RUU PPP Disepakati Diusulkan Jadi Inisiatif DPR, PKS Menolak
Fraksi PKS meminta agar ada prasyarat tertentu untuk penggunaan metode omnibus dalam penyusunan UU yang perlu diatur di RUU PPP. Meski diwarnai penolakan PKS, RUU PPP akan tetap dibawa ke Rapat Paripurna, Selasa (8/2).
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Delapan dari sembilan fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui agar draf Rancangan Undang-Undang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan untuk dijadikan inisiatif DPR. Satu fraksi yang menolak, yaitu Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, meminta agar substansi RUU didalami kembali.
Persetujuan untuk membawa draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tersebut ke tingkat selanjutnya, yakni pengambilan keputusan di Rapat Paripurna DPR, diambil di dalam rapat pleno Panitia Kerja (Panja) RUU PPP DPR yang dipimpin oleh Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas, Senin (7/2/2022) di Jakarta.
Supratman mengatakan, setelah diambil keputusan di tingkat panja, selanjutnya RUU itu akan diusulkan untuk dibawa ke rapat paripurna terdekat guna ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR.
Pembahasan RUU PPP itu merupakan bagian dari respons pembentuk UU untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menilai UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Salah satunya yang disoroti oleh MK ialah metode penyusunan UU Cipta Kerja dengan regulasi omnibus law tidak diatur dalam mekanisme pembentukan UU di Tanah Air. Kedua, MK menyoroti belum optimalnya partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation) di dalam pembahasan UU Cipta Kerja.
Pengambilan keputusan rapat pleno Panja RUU PPP, Senin, berlangsung relatif cepat. Dalam memberikan pendapat minifraksi, fraksi-fraksi sepakat untuk tidak membacakannya, tetapi menyerahkan dokumennya secara langsung kepada pimpinan rapat. Hanya dua fraksi yang membacakan poin catatan mereka secara singkat, yakni Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Fraksi PKS.
Anggota Baleg DPR dari Fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah, mengatakan, fraksinya pada intinya menyetujui draf RUU PPP itu dibawa ke tahap selanjutnya. Namun, PKB menekankan kembali sejumlah hal untuk diperhatikan, utamanya yang terkait dengan partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
”Bagi PKB, partisipasi masyarakat perlu dilakukan secara bermakna agar memenuhi tiga prasyarat, yakni hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapatan yang diberikan (right to be explained),” katanya.
Terkait dengan partisipasi masyarakat itu, Luluk menekankan agar dipahami sebagai partisipasi yang bermakna (meaningful participation). ”Terutama sekali mendengarkan pihak-pihak yang mungkin akan terdampak dari pembentukan suatu UU,” katanya.
Sementara itu, anggota Baleg DPR dari Fraksi PKS Mulyanto mengatakan, fraksinya menolak pengambilan keputusan pleno Panja RUU PPP dilakukan, Senin. Karena fraksinya menilai masih diperlukan pendalaman atas substansi RUU PPP.
PKS, antara lain, meminta agar ada prasyarat tertentu mengenai penggunaan metode omnibus law (sapu jagat) yang diatur di dalam RUU PPP itu. Dengan demikian, prasyarat itu menjadi pedoman pada saat kapan metode itu dapat digunakan. PKS mengusulkan agar prasyarat itu meliputi pertimbangan urgensi dalam membentuk UU yang melibatkan banyak kluster, perlunya pembatasan yang rasional terkait dengan jumlah peraturan perundang-undangan yang dapat digabungkan dengan metode omnibus law, serta perlunya pengaturan alokasi waktu yang memadai dalam pembahasan omnibus law.
Terkait dengan pelibatan partisipasi masyarakat, Mulyanto mengatakan, untuk memastikan agar masyarakat dapat terlibat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, draf dan dokumen RUU itu harus dapat diakses oleh publik. ”Setiap rancangan peraturan perundang-undangan agar dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat luas sehingga publik bisa mengkritisi dan memberikan masukan,” ucapnya.
Pengaturan omnibus
Wakil Ketua Baleg DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mengatakan, sejumlah hal diatur di dalam draf RUU PPP. Pertama, di Pasal 1 RUU itu diatur mengenai definisi omnibus. Sebelumnya, definisi mengenai omnibus dan ketentuan terkait metode ini belum ada di UU PPP.
Ada pula pasal yang mengatur agar perubahan terhadap UU yang menggunakan metode omnibus hanya dapat dilakukan dengan mengubah UU tersebut. ”Penambahan Pasal 97 A, Pasal 97 B, dan Pasal 97 C RUU yang mengatur mengenai peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus law hanya dapat diubah dengan mengubah peraturan perundang-undangan dimaksud,” katanya.
Pengaturan itu diperlukan agar tidak terjadi perubahan secara parsial dan sektoral terhadap UU asli yang digabungkan, atau terhadap pasal-pasal di UU sektoral yang telah diatur di dalam omnibus.
Draf RUU PPP itu juga mengatur mengenai mekanisme perbaikan teknis oleh Kementerian Sekretariat Negara dalam hal masih terjadi kesalahan tik setelah RUU yang telah disetujui DPR itu diserahkan kepada Presiden untuk disahkan dan diundangkan. Ketentuan ini diatur di dalam Pasal 73 Ayat (1).
Sebelumnya, banyak salah tik yang masih ditemukan di dalam UU Cipta Kerja, sekalipun telah melalui harmonisasi dan sinkronisasi di DPR, bahkan hingga disetujui di paripurna.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan, paripurna terdekat akan diadakan Selasa (8/2/2022). Sejumlah hal akan dibahas, termasuk surat presiden mengenai nama-nama calon anggota KPU dan Bawaslu, serta permintaan persetujuan RUU PPP menjadi inisiatif DPR.