Sinyal PAN Menuju Pilpres 2024, dari Ridwan Kamil, Anies Baswedan, hingga Erick Thohir
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Menteri BUMN Erick Thohir menghadiri pidato kebudayaan Ketum PAN Zulkifli Hasan. PAN siap dijadikan kendaraan politik salah satu dari mereka.
JAKARTA, KOMPAS – Partai Amanat Nasional mulai intens memberikan panggung terhadap Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, serta Menteri BUMN Erick Thohir. Petinggi PAN juga tak memungkiri ketertarikannya terhadap ketiga sosok tersebut untuk diusung di Pemilihan Presiden 2024.
Ridwan Kamil, Anies Baswedan, serta Erick Thohir semakin sering diikutkan dalam agenda-agenda internal Partai Amanat Nasional (PAN). Pada Sabtu (29/1/2022), misalnya, mereka menghadiri pidato kebudayaan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, di Perpustakaan Nasional, Jakarta. Sebelumnya, pada 3-6 Oktober 2021, di Nusa Dua, Bali, mereka juga didaulat berbicara di hadapan ratusan kader PAN yang duduk di lembaga legislatif dan eksekutif di daerah hingga pusat.
Namun, ada sedikit yang berbeda di sela-sela penyampaian pidato kebudayaan bertajuk ”Indonesia Butuh Islam Tengah” oleh Zulkifli. Ia menyapa Ridwan Kamil sebagai sahabat. Panggilan itu tidak diucapkannya saat menyapa Anies ataupun Erick.
”Gubernur Jawa Barat, sahabat saya Ridwan Kamil. Saya panggil sahabat, ada maksudnya. Yang tahu Amanat Institute,” ujar Zulkifli disambut tepuk tangan para kader dan pengurus DPP PAN yang hadir.
Adapun Amanat Institute merupakan sekolah politik bagi kader-kader PAN. Hadir dalam acara pidato kebudayaan Zulkifli, antara lain, Sekretaris Jenderal DPP PAN Eddy Soeparno, Wakil Ketua Umum DPP PAN Yandri Susanto, Ketua Majelis Penasihat Partai (MPP) DPP PAN Hatta Rajasa, Ketua Dewan Kehormatan DPP PAN Soetrisno Bachir, serta Ketua Dewan Pakar DPP PAN Dradjad Wibowo.
Baca juga: Pentas Tiga Gubernur di Hadapan Kader PAN
Seusai acara, Zulkifli menjelaskan, alasan dirinya menyebut Ridwan Kamil sebagai sahabat karena ia merasa dekat dan sayang dengan sosok Ridwan Kamil. ”Betul, bukan saya pura-pura. Memang sayang saya. Kalau Pak Ridwan Kamil sudah ngomong, saya jatuh cinta,” katanya.
Namun, saat ditanyakan, apakah hal itu menjadi sinyal bagi PAN akan mendukung Ridwan Kamil di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, menurut Zulkifli, itu adalah soal lain. Namun, lanjutnya, yang pasti, ia merasa ketiga sosok yang diundang oleh PAN, baik Ridwan Kamil, Anies, maupun Erick, memiliki pemikiran cemerlang bagi kemajuan bangsa.
”Ini pemimpin-pemimpin yang berani dialog, berani berdiskusi, punya wawasan ke depan, pikirannya terbuka. Jadi, kalau calon-calon pemimpin kita kayak teman-teman saya ini, waduh, Indonesia itu kita lihatnya itu terang,” ucap Zulkifli.
Baca juga: Kans Para Gubernur di 2024, Saat ”Panggung” Tak Lagi Ada
Yandri Susanto menambahkan, ketiga tokoh itu berpeluang didukung PAN untuk maju di Pilpres 2024. Sejauh ini, komunikasi politik antara ketiganya dan PAN pun sangat baik.
”Terbuka semua peluang dan memang mereka-mereka ini, kan, sangat dekat dengan PAN. Berkomunikasinya sangat lancar dan tidak ada hambatan sama sekali. Chemistry-nya sudah terbangun,” tutur Yandri.
Menurut Yandri, PAN sangat siap untuk dijadikan kendaraan politik bagi salah satu di antara mereka. Namun, tentu saja, lanjutnya, PAN menyadari tidak bisa mengusung calon presiden-calon wakil presiden sendiri. ”Kami, kan, perlu koalisi. Tetapi, itu masih jauh,” katanya.
Ridwan Kamil menyampaikan, sejauh ini, dirinya masih mempertimbangkan banyak hal untuk maju sebagai calon presiden melalui PAN. Namun, ia enggan membeberkan pertimbangan-pertimbangan tersebut. ”Nanti pasti pertengahan tahun saya kabarkanlah ke teman-teman media,” ujarnya.
Ia membeberkan, komunikasi antara dirinya dan Zulkifli tergolong intens. Mungkin pula, ia menduga, komunikasi yang intens itu membuat Zulkifli akhirnya memanggil dirinya sebagai sahabat. Saat ditanya wartawan, apakah dari sahabat dan kemudian menjadi kader PAN, ia menjawab, ”Ya, mungkin,” ucapnya sambil tersenyum.
Konsep Islam tengah
Zulkifli dalam pidato kebudayaannya mengatakan, semestinya pemikiran mengenai Islam moderat atau Islam tengah menjadi pijakan bagi seluruh umat Muslim dalam berbangsa dan bernegara. Islam tengah yang ia maksud adalah mengedepankan keseimbangan serta sikap unggul yang mengerti batas-batas toleransi dengan semua pihak dan sanggup mengayomi semua golongan.
Menurut Zulkifli, dengan menjadi moderat, hal itu bukan berarti menjadi sikap yang lemah, abu-abu, tidak jelas atau mencari aman. Sikap moderat adalah sikap unggul dan superior untuk mencari titik temu, juru damai, serta menghindari titik tengkar.
”Inilah Islam yang mengedepankan prinsip rahmatan lil alamin, menjadi berkah untuk seluruh alam semesta,” ucap Zulkifli.
Ia menyadari, Islam tengah bukanlah sebuah konsep yang baru, tetapi sudah lama hidup di Indonesia. Para pendiri bangsa khususnya para tokoh Islam telah melahirkan konsep tersebut. Mereka melihat Indonesia secara utuh dan berpegang teguh pada pilihan terbaik atau wasathiyah. Pandangan Islam tengah ini kemudian terus dihidupkan dan dikembangkan oleh mayoritas umat Islam Indonesia saat ini.
Melihat konteks sosial politik Indonesia saat ini, Zulkifli merasa spirit Islam tengah perlu diperkuat kembali. Aktor-aktor politik kebangsaan Islam harus berpegang teguh pada nilai-nilai ini dan menghindarkan diri dari ideologi-ideologi transnasional yang mencoba menawarkan konsep khilafah. ”Khilafah kita adalah Pancasila,” tegasnya.
Baginya, spirit Islam tengah ini harus dijadikan fondasi dan diaktulasikasikan kembali dalam tatanan kehidupan sosial saat ini, lebih jauh lagi dalam perpolitikan Indonesia ke depan. Sebab, Islam tengah tak hanya membawa misi ketuhanan, tetapi juga misi kemanusiaan.
”Sudah saatnya kita semua bergerak tengah, tidak ekstrem kiri, tidak ekstrem kanan. Kita enggak perlu meniru negara mana pun karena Indonesia mempunyai karakter dan jati diri sendiri,” tutur Zulkifli.