Bacakan Pleidoi, Robin Sesumbar Penjarakan Lili Pintauli Siregar
Saat pembelaan terdakwa kasus suap perkara dugaan korupsi,eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju menyebut akan bongkar peran Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar. Bersama pengacara Arief Aceh, Lili dituding terlibat.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Bekas penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Stepanus Robin Pattuju menyebut akan membongkar peran Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar dan pengacara Arief Aceh dalam kasus korupsi Tanjung Balai, Sumatra Utara. Bahkan, Robin berani sesumbar bahwa dia akan mengungkap kasus itu sampai Lili benar-benar diproses hukum.
Hal itu terungkap dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pleidoi) terdakwa kasus suap lima perkara yang ditangani KPK. Robin bersama seorang pengacara bernama Maskur Husain diduga menerima suap total senilai Rp 11,025 miliar. Dari total uang itu, Rp 1,695 miliar di antaranya diberikan oleh bekas Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial untuk mengamankan penyelidikan kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Tanjung Balai agar tidak naik ke tahap penyidikan.
Robin saat membacakan pleidoinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (20/12/2021), mengatakan, dirinya mengajukan permohonan sebagai pelaku kejahatan yang bekerjasama dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum (justice collaborator). Dia berjanji akan mengungkap peran Lili Siregar dan pengacara Arief Aceh. Arief Aceh adalah seorang pengacara misterius yang disebut dalam persidangan perkara tersebut.
Saat itu, Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial menyebut bahwa Lili Pintauli memberitahukan bahwa perkara suap jual beli jabatan di Kota Tanjung Balai sudah sampai di meja pimpinan KPK. Syahrial kemudian meminta petunjuk kepada Lili untuk mengamankan perkaranya itu, karena dia sedang mencalonkan diri sebagai calon wali kota petahana. Lili menyebut tak bisa membantu karena berkas sudah sampai ke tingkat pimpinan. Namun, Lili merekomendasikan nama Arief Aceh untuk mengurus perkara suap tersebut.
“Saya sangat menyesali dan meminta maaf jika perbuatan saya telah mencoreng nama baik KPK. Tetapi, saya juga berharap dan meminta keadilan agar ibu Lili Pintauli Siregar diproses sesuai dengan isi surat Justice Collaborator (JC) saya”
Saat bersaksi dalam perkara itu, M Syahrial mengatakan dirinya tidak menindaklanjuti saran yang diberikan oleh Lili Pintauli. Dia justru meminta bantuan kepada politikus Golkar Azis Syamsuddin. Dia meminta bantuan kepada Azis karena sama-sama kader Golkar. Oleh Azis, Syahrial kemudian dikenalkan dengan penyidik KPK Robin.
“Saya sangat menyesali dan meminta maaf jika perbuatan saya telah mencoreng nama baik KPK. Tetapi, saya juga berharap dan meminta keadilan agar ibu Lili Pintauli Siregar diproses sesuai dengan isi surat Justice Collaborator (JC) saya,” ujar Robin.
Robin juga menyatakan mendukung laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terhadap Lili Pintauli ke Kejaksaan Agung. Menurutnya, Tindakan yang dilakukan Lili itu adalah tindak pidana yang diatur di pasal 35 dan pasal 36 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Usai persidangan, Robin mengatakan, dirinya akan membongkar sejumlah kasus yang melibatkan Lili di KPK. Dia mengklaim mengetahui sepak terjang Lili dan Arief Aceh yang kerap beracara di KPK semenjak Lili menjabat sebagai Wakil Ketua KPK.
“Saya akan bongkar beberapa kasus yang melibatkan dia. Dia (Lili Pintauli Siregar) harus masuk penjara,” kata Robin.
Menurut pengakuan Robin, Arief Aceh adalah nama samaran. Nama aslinya adalah Arief Sulaiman. Dia memiliki kantor pengacara di daerah Kemang Jakarta Selatan. Namun, dia tidak bisa menjelaskan secara rinci nama firma hukum milik Arief Aceh tersebut.
“Nanti pasti akan saya ungkap,” tegas Robin, walaupun perkaranya dijadwalkan akan diputus oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada 12 Januari 2021 lalu.
"Selain menerima suap dari Wali Kota Tanjung Balai, Robin juga menerima suap dari eks Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna, dan eks Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari untuk pengurusan perkara Peninjauan Kembali (PK) kasus korupsinya"
Dalam pleidoinya, Robin mengaku menyesal atas perbuatan yang dia lakukan dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Dia juga memohon kepada majelis hakim agar diberi putusan yang seringan-ringannya. Alasannya, karena dia memiliki tanggungan keluarga, belum pernah melakukan tindak pidana korupsi, dan telah mengabdikan diri sebagai anggota Polri.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut Robin 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Jaksa KPK Lie Putra Setiawan dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/12/2021), juga menuntut Robin membayar uang pengganti senilai Rp 2,3 miliar. Uang pengganti harus dibayarkan paling lambat sebulan setelah perkara dinyatakan berkekuatan hukum tetap. Jaksa akan menyita harta benda Robin apabila dia tidak mampu membayarnya, (Kompas, 7 Desember 2021).
Selain menerima suap dari Wali Kota Tanjung Balai, Robin juga menerima suap dari eks Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna, dan eks Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari untuk pengurusan perkara Peninjauan Kembali (PK) kasus korupsinya. Robin dan Maskur Husain juga menerima suap dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan kader Partai Golkar Aliza Gunado untuk mengamankan kasus suap Dana Alokasi Khusus (DAK) Lampung Tengah. Di dalam dakwaan, Azis dan Aliza memberikan uang senilai Rp 3,099 miliar serta 36.000 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 512 juta.