Masuk Tahapan Seleksi di DPR, Ini Komitmen Calon Anggota KPU dan Bawaslu
Sebanyak 14 calon anggota KPU dan 10 calon anggota Bawaslu 2022-2027 dijadwalkan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi II DPR mulai Senin (14/2/2022). DPR akan memilih 7 anggota KPU dan 5 anggota Bawaslu.
Rangkaian seleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu periode 2022-2027 yang berlangsung sejak Oktober 2021 akhirnya segera mencapai puncaknya. Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat menjadwalkan uji kelayakan dan kepatutan pada Senin-Rabu (14-16/2/2022).
Sebanyak 14 calon anggota KPU dan 10 calon anggota Bawaslu akan ditanya seputar rekam jejak, motivasi, komitmen, serta pengetahuan dan pemahaman terkait politik dan kepemiluan. Setiap calon diberi waktu satu jam untuk memikat dan meyakinkan para wakil rakyat bahwa mereka mampu menyelenggaran Pemilu dan Pilkada serentak tahun 2024 yang tentu sangat kompleks.
Kompleksitas dan ditambah dengan tidak diubahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu membutuhkan inovasi dari penyelenggara agar kekurangan yang terjadi pada Pemilu 2019 tidak kembali terulang. Lalu, apa saja komitmen dan inovasi yang ditawarkan oleh calon penyelenggara pemilu ke depan?
Calon anggota KPU, August Mellaz, memiliki visi mewujudkan integritas penyelenggaraan Pemilu 2024 melalui pendidikan pemilih berkelanjutan. Visi itu disampaikan di hadapan Tim Seleksi Calon Anggota KPU dan Bawaslu dalam tahapan tes wawancara.
Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi itu membagi dua fase skema pendidikan pemilih berkelanjutan. Pertama, pendidikan pemilih berkelanjutan difokuskan untuk menjawab kebutuhan Pemilu dan Pilkada 2024. Kedua, evaluasi pembelajaran apa yang bisa dibangun untuk pendidikan pemilih berkelanjutan.
”Pendidikan pemilih berkelanjutan merupakan modalitas penting dalam mewujudkan pemilu berintegritas yang bebas dari Isu SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), hoaks, dan politik uang serta mampu menurunkan angka suara tidak sah,” tuturnya.
Betty Epsilon Idroos, calon anggota KPU lain, menyoroti optimalisasi sumber daya manusia serta infrastruktur untuk pencapain yang maksimal di setiap tahapan Pemilu dan Pilkada 2024. ”Perencanaan program mengacu pada spesifik, dapat dicapai, relevan, dan punya batas waktu yang jelas,” kata Ketua KPU DKI Jakarta itu.
Betty, yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Korps HMI Wati (Kohati) 2006-2008 itu, memandang perlu percepatan reformasi biroktasi di organisasi KPU. Di sisi lain, perlu pula perbaikan layanan terhadap pemilih, peserta, dan hubungan kelembangaan melalui pemanfaatan teknologi informasi yang terintegrasi di satu platform. Inovasi media digital dengan penyajian data, infografis, KPU TV, blog, dan penguatan forum tripartit secara formal dan nonformal akan dilakukan jika ia terpilih sebagai anggota KPU.
Baca juga: Lobi-lobi Sulit Terhindarkan dalam Proses Politik Pemilihan Anggota KPU-Bawaslu di DPR
Adapun calon anggota KPU, Dahliah, menyadari tingginya kebutuhan layanan informasi hasil pemilu yang cepat dan akurat di Pemilu dan Pilkada 2024. Ketua Network for Indonesia Democratic Society Indonesia itu pun mengusulkan perbaikan pengelolaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) agar mudah dan cepat diakses. Metode yang digunakan untuk pilpres dan pilkada akan lebih sederhana dibandingkan dengan pemilu legislatif.
Sirekap untuk pilpres dan pilkada dibangun berbasis mobile, di mana perekaman foto dilakukan di TPS (tempat pemungutan suara) dan ditransmisi ke aplikasi. Sementara Sirekap untuk pemilu legislatif berbasis situs web di mana perekaman berita acara hasil pemilu dilakukan dengan pemindaian di tingkat PPK atau KPU kabupaten/kota.
”Pembedaan metode ini diperlukan mengingat beban kerja KPPS (Kelompok Panitia Pemungutan Suara) di TPS yang berat sehingga beban kerja perlu didistribusikan agar penyelenggaraan pemungutan dan penghitungan suara sesuai dengan tenggat waktu yang ditentukan dan hasilnya dapat diakses secara cepat oleh pemilih dan peserta,” kata pegiat pemilu yang pernah menjadi Ketua Korps Putri Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu.
Sementara Hasyim Asy’ari, anggota KPU periode 2017-2022 yang juga masuk dalam daftar calon KPU 2022-2027, menegaskan bahwa kata kunci dari pemilu yang demokratis dan berintegritas adalah kepastian hukum dan prosedur. ”Kepastian hukum di sini setidaknya ada empat makna, yaitu tidak ada kekosongan hukum, tidak multitafsir, tidak saling bertentangan, dan dapat dilaksanakan,” katanya.
Jika terpilih nanti, Wakil Ketua Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda (GP) Ansor Jawa Tengah 2010-2014 itu akan memastikan tersedianya kerangka hukum pemilu yang memadai dan berkepastian hukum. Kerangka hukum yang tersedia tersebut digunakan sebagai dasar dalam penyelenggaraan pemilu dengan penguatan kelembagaan. Penguatan kelembagaan harus dilakukan pada personel, keuangan, dan teknologi untuk memastikan pemilu berjalan dengan berintegritas.
Kolega Hasyim yang juga masuk dalam daftar calon anggota KPU 2022-2027, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, begitu terpilih akan akan langsung melakukan persiapan untuk menyukseskan Pemilu dan Pilkada 2024. Ia akan fokus menyiapkan regulasi, terutama Peraturan KPU yang merupakan kunci sukses penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024.
Raka yang dilantik menjadi anggota KPU menggantikan Wahyu Setiawan pada April 2020 itu juga memandang pentingnya mempersiapkan sumber daya manusia penyelenggara pemilu dari pusat hingga daerah, termasuk penyelenggara ad hoc. Ini karena pemilu dan pilkada membutuhkan penyelenggara dengan jumlah yang sangat besar.
Ketua DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Yogyakarta 1994-1996 ini juga memberikan perhartian lebih pada pengembangan rencana utama teknologi informasi KPU. Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi KPU secara efektif, teknologi informasi perlu dimanfaatkan secara optimal. Penggunaan teknologi informasi juga bertujuan untuk transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu.
Sementara Idham Holik, anggota KPU Provinsi Jawa Barat yang juga lolos ke tahap seleksi di DPR, menyoroti penyelenggaraan pemilu yang efektif dan efisien dari sisi penggunaan anggaran. Hal ini sangat bergantung pada ketepatan inovasi yang diformulasikan dan diimplementasikan oleh KPU. Termasuk dalam hal penyederhanaan surat suara misalnya, di satu sisi penyederhanaaannya dianggap bisa memenuhi unsur efisiensi, tetapi perlu memenuhi regulasi dan efektivitas.
Idham yang pernah aktif dalam kepengurusan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bekasi, Jawa Barat, pada 1996-2000 itu berharap ada penataan dapil agar lebih efektif untuk memenuhi prinsip-prinsip penyusunan dapil menurut UU Pemilu. Penambahan jumlah penduduk di setiap provinsi atau kabupaten/kota perlu diperhitungkan ulang karena akan berdampak pada penambahan kursi. ”Peningkatan honorarium KPPS menjadi isu penting bagi saya, karena beban kerja KPPS,” ujar Idham.
Calon anggota KPU, Iffa Rosita, melihat KPU menghadapi beberapa tantangan untuk menghadirkan pemilu berintegritas dan ramah teknologi. Tantangan itu antara lain sumber daya manusia penyelenggara, teknologi, penguatan regulasi, daftar pemilih tetap, partisipasi masyarakat, serta sarana dan prasarana.
Untuk mewujudkan penyelenggara berintegritas, anggota KPU Provinsi Kalimantan Timur itu menyebut salah satu yang bisa dilakukan adalah bekerja sama dengan instansi lain seperti Bawaslu dan kepolisian.
Sementara untuk memaksimalkan teknologi informasi komunikasi, Ketua Bidang Immawati Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Samarinda 1998-2000 itu menawarkan perlunya penguatan tata kelola informasi dan komunikasi publik, penyediaan konten dan askes informasi yang kreatif serta atraktif, serta peningkatan literasi teknologi informasi komunikasi melalui pendidikan masyarakat.
Iwan Rompo Banne, anggota KPU Provinsi Sulawesi Tenggara yang juga dijadwalkan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi II DPR, menilai, ada beberapa aspek yang menjadi perhatian. Pertama, penguatan regulasi yang tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada, bukan merupakan norma baru, dan tidak multitafsir.
Ke depan, KPU juga harus memastikan apa pun yang dibuat harus bisa merespons dan hadir tepat waktu sebelum tahapan. Ini penting agar ada waktu bagi jajaran di bawah untuk menginternalisasi dan mempersiapkan diri.
Penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas pelaksana fungsional dari pusat hingga daerah, adaptasi teknologi dalam penyelenggaraan pemilu, dan open data mahadata juga menjadi perhatian. ”Selama ini KPU belum jadi rujukan dan masyarakat cenderung merujuk media mainstream sehingga perlu sinergisitas dan kolaborasi,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PB HMI periode 2004-2006 itu.
Mochammad Afifuddin, anggota Bawaslu 2017-2022 yang mendaftarkan diri sebagai calon komisioner KPU 2022-2027, menekankan pada peningkatan inovasi dan kolaborasi sebagai modal untuk menuju Pemilu 2024 yang lebih demokratis dan berintegritas. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, maka Peraturan KPU, surat edaran, putusan, dan aturan lainnya harus taat terhadap batasan yang diatur di dalam undang-undang.
Bendahara Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Muslim Indonesia (PMII) 2008-2011 itu juga akan berusaha menyelenggarakan pemilu yang efektif, efisien, dan bisa menjangkau seluruh kalangan.
”(Pemilu yang) Efektif ini menjadi tantangan kita sebagaimana anggaran dan lain-lain itu bagaimana kita bisa efisien dan aksesibel bagi semua kalangan, apakah penyandang disabilitas, apakah kaum tua, apakah kelompok marjinal, masyarakat adat, dan sebagainya,” tuturnya saat wawancara dengan Timsel KPU-Bawaslu, beberapa waktu lalu.
Baca juga: Publik Tuntut Keterbukaan Seleksi Anggota KPU-Bawaslu
Calon anggota KPU lainnya, Muchamad Ali Safa’at, menyampaikan, ada empat strategi yang perlu dijalankan KPU, yakni penataan regulasi, kerja sama dan komunikasi, penataan sumber daya manusia, serta pengembangan teknologi informasi. Strategi itu penting untuk penyusunan data pemilih yang kredibel, kerumitan administrasi khususnya saat penghitungan dan rekapitulasi, pengadaan dan distribusi logistik, kampanye di media sosial, beban kerja dan keselamatan penyelenggara ad hoc, ancaman pandemi, serta potensi suara tidak sah.
Dalam hal kerja sama, komunikasi diperlukan baik dengan sesama penyelenggara, penyelenggara dengan DPR dan kementerian/lembaga, serta penyelenggara dengan partai politik peserta pemilu, dan masyarakat. Kerja sama dan komunikasi dilakukan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, partisipasi masyarakat sebagai penyelenggara ad hoc, protokol kesehatan, hingga pengawasan.
”Sistem informasi yang saat ini telah dibuat oleh KPU perlu diintegrasikan dan dikembangkan. Salah satunya yang dapat digunakan untuk menyederhanakan dan mempercepat proses adalah Sirekap untuk mengurangi beban saat penghitungan dan rekapitulasi,” ujar Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, tersebut.
Ketua Bawaslu Provinsi Bengkulu Parsadaan Harapan yang juga maju dalam seleksi KPU 2022-2027 menaruh perhatian lebih pada inovasi di bidang sosialisasi. Sebab, menurut dia, sosialisasi menjadi salah satu faktor penting dalam membuat proses pemilu dan pilkada dapat dipahami oleh semua pihak dalam satu standar yang baku sehingga semua bisa memahami secara utuh seluruh regulasi dan informasi yang membuat proses demokrasi menjadi baik.
Pengurus Departemen Perguruan Tinggi dan Kemahasiswaan PB HMI 1997-1999 itu memandang perlu ada inovasi di bidang sosialisasi, yakni dengan melibatkan pemangku kepentingan lain di luar penyelenggara pemilu, selama tidak melanggar aturan dan etika.
Sebab, jika hanya mengandalkan anggaran KPU sangat terbatas. Penyelenggara pemilu bisa mengajak pihak perusahaan swasta besar dan BUMN untuk terlibat lebih luas dalam sosialisasi. Soal konten dan strategi, nanti dibicarakan bersama penyelenggara pemilu.
Calon petahana, Viryan Aziz, menegaskan, kerja kepemiluan harus dilakukan dengan nilai gotong royong yang menjadi nilai dasar pemilu berintegritas. ”Kerja-kerja kepemiluan sebagai satu proses tidak bisa dilakukan sendirian. Kerja-kerja kepemiluan harus dilakukan dengan nilai gotong royong,” katanya.
Anggota KPU 2017-2022 yang juga aktif dalam berbagai kegiatan Keluarga Alumni HMI ini memiliki strategi implementasi terobosan inovasi dengan mengambil pendekatan manajemen pemilu berkelanjutan. Tiga strategi yang akan dilakukannya yakni reformulasi, digitalisasi, dan literalisasi. Hasil yang ingin diperolehnya dari strategi tersebut adalah wajah pemilu yang cerdas, sederhana, mudah, aman, ramah, dan tepercaya.
Yessy Yatty Momongan menetapkan visi ingin mewujudkan pemilu dan pilkada yang efisien, berkepastian hukum, serta menghasilkan kepemimpinan yang berintegritas. Untuk mewujudkan itu, dia akan melakukan penataan kembali anggaran pemilu agar lebih efisien serta penyempurnaan kerangka regulasi teknis yang harus tepat waktu, lebih partisipatif, dan berkepastian hukum.
Anggota KPU Provinsi Sulawesi Utara itu pun akan menyusun peta jalan penyempurnaan dukungan teknologi informasi, memperkuat kepemimpinan dan kompetensi penyelenggara melalui diklat dengan kurikulum yang jelas, serta internalisasi pemahaman kode etik secara berkala.
”Harus ada pengendalian internal jajaran terutama mengantisipasi akhir masa jabatan KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota yang tidak serentak dan di tahapan krusial,” tuturnya.
Adapun Yulianto Sudrajat, Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah yang juga akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi II DPR, menyebut, ad tiga tantangan yang harus dijawab oleh KPU, antara lain partisipasi masyarakat digital, maraknya konten hoaks, serta kompleksitas tahapan penyelenggaraan pemilu dan pilkada yang sebagian tahapannya beririsan.
Partisipasi masyarakat digital perlu dijawan dengan sosialisasi pemilu berbasis digital dengan membuat tim yang kerjanya membuat konten-konten kreatif terkait kepemiluan. Output berupa iklan layanan masyarakat, video animasi, komik, meme, dan video tutorial disebarkan melalui seluruh jaringan KPU hingga tingkat KPPS serta melibatkan pemengaruh.
”Keberadaan hoaks dapat merusak kepercayaan publik terhadap KPU. Maka perlu optimalisasi peran kehumasan dengan memetakan hoaks serta melakukan mengklarifikasi dan respons cepat, termasuk siapa yang harus mengklarifikasi hoaks itu,” kata pria yang pernah aktif di GMNI Kota Surakarta, Jawa Tengah, itu.
Adapun kompleksitas tahapan perlu dihawab dengan mengoptimalkan teknologi informasi untuk pengendalian dan kontrol di tingkat KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota. Untuk itu, diperlukan adanya Sistem Informasi Tahapan (Sitap) berbasis situs web.
Bawaslu modern
Bukan hanya calon anggota KPU, para kandidat komisioner Bawaslu juga punya visi, gagasan, serta rencana untuk menjadikan pemilu dan pilkada serentak 2024 lebih demokratis dan berintegritas.
Aditya Perdana, misalnya, memiliki tiga fokus utama yang akan dilakukannya ketika terpilih menjadi anggota Bawaslu. Salah satunya mewujudkan Bawaslu yang modern dan berinovasi dalam penggunaan teknologi.
”Dari tiga misi tersebut, saya berpandangan bagaimana kita bisa menghadirkan Bawaslu sebagai elemen pengawasan yang ada di masyarakat. Kita dorong untuk kemudian lebih mandiri,” kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia itu.
Calon anggota Bawaslu lain, Andi Tenri Sompa, menyoroti pentingnya sinergisitas antara pimpinan Bawaslu dan jajaran sekretariat. Sebab, sinergisitas dibutuhkan demi menjaga kelembagaan Bawaslu.
”Sinergisitas antara pimpinan dan sekretariat untuk menjaga kelembagaan Bawaslu agar tetap menjadi lembaga independen, tepercaya, dan terciptanya keterbukaan informasi kepada semua elemen,” kata dosen Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan, itu.
Adapun Fritz Edward Siregar, yang merupakan calon petahana, menyampaikan bahwa Bawaslu sudah melakukan beberapa inovasi. Inovasi tersebut di antaranya memo online, Sistem Pengawasan Bawaslu (Siswaslu), Form-A Online, Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS), dan Sistem Pelaporan Pelanggaran Pidana (Sigara/Sigaplapor).
Namun, itu semua belum cukup sehingga semestinya penggunaan teknologi informasi di Bawaslu lebih dioptimalkan lagi, misalnya penggunaan teknologi informasi untuk bimbingan teknis jajaran pengawas pemilu dan pelaporan/temuan pengawas serta tindak lanjutnya sesuai jenjang.
Calon lain, Herwyn Jefler Malonga, punya komitmen meningkatkan kualitas pencegahan, pengawasan inovatif, dan pelibatan masyarakat. ”Saya menawarkan dari standar pelaksana pengawasan itu mengurangi hal yang bersifat teknis. Kalau bisa, kita memperhatikan tentang manajemen risiko pemilu,” ujar Ketua Bawaslu Sulawesi Utara itu.
Upaya yang akan dilakukan di antaranya pemberian literasi pengawasan secara manual dan daring, jelajah pengawasan hingga ke kepulauan, peningkatan koordinasi pengawasan bersama masyarakat, serta pengawasan berbasis teknologi seperti pembentukan satuan tugas pengawasan siber.
Lolly Suhenty, anggota Bawaslu Provinsi Jawa Barat yang juga lolos ke tahap uji kelayakan dan kepatutan calon komisioner Bawaslu 2022-2027, mendorong dibuatnya program untuk mengedepankan pencegahan pelanggaran pemilu, selain mengembangkan Sekolah Kader Pengawasan Partisipasipatif (SKPP) yang sasarannya masyarakat umum. Program pencegahan pelanggaran pemilu dilakukan melalui sosialisasi literatur kepemiluan dengan metode dan bahasa adaptif melalui pendidikan pengawasan pemilu bagi kader parpol. Sosialisasi juga harus melibatkan kelompok masyarakat rentan dengan materi dan metode adaptif.
”Selain itu,saya akan melakukan optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dalam kerja-kerja pengawasan pemilu dengan mewujudkan super apps pengawas pemilu dan peningkatan kerja pengawas pemilu berbasis teknologi informasi,” katanya.
Mardiana Rusli, Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sulawesi Selatan yang juga masuk bursa pencalonan Bawaslu, menyoroti pelibatan partisipasi publik dalam penggunaan teknologi informasi tepat guna yang dimiliki Bawaslu berupa Gowaslu dan Siwaslu. Salah satunya dengan melibatkan pekerja media sebagai mitra strategis sebagai bagian dari pengelola informasi dari umpan balik yang dihasilkan Gowaslu dan Siwaslu yang berbasis laporan masyarakat dan internal Bawaslu. Media akan membantu cek fakta sehingga bisa memperkuat peran Bawaslu dan pengambilan keputusan dalam penanganan kasus.
”Data dan laporan untuk croscek kebenaran dan verifikasi informasi kemampuannya ada di pekerja media. Pekerja media sangat disiplin dalam verifikasi dan investigasi berbasis data dan alat bukti,” katanya.
Selain itu, ia akan membuat program penguatan kapasitas internal kesekretariatan Bawaslu untuk pelatihan pengelolaan dan analisis konten. Ini diperlukan untuk menjawab tantangan media sosial yang rentan terjadi disrupsi informasi.
Calon lainnya, Puadi, memiliki beberapa program yang akan dilaksanakan dalam kerangka mewujudkan pemilu yang demokratis dan berintegritas. Program tersebut yakni peningkatan kapasitas sumber daya manusia, baik untuk kesekretariatan maupun pengawas pemilu agar lebih profesional dan responsif.
”Penguatan dan penyempurnaan produk hukum peraturan Bawaslu dengan harmonisasi yang melibatkan instansi terkait dan penegak hukum pemilu lainnya,” tutur anggota Bawaslu Kota Jakarta Barat tersebut.
Ia juga akan meningkatkan pengawasan partisipatif dengan mengadakan pendidikan pengawasan partisipatif yang berbasis kampus. Sosialissi secara masif peraturan perundang-undangan melalui media elektronik dan media sosial. Selain itu, Puadi akan membangun sistem pengawasan berbasis teknologi informasi yang terintegrasi dengan sistem yang ada di KPU.
Rahmat Bagja, yang merupakan calon petahana, memilih fokus terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pengembangan teknologi informasi. Hal itu bertujuan untuk mendukung kinerja pencegahan dan penindakan atau pengawasan yang terintegrasi, efektif, dan aksesibel. Untuk mewujudkannya, maka perlu meningkatkan kemampuan dan koordinasi dalam melakukan pencegahan dan penindakan dalam mengawasi pemilu.
Selain itu, Bagja juga akan mengembangkan sistem yang transparan dan akuntabel. ”Sistem (itu terkait dengan) informasi manajemen perkara. (Selain itu) Sistem informasi pencegahan dan pengawasan,” kata Bagja.
Hampir sama dengan Bagja, Subair, calon anggota Bawaslu lain, juga menawarkan rencana pengembangan inovasi. Menurut dia, inovasi di Bawaslu sebaiknya difokuskan dalam pengembangan teknologi informasi yang terintegrasi untuk mendukung kinerja pengawasan, penanganan pelanggaran, dan penyelesaian sengketa proses pemilihan.
Langkah yang ditempuh antara lain mengembangkan platform sistem pengawasan daftar pemilihan yang terintegrasi dan kompatibel, yang memungkinkan integrasi data pemilih di KPU (Sidalih), dan DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) dari dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Anggota Bawaslu Provinsi Maluku itu juga akan mengembangkan platform sistem pengawasan hari pungut hitung dan penghitungan suara, serta rekapitulasi hasil pemungutan dan penghitungan suara berbasis sistem operasi Android.
”Untuk mewujudkan rencana pengembangan ini, saya tidak bisa berdiri sendiri. Karena itu, koordinasi dan sinergisitas antarseluruh elemen yang ada di lembaga, kerja sama dengan para inovator terbaik yang dimiliki bangsa ini dan juga lembaga-lembaga terkait akan menjadi faktor penentu keberhasilan rencana pengembangan ini,” ujar Subair.
Calon anggota Bawaslu terakhir, Totok Hariyono, mengatakan, Sebagai lembaga penyelenggara pemilu, Bawaslu harus bisa mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, berintegritas, netral, jujur, dan adil. Jika lembaga penyelenggara pemilu tepercaya, hasil pemilu dapat diterima oleh peserta, penyelenggara, pemilih, dan seluruh lapisan masyarakat. ”Hasil yang tepercaya ini diharapkan bisa meredam konflik pascapemilu karena kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaranya,” ujar anggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur ini dalam sesi wawancara dengan Timsel KPU-Bawaslu, beberapa waktu lalu.
Untuk itu, perlu sosialisasi dan pendidikan demokrasi yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dengan berbasis partisipasi dan berbasis keluarga. Jalinan kerja sama antarlembaga pemangku kepentingan dalam proses penyelenggaraan pemilu, serta penguatan penggunaan teknologi informasi yang mudah dan sederhana yang bisa membangun interaksi antara masyarakat dengan penyelenggara, juga perlu diperkuat.
Semua calon anggota KPU dan Bawaslu boleh saja merumuskan berbagai rencana dan program untuk penyelengaraan pemilu yang lebih baik. Namun, siapa yang nantinya lolos menjadi anggota KPU dan Bawaslu sangat bergantung pada pandangan dan pertimbangan partai-partai politik di parlemen.