Sistem Paket Calon KPU-Bawaslu Buka Jalan Pemenuhan Keterwakilan Perempuan
Pemenuhan keterwakilan 30 persen perempuan di jajaran komisioner KPU dan keanggotaan Bawaslu merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
JAKARTA, KOMPAS — Keterwakilan perempuan minimal 30 persen dalam formasi anggota penyelenggara pemilihan umum periode 2022-2027 tidak bisa ditawar lagi. Selain amanat dari Undang-Undang Pemilu, pemenuhan keterwakilan perempuan diyakini bisa menciptakan Pemilu 2024 yang lebih inklusif. Agar keterwakilan perempuan ini bisa terpenuhi, Komisi II DPR didorong menerapkan metode pemilihan berdasarkan sistem paket.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI periode 2008-2012, Wahidah Suaib, dalam jumpa pers bertajuk ”Mendesak DPR Mematuhi Aturan Keterwakilan Perempuan Minimal 30 Persen di Penyelenggara Pemilu”, Jumat (11/2/2022), mengatakan, pemenuhan keterwakilan perempuan minimal 30 persen di antara komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan anggota Bawaslu merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Untuk itu, ia mendorong agar Komisi II DPR menggunakan sistem paket dengan spirit afirmasi keterwakilan perempuan dalam pemilihan calon penyelenggara pemilu periode 2022-2027. Artinya, masing-masing anggota Komisi II DPR memilih minimal 30 persen nama perempuan dalam paket calon, yakni tiga nama perempuan dari tujuh nama calon anggota KPU yang akan dipilih, serta dua nama perempuan dari lima nama calon anggota Bawaslu yang akan dipilih.
”Kami tahu fit and proper test itu proses politik, tetapi kami harap sedapat mungkin proses politik di DPR tidak mengorbankan kriteria utama, yaitu menghasilkan calon yang proporsional dari sisi keterwakilan perempuan, juga profesional, mandiri, dan berintegritas,” ujar Wahidah.
Baca juga: Ini 24 Nama Calon Anggota KPU dan Bawaslu yang Diserahkan ke Presiden
Hadir dalam jumpa pers tersebut, Wakil Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat (PP) Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Ai Maryati Solihah; Ketua Bidang Sosial Kemasyarakatan PP Nasyiatul Aisyiyah, Khotimun Sutanti; Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Jaringan Internasional Pengurus Besar Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Sadriana; dan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita.
Proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) bagi calon anggota penyelenggara pemilu akan berlangsung pada Senin (14/2/2022) hingga Rabu (16/2/2022). Dalam uji kelayakan dan kepatutan ini, DPR akan memilih tujuh dari 14 nama sebagai calon anggota KPU, serta lima dari 10 nama sebagai calon anggota Bawaslu.
Menurut Wahidah, pemenuhan keterwakilan perempuan tidak bisa dilepaskan dari komitmen anggota serta pimpinan Komisi II DPR. Karena itu, ia mendorong agar semua memiliki semangat yang sama mematuhi aturan perundang-undangan yang ada.
Apalagi, lanjut dia, sekarang DPR dipimpin oleh Puan Maharani. Puan merupakan perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR. Karena itu, ia berharap kehadiran Puan bisa berdampak positif terhadap lahirnya kebijakan yang lebih berspektif jender, termasuk meningkatnya keterwakilan perempuan di penyelenggara pemilu.
”Kami harap Ibu Puan menunjukkan komitmennya yang kuat untuk mewujudkan keterwakilan perempuan minimal 30 persen di KPU dan Bawaslu. Saya yakin pimpinan Komisi II DPR pun tidak akan berani nakal jika Ketua DPR sudah mengingatkan pentingnya pemenuhan keterwakilan perempuan itu,” kata Wahidah.
Nurlia Dian Paramita pun mendorong mekanisme pemilihan berbasis paket dan pemenuhan keterwakilan perempuan dalam setiap paket. Namun, menurut dia, itu saja tidak cukup.
Ia mengingatkan agar materi uji kelayakan dan kepatutan nanti memuat tentang pemilu yang inklusif, kesetaraan, dan keadilan jender. Harapannya agar calon yang terpilih, baik perempuan maupun laki-laki, merupakan figur-figur yang memiliki komitmen untuk mewujudkan pemilu dengan semangat inklusif, kesetaraan, dan keadilan jender pula.
”Kami harap proses nanti juga terbuka sehingga publik bisa melihat semua calon, bagaimana kapasitas mereka ketika berkaitan dengan political will terhadap perempuan. Publik pun bisa ikut memberikan masukan nantinya,” kata Nurlia.
Selain itu, pemenuhan keterwakilan perempuan di KPU pusat dan Bawaslu pusat ini penting karena mereka nanti akan menentukan komposisi penyelenggara pemilu di daerah. ”Nah, ketika perempuan sudah sangat sedikit dan aspek kesetaraan yang dimiliki komisioner laki-laki itu juga sangat minim, bagaimana kita bisa mendorong keterwakilan perempuan itu terus ada, terutama di tingkat penyelenggara pemilu di daerah? Akan sangat sulit karena semua keputusan dari penyelenggara pusat,” katanya.
Ai Maryati Solihah menambahkan, keterwakilan perempuan ini sebagai pintu masuk dan komitmen besar bagi Komisi II DPR dalam mendorong pemilu yang lebih demokratis dan inklusif ke depan. ”Ini akan menjadi pertaruhan bagi Komisi II DPR yang nanti akan memberikan pilihan-pilihan secara politik. Jika keterwakilan itu tidak terpenuhi, anggota Komisi II DPR periode saat ini pula yang mendapat catatan buruknya,” katanya.
Penguatan kelembagaan
Sementara itu, dalam diskusi daring yang digelar PARA Syndicate, Jumat, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, pemilihan penyelenggara pemilu yang berintegritas, dan berkompetensi tidak hanya berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu semata, tetapi bagian dari upaya penguatan kelembagaan penyelenggara pemilu.
Sebab, tanpa penyelenggara yang baik, mustahil menjaga kredibilitas lembaga penyelenggara pemilu, yang nantinya akan berdampak pada kepercayaan publik terhadap hasil pemilu.
”Di tengah keterbatasan regulasi yang mengatur penguatan kelembagaan penyelenggara pemilu, kami mengupayakan penguatan lembaga itu melalui orang-orang yang akan mengisi kelembagaan itu,” ujar Doli.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu juga mengatakan, Komisi II DPR telah berkomunikasi dan meminta secara langsung kepada tim seleksi agar menghasilkan nama-nama calon anggota KPU dan Bawaslu yang sesuai dengan sejumlah kriteria tertentu. Pertimbangan utamanya ialah agar calon anggota KPU dan Bawaslu yang terpilih dalam seleksi itu adalah mereka yang baik dalam berbagai aspek, baik integritas, berpengalaman, maupun berkompeten.
”Integritas menjadi aspek pertama yang dikedepankan karena kami melihat pengalaman, ternyata masih ada penyelenggara pemilu yang terjebak masalah hukum. Bukan hanya di kabupaten/kota, melainkan juga di KPU RI,” kata Doli.
Kedua, Komisi II DPR mengharapkan anggota KPU dan Bawaslu terpilih adalah orang-orang yang memiliki kecakapan atau kapabilitas serta memahami soal pemilu, baik secara konsepsional maupun teknis. Mereka harus pula memahami pemilu dari beragam sudut pandang, baik aspek hukum, politik, penganggaran, dan sebagainya.
”Ketiga, tentu kami berharap orang yang terpilih adalah mereka yang memiliki kecakapan atau kemampuan komunikasi yang proporsional. Sebab, mereka bagaimanapun tidak bisa menghindari untuk berkomunikasi dengan stakeholder terkait, atau pemangku kepentingan yang pasti mempunyai kepentingan politik. Tidak mungkin juga kalau mereka tidak berkomunikasi dengan parpol dan pemerintah,” ucap Doli.
Dengan kemampuan komunikasi yang baik itu, menurut Doli, anggota KPU dan Bawaslu terpilih nantinya harus bisa menempatkan diri di berbagai tarikan kepentingan, tetapi dengan tetap menjaga independensi serta imparsialitas mereka.
Keempat, Komisi II DPR akan memilih orang-orang yang inovatif dan kreatif karena tantangan pemilu di masa depan semakin tidak mudah. Mereka yang terpilih haruslah terbuka terhadap penggunaan teknologi, mengerti digitalisasi, dan elektronifikasi di berbagai tahapan pemilu.
Selain itu, anggota KPU dan Bawaslu harus memiliki mental dan fisik yang kuat. Apalagi dengan beban pekerjaan yang berat pada Pemilu 2024, syarat kesehatan mental dan fisik ini akan sangat menentukan bagi mereka dalam menjalankan tugas sehari-hari.
Doli mengatakan, selama ini komunikasi antarfraksi menyikapi nama-nama calon anggota KPU dan Bawaslu berlangsung baik. Oleh karena itu, uji kelayakan dan kepatutan yang digelar pada 14-16 februari 2022 diharapkan bisa menghasilkan penyelenggara pemilu yang berkualitas.
”Penyelenggara pemilu yang baik akan bisa membuat lembaga penyelenggara pemilu berkualitas, dan bisa menghasilkan pemilu berkualitas pula. Produknya adalah pemerintahan yang berkualitas,” ujar Doli.
Sementara itu, anggota Bawaslu 2012-2017, Daniel Zuchron, mengatakan, 14 nama calon anggota KPU, dan 10 calon anggota Bawaslu yang telah diajukan timsel merupakan nama-nama terbaik. Kini, proses politik yang akan menentukan siapa dari mereka yang akan menjadi anggota KPU dan Bawaslu.
”Sebenarnya dengan menutup mata saja, siapa pun yang terpilih dari 14 nama calon anggota KPU dan 10 nama calon anggota Bawaslu, pemilu akan tetap berjalan. Sebab, mereka ini orang-orang terpilih yang diseleksi dengan ketat dan tidak main-main,” kata Daniel.
Baca juga: Lobi-lobi Sulit Terhindarkan dalam Proses Politik Pemilihan Anggota KPU-Bawaslu di DPR
Fraksi-fraksi di Komisi II DPR pun diyakini telah memiliki preferensi masing-masing dalam menentukan siapa yang akan dipilih menjadi anggota KPU dan Bawaslu. Oleh karena itu, dimensi politik akan menentukan di dalam mekanisme fit and proper test.
”Di tahapan ini, fraksi-fraksi hanya tinggal melakukan konfirmasi saja atas pilihan dan pertimbangan mereka terhadap nama-nama itu,” ujarnya.