KPK Dalami Kesaksian Syahrial soal ”Atasan” Robin Pattuju
Komisi Pemberantasan Korupsi akan mendalami fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan perkara suap dengan terdakwa eks penyidik KPK, Stephanus Robin Pattuju. Termasuk tentang adanya ”atasan” yang disebut terlibat.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial mengungkap adanya dugaan keterlibatan ”atasan” bekas penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Stephanus Robin Pattuju, dalam penanganan perkara di Tanjungbalai. Terhadap kesaksian tersebut, KPK berjanji akan mendalaminya.
Dalam sidang dugaan korupsi dengan terdakwa Stephanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (11/10/2021), jaksa pada KPK membuka percakapan antara M Syahrial dan Robin. Dalam percakapan tersebut, Robin menyebut ”di atas lagi pada butuh” saat menagih uang ke Syahrial. Saat dikonfirmasi ke Syahrial yang saat itu hadir sebagai saksi, yang dimaksud dengan ucapan Robin adalah pimpinan. Namun, ia tak merinci siapa pimpinan yang dimaksud.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (13/10), mengatakan, setiap fakta di persidangan tentu menjadi informasi penting untuk didalami lebih lanjut. KPK akan memanggil para saksi lain untuk mengonfirmasi keterangan tersebut pada persidangan berikutnya.
”Sehingga, fakta ini kemudian apakah terkonfirmasi atau tidak. Sejauh ini, fakta tersebut masih bersifat testimonium de auditu, yaitu kesaksian atau keterangan karena mendengar dari orang lain,” ujar Ali.
Sebagaimana diketahui, lanjut Ali, dalam perkara ini, Robin didakwa menerima suap dari Syahrial untuk mengatur perkara jual beli jabatan di Tanjungbalai. Padahal, hal itu tak mungkin terjadi karena Robin bukan satuan tugas (satgas) yang menangani perkara tersebut.
”Namun, karena pihak lain percaya bahwa yang bersangkutan bisa membantu amankan perkara di KPK, maka terjadilah dugaan transaksi dimaksud,” tutur Ali.
Selain itu, menurut Ali, masyarakat juga perlu mengetahui bahwa seluruh perkara yang diklaim dapat diurus Robin, sampai saat ini masih berproses sehingga tidak ada penghentian penanganan sebagaimana dijanjikan Robin kepada pihak-pihak tertentu.
Ia pun menegaskan, penanganan perkara di KPK berlapis dan ketat sehingga tidak memungkinkan orang per orang bisa mengatur sebuah perkara. Bahkan, kontrol perkara dipastikan juga terjadi secara berjenjang dari satgas, direktorat, kemudian kedeputian penindakan sampai dengan lima pimpinan secara kolektif kolegial.
”Artinya dalam satu tim saja sangat mustahil dapat mengondisikan perkara agar tidak berlanjut, terlebih sampai pada tingkat direktorat, kedeputian, bahkan sampai pimpinan,” kata Ali.
Level darurat
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak KPK agar berani mengungkap semua pihak yang terlibat dalam kasus penanganan perkara di Tanjungbalai. Salah satunya, keterlibatan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar yang namanya juga disebut dalam sidang dugaan korupsi atas terdakwa Stephanus.
Semestinya Dewan Pengawas malu dengan putusannya karena menghukum ringan tindakan Lili. Bagi ICW, hukuman yang layak bagi pelanggar etik tersebut adalah merekomendasikan agar ia mengundurkan diri dan hengkang dari KPK.
Sebagaimana telah diberitakan, di dalam persidangan pada Senin lalu, Syahrial juga mengakui bahwa ia berkomunikasi dengan Lili. Lili memberitahukan bahwa ada berkas perkara atas nama Syahrial di mejanya. Berkas itu diduga terkait suap jual beli jabatan sekretaris daerah di Pemkot Tanjungbalai pada 2019. Syahrial kemudian meminta bantuan kepada Lili. Namun, Lili tak bisa membantu karena berkas sudah sampai kepada pimpinan.
Namun, saat Syahrial kembali meminta petunjuk kepada Lili terkait permasalahan hukumnya, Lili mengarahkan agar kasus tersebut diselesaikan oleh pengacara bernama Arif Aceh. Namun, saran itu tak dijalankan karena, menurut Robin, Arif Aceh dianggap sebagai pengacara ”pemain” di KPK. Syahrial pun memilih menyelesaikan perkara itu melalui Robin yang dikenal melalui eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Terhadap situasi tersebut, peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, Lili patut dihadirkan sebagai saksi di persidangan suap terkait penanganan perkara di Tanjungbalai. Sebab, namanya sudah berulang kali disebut oleh sejumlah pihak, misalnya, Syahrial, Robin, dan mantan Sekda Tanjungbalai Yusmada.
”Tindakan ini penting dilakukan untuk semakin memperjelas peran-peran Lili dalam sengkarut perkara tersebut,” ujar Kurnia.
Selain itu, lanjut Kurnia, KPK juga harus segera menerbitkan surat perintah penyelidikan guna melihat apakah ada dugaan tindak pidana serta pelanggaran Undang-Undang KPK, di balik komunikasi antara Lili dan Syahrial.
Terlepas dari itu, Kurnia mengatakan, komunikasi Lili dengan Syahrial semakin menandakan bahwa integritas pimpinan KPK sudah berada pada level darurat atau stadium empat. Sebagaimana diketahui, pelanggaran etik telah dilakukan oleh pimpinan KPK, bukan hanya Lili, tetapi juga Ketua KPK Firli Bahuri.
”Semestinya Dewan Pengawas malu dengan putusannya karena menghukum ringan tindakan Lili. Bagi ICW, hukuman yang layak bagi pelanggar etik tersebut adalah merekomendasikan agar ia mengundurkan diri dan hengkang dari KPK,” kata Kurnia.