Terima Suap Pengurusan Perkara, Bekas Penyidik KPK Divonis 11 Tahun Penjara
Majelis hakim menolak permohonan bekas penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju menjadi ”justice collaborator”. Permintaan Robin menahan Komisioner KPK, Lili Pintauli Siregar, dinilai tak ada relevansinya dengan perkara.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Stepanus Robin Pattuju, divonis 11 tahun penjara karena terbukti menerima suap dari sejumlah pihak yang berperkara di KPK. Dalam pengurusan perkara itu. Robin bekerja sama dengan pengacara bernama Maskur Husain yang diganjar sembilan tahun penjara.
Sidang putusan kasus suap pengurusan perkara di KPK itu dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (12/1/2022). Majelis hakim yang membacakan putusan diketuai Djuyamto, dan anggota Jaini Bashir serta Rianto Adam Pontoh.
Selain hukuman penjara, Robin dijatuhi pidana tambahan berupa denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Robin juga dijatuhi pidana membayar uang pengganti senilai Rp 2,3 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Jika uang pengganti tidak dibayar dan harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar, diganti dengan hukuman penjara 1,5 tahun.
Adapun Maskur Husain dijatuhi pidana denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan, dan membayar uang pengganti senilai Rp 8,7 miliar dan 36.000 dollar AS satu bulan setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Jika dalam waktu tersebut tidak bisa membayar atau harta bendanya tidak cukup untuk membayar, diganti dengan penjara selama tiga tahun.
Jaini Bashir menyebutkan, Robin bekerja sama dengan Maskur bersepakat meminta dan menerima uang dari pihak yang sedang diproses hukum oleh KPK.
Mereka antara lain bekas Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial, bekas Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan orang kepercayaannya Aliza Gunado, bekas Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna, Direktur PT Tenjo Jaya Usman Efendi, dan bekas Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari. Total uang yang diterima adalah Rp 11 miliar dan 36.000 dollar AS atau total Rp 11,5 miliar.
Robin dan Maskur berupaya meyakinkan orang yang sedang terkait perkara korupsi dan sedang diproses hukum oleh KPK untuk memberikan sejumlah uang. Uang dari para pihak perkara kemudian digunakan untuk mengurus perkara mereka di KPK.
”Pada uraian tersebut, baik Stepanus Robin Pattuju maupun Maskur Husain, tampak jelas adanya kerja sama secara sadar untuk melakukan tindak pidana yang sebagaimana didakwakan pada diri masing-masing pelaku. Oleh karena itu, unsur turut serta atau penyertaan telah terbukti dan terpenuhi,” kata Jaini.
Robin sempat mengajukan diri sebagai saksi yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar perkara (justice collaborator). Namun, oleh majelis hakim, permohonan itu ditolak. Majelis hakim berpandangan permintaan Robin untuk menahan Komisioner KPK, Lili Pintauli Siregar, dan pengacara Arief Aceh tidak ada relevansinya dengan perkara yang diperiksa.
”Dan, terdakwa juga sebagai pelaku utama dalam perkara ini sehingga majelis hakim berpendapat bahwa permohonan terdakwa tersebut haruslah ditolak. Seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan apabila tidak melakukan tindak pidana. Namun, apabila dia melakukan tindak pidana tidaklah selalu dapat dipidana. Orang-orang akan dipidana apabila dia memiliki kesalahan,” imbuh Jaini.
Hakim Ketua Djuyamto menambahkan, hal-hal yang memberatkan Robin dalam perkara itu adalah perbuatannya sebagai aparatur hukum merusak tatanan negara yang bersifat bersih, dan antikorupsi, kolusi, ataupun nepotisme. Robin juga dianggap tidak mendukung tindakan pemerintah dan masyarakat yang sedang giat-giatnya memberantas tindak pidana korupsi.
”Adapun, keadaan meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, sopan selama di persidangan dan tanggungan keluarga,” kata Djuyamto.
Atas putusan tersebut, baik Robin maupun Maskur menyatakan pikir-pikir.
Bongkar peran Lili
Meskipun permohonan justice collaborator (JC) ditolak, Robin masih tetap sesumbar akan mengungkap keterlibatan Lili Pintauli Siregar dalam pengurusan perkara di KPK. Seusai persidangan, Robin mengungkapkan kekecewaannya atas vonis hakim, terutama karena permohonan JC-nya ditolak dengan alasan tidak relevan dengan perkara. Padahal, menurut Robin, jelas-jelas Lili Pintauli berhubungan dengan pihak yang berperkara di KPK, yaitu M Syahrial.
”Saya mengusulkan pengacara Maskur Husain (untuk mengurus perkara di KPK). Apa bedanya dengan dia (Lili Pintauli) mengusulkan Arief Aceh? Sama kok. Tidak relevannya di mana?” kata Robin.
Robin mengaku, dia dan tim kuasa hukumnya tetap akan membuka peran Lili dalam pengurusan perkara di KPK hingga diproses hukum.
Kuasa hukum Robin, Tito Hananta Kusuma, menambahkan, pihaknya akan mendukung laporan terhadap Lili yang sudah dilayangkan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman ke Kejaksaan Agung. Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan MAKI untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Bahkan, pihaknya juga mengklaim akan menyampaikan bukti-bukti yang dimiliki kepada MAKI untuk memperkuat laporannya.
”Nanti bisa ditelusuri mudah sekali itu. KPK sudah tahu identitasnya tinggal dibuka saja rekening bukti transfernya (ke Lili Pintauli). Yang jelas, Syahrial sudah bicara di persidangan Bu Lili merekomendasikan Arief Aceh. Tunggu saja, nanti juga akan terungkap semuanya,” kata Tito.