaran jalannya pemerintahan di daerah selama penjabat kepala daerah menjabat sesuai ketentuan perundang-undangan.
”Hubungan kekuasaan pusat dan daerah tetap terjaga selama penjabat menjabat, khususnya demi kepentingan kelancaran pemerintahan di daerah karena penjabat lebih paham dan lancar membangun komunikasi dengan pusat,” jelasnya.
Baca juga : Transparansi Penunjukan Penjabat Kepala Daerah
Adapun tugas penjabat kepala daerah pada umumnya sama dengan kepala daerah sebagaimana diatur dalam UU Pemda, yaitu melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat, serta menyusun dan mengajukan rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) dan rancangan perda tentang rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD).
Pengangkatan penjabat kepala daerah sudah biasa dan sering terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Keberadaan penjabat tidak akan mengganggu jalannya pemerintahan.
Penjabat kepala daerah juga bertugas mengajukan rancangan perda APBD serta mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. ”Semua rancangan perda tersebut harus terlebih dahulu dievaluasi oleh Mendagri selaku pembina dan pengawas pemda,” kata Kastorius.
Regulasi khusus
Menurut Kepala Pusat Pengembangan Kader Aparatur Sipil Negara Lembaga Administrasi Negara (LAN) Mariman Darto, pembatasan kewenangan terhadap penjabat kepala daerah akan berdampak pada pelayanan publik sehingga perlu ada regulasi khusus. Sebab, mereka akan menjabat dalam waktu yang lama hingga terpilihnya kepala daerah definitif hasil pilkada serentak 2024.
Tak hanya itu, para penjabat kepala daerah juga perlu diberi kelonggaran, terutama kelonggaran untuk mengeluarkan perizinan, tetapi dengan syarat melalui mekanisme uji publik agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan. Apalagi, dalam situasi pandemi Covid-19, mereka perlu mengeluarkan terobosan kebijakan dalam melanjutkan tugas kepala daerah lama yang belum selesai, terutama dalam pemulihan ekonomi.
”Kalau seperti biasa, tidak apa-apa (ada pembatasan kewenangan). Kalau sekarang pandemi. Target pertumbuhan ekonomi pemerintah akan terganggu. Kita fokus pada apa yang menjadi kepentingan publik,” kata Mariman.
Ia menambahkan, akan baik lagi jika ada perpanjangan masa jabatan kepala daerah. Hal tersebut bertujuan untuk keberlanjutan penanganan ekonomi masyarakat di tengah krisis.
Sekretaris Eksekutif Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) Eko Prasojo mengakui, kewenangan penjabat kepala daerah memang terbatas. Akibatnya, program reformasi birokrasi bisa menjadi stagnan, bahkan mundur. Dampaknya, kualitas pelayanan publik bisa menurun.
Terkait dengan larangan melakukan mutasi, Eko menjelaskan, pengangkatan pejabat bisa dilakukan oleh penjabat kepala daerah selama sesuai dengan Undang-Undang ASN. Terkait dengan perizinan, aturan tersebut dikeluarkan bertujuan untuk mencegah pemberian perizinan yang tidak bertanggung jawab supaya tidak ada jual beli perizinan.
”Perizinan yang diterbitkan kepala daerah sebelumnya tidak boleh dibatalkan untuk perizinan yang baru karena kita berasumsi perizinan kepala daerah sebelumnya sesuai dengan peraturan undang-undang,” kata Eko.
Agar program reformasi birokrasi dan pelayanan publik berjalan dengan baik, kata Eko, kapabilitas penjabat kepala daerah harus dijaga. Selain itu, mereka harus memiliki komitmen dan pengalaman serta tidak hanya demi kepentingan politik atau tidak netral. Ia mengusulkan pemilihan penjabat kepala daerah perlu dibahas dengan DPRD. Selain itu, perlu ada seleksi dan pemilihan secara akuntabel.
Ketua Yayasan Visi Nusantara Maju (Vinus) Yusfitriadi berharap, Kemendagri mengangkat ASN lokal menjadi penjabat bupati dan wali kota. Sebab, para penjabat bupati ataupun wali kota harus bersinggungan langsung dalam penanganan pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, ia berharap, gubernur tidak menjaring pejabat dari luar daerah untuk diusulkan menjadi penjabat bupati atau wali kota. Meskipun pengangkatan penjabat kepala daerah tidak akan lepas dari kepentingan politik jelang Pilkada 2024, pelayanan kepada masyarakat jangan sampai dikorbankan.
Baca juga : Menjaga Stabilitas Pemerintahan di Tahun Politik
Manajer Pendidikan Pemilih Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Hanif berharap, dalam memilih penjabat kepala daerah, pemerintah mengusung inklusivitas, seperti keterwakilan perempuan dan disabilitas. Menurut Hanif, program dari pemerintah daerah bisa dilanjutkan dengan gaya inklusif.