Sama dengan partai-partai politik, para tokoh berpotensi capres-cawapres mulai intens bermanuver demi mendapatkan kendaraan yang akan digunakan untuk mengikuti Pemilu Presiden 2024.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO,PRAYOGI DWI SULISTYO,DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Partai-partai politik langsung menggencarkan konsolidasi internal dan komunikasi dengan kekuatan politik lain begitu pemilihan umum serentak ditetapkan digelar pada 14 Februari 2024. Penjajakan terhadap para tokoh yang berpotensi menjadi calon presiden dan calon wakil presiden kian gencar dilakukan.
Salah satu partai politik (parpol) yang semakin intens melakukan penjajakan terhadap para tokoh berpotensi capres-cawapres adalah Partai Amanat Nasional (PAN). Partai berlambang matahari itu kembali menghadirkan para tokoh berpotensi capres dalam acara pidato kebudayaan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Sabtu (29/1/2022).
Setidaknya tiga tokoh yang digadang-gadang sebagai bakal capres hadir. Mereka ialah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Ini kedua kalinya Erick, Anies, dan Emil—sapaan Kamil—hadir dalam acara internal PAN. Sebelumnya, pada 3-6 Oktober 2021, di Nusa Dua, Bali, ketiganya didaulat berbicara di hadapan ratusan kader PAN yang duduk di lembaga legislatif dan eksekutif di daerah hingga pusat.
Seusai menyampaikan pidato kebudayaan bertajuk ”Indonesia Butuh Islam Tengah”, Zulkifli menyampaikan bahwa ketiga sosok yang diundang oleh PAN, baik Emil, Anies, maupun Erick, memiliki pemikiran cemerlang bagi kemajuan bangsa. ”Ini pemimpin-pemimpin yang berani dialog, berani berdiskusi, punya wawasan ke depan, pikirannya terbuka. Jadi, kalau calon-calon pemimpin kita kayak teman-teman saya ini, waduh, Indonesia itu kita lihatnya itu terang,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum DPP PAN Yandri Susanto menambahkan, ketiga tokoh itu berpeluang didukung PAN untuk maju di Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Sejauh ini, komunikasi politik antara PAN dan ketiga tokoh itu sangat baik.
”Terbuka semua peluang dan memang mereka-mereka ini, kan, sangat dekat dengan PAN. Berkomunikasinya sangat lancar dan tidak ada hambatan sama sekali. Chemistry-nya sudah terbangun,” tutur Yandri.
Hasil survei terakhir Litbang Kompas pada Oktober 2021 menunjukkan, tingkat keterpilihan Anies dan Emil berada di papan atas. Anies berada di urutan ketiga setelah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dengan elektabilitas 9,6 persen. Sementara Emil menduduki posisi keempat dengan derajat keterpilihan 5,1 persen.
Ini pemimpin-pemimpin yang berani dialog, berani berdiskusi, punya wawasan ke depan, pikirannya terbuka. Jadi, kalau calon-calon pemimpin kita kayak teman-teman saya ini, waduh, Indonesia itu kita lihatnya itu terang.
Namun, baik Anies maupun Emil sama-sama belum memiliki kendaraan politik. Seusai acara, Emil mengatakan masih mempertimbangkan banyak hal untuk maju sebagai capres melalui PAN.
Persiapan untuk menghadapi pilpres juga dilakukan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Wakil Sekretaris Jenderal PKB Luqman Hakim mengungkapkan, PKB semakin intens menjalin komunikasi dengan parpol lain. Penjajakan terus dilakukan untuk membentuk koalisi karena PKB ingin mengusung Ketua Umum Muhaimin Iskandar sebagai capres.
Kepala daerah
Selain parpol, para tokoh yang ingin maju Pilpres 2024 juga mulai gencar bermanuver, tak terkecuali para kepala daerah. Selain Anies dan Emil, Gubernur Jateng Ganjar juga berpotensi menjadi capres. Survei Litbang Kompas pada Oktober 2021 menunjukkan, elektabilitas Ganjar sebesar 13,9 persen.
Ganjar kerap menghadiri berbagai acara, baik yang digelar di Jateng maupun provinsi lainnya. Terakhir Ganjar hadir dalam pencanangan percepatan pelaksanaan Kampung Keluarga Berkualitas Gotong Royong Bebas Stunting di kantor pusat PDI-P Jalan Diponegoro, Jakarta, Kamis pekan lalu. Acara itu dihadiri pula oleh Ketua DPP PDI-P Puan Maharani yang juga disebut akan maju pada pilpres mendatang.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga masuk bursa capres. Beberapa hari terakhir, foto Khofifah bersama Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto yang juga akan maju pada Pilpres 2024 terpasang di videotron yang berada di sejumlah lokasi di Surabaya.
Melihat fenomena itu, Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi Titi Anggraini mengatakan, sejak Jokowi terpilih dalam Pilpres 2014, fenomena kepala daerah menjadi sumber untuk mengisi jabatan kepemimpinan nasional memang muncul. Hal itu positif karena artinya kepemimpinan dan kinerja di daerah menjadi modal masuk ke panggung politik nasional. Artinya, orang tersebut telah teruji kepemimpinan dan kinerjanya, termasuk tata kelola pemerintahan dan birokrasi di daerah.
”Cerita sukses Jokowi yang terpilih selama dua periode, yaitu pada tahun 2014 dan 2019, ini seolah bergulir lagi menuju pilpres 2024. Kepala daerah yang memiliki popularitas dan elektabilitas tampaknya ingin mendapatkan peluang yang sama,” ujar Titi.
Khusus untuk kepala daerah yang bukan kader parpol, seperti Anies dan Emil, mau tidak mau harus gencar melakukan pendekatan ke parpol. Sebab, sesuai dengan konstitusi, saluran untuk mendapatkan kendaraan politik atau pencalonan hanya melalui parpol. Mereka tentu harus memastikan kendaraan atau perahunya untuk mengarungi Pilpres 2024. Apalagi, jika masa jabatan mereka sebentar lagi akan habis, mereka harus lebih luwes dan lincah bermanuver politik.
”Ini memang bisa menjadi pisau bermata dua. Publik bisa melihat safari politik itu membuat kerja-kerja pelayanan publik terganggu karena fokus kepala daerah sudah beralih ke Pilpres 2024. Ini bisa mengurangi penerimaan publik terhadap tupoksi mereka sebagai pemimpin daerah. Idealnya, kepala daerah bisa menyeimbangkan kinerja dan manuver politiknya,” ujarnya.
Jika kinerja dan manuver politik bisa dilakukan secara proporsional, elektabilitas dan opini publik terhadap mereka akan tetap terjaga. Jangan sampai ada kesan mereka meninggalkan tanggung jawab sebagai kepala daerah karena memprioritaskan lobi politik.
”Kalau pelayanan publik atau tata kelola pemerintahan mereka jelek, justru akan menjadi bumerangyang digunakan untuk menyerang mereka secara politik. Apalagi di era keterbukaan informasi seperti ini. Mereka harus berhati-hati menyeimbangkan manuver politik dan kerja pelayanan publik,” kata Titi.
Peneliti senior politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro, menambahkan, fenomena bakal capres, termasuk kepala daerah, mencari kendaraan politik menunjukkan ada persoalan dalam kaderisasi di parpol. Sebab, semestinya parpol yang menyiapkan kader untuk diusung menjadi capres-cawapres. Sebab, berdasarkan undang-undang, capres-cawapres diusung oleh parpol atau koalisi parpol.
Fenomena itu juga dikhawatirkan akan membuat sistem pengisian jabatan pemimpin di level nasional lebih mengedepankan popularitas dan elektabilitas semata. Padahal, popularitas dan elektabilitas belum tentu menjamin capres memiliki kualifikasi dan korelasi sebagai pemimpin nasional.
Senada dengan Titi, Siti Zuhro juga mengingatkan kepada para kepala daerah yang masih aktif untuk tetap memprioritaskan tugas melakukan pelayanan publik dan memimpin daerah masing-masing. Jangan sampai tugas mereka terbengkalai hanya karena ajang berpolitik di tingkat nasional. Sebab, kesuksesan dalam memimpin daerah, menata birokrasi, dan tata kelola pemerintahan daerah justru akan lebih penting bagi publik sebagai bekal untuk memilih mereka.