Bekas Penyidik KPK Diduga Aktif Tawarkan Pengurusan Kasus
”Yang penting masuk dananya hari Senin karena jika tidak hari Senin dibayar, Bapak akan dijadikan tersangka pada ekspos hari Senin pukul 16.00,” tutur jaksa KPK mengungkap pembicaraan bekas penyidik KPK, Stephanus Robin.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Stephanus Robin Pattuju, didakwa menerima suap bersama Maskur Husain miliaran rupiah dari berbagai pihak. Uang itu diduga merupakan imbalan atas pengurusan beberapa pihak yang beperkara dengan KPK, termasuk dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Dakwaan terhadap Robin dibacakan jaksa penuntut umum KPK pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (13/9/2021). Sidang dipimpin ketua majelis hakim Djuyamto, dengan didampingi Rianto Adam Pontoh dan Jaini Bashir sebagai hakim anggota. Adapun jaksa KPK yang membaca surat dakwaan secara bergantian adalah Wahyu Dwi Oktafianto, Lie Putra Setiawan, dan Heradian Salipi.
Dalam dakwaannya, Robin bersama Maskur yang merupakan advokat diduga menerima uang dengan total Rp 11,025 miliar dan 36.000 dollar AS. Uang tersebut diterima dari Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsudin dan Aliza Gunado, Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna, terpidana kasus korupsi Usman Effendi, serta narapidana kasus korupsi bekas Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
”Dengan tujuan agar terdakwa dan Maskur Husain membantu M Syahrial, Azis Syamsudin dan Aliza Gunado, Ajay Muhammad Priatna, Usman Effendi, dan Rita Widyasari terkait kasus atau perkara di KPK, bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme,” kata jaksa.
Terhadap M Syahrial, sekitar Oktober 2020, Robin dikenalkan oleh Azis Syamsudin yang meminta bantuan agar penyelidikan kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Tanjungbalai tidak naik ke tahap penyidikan. Robin dan Maskur sepakat membantu Syahrial dengan imbalan Rp 1,7 miliar. Hingga awal November 2020, Syahrial baru mengirimkan Rp 350 juta.
Kemudian, pada Desember Robin berupaya meyakinkan Syahrial untuk mengirimkan sisa uang yang disepakati dengan kata-kata ”karena di atas lagi pada butuh, Bang”. Dari total uang yang diberikan sebesar Rp 1,695 miliar, Robin memberoleh Rp 490 juta dan Maskur memperoleh Rp 1,205 miliar.
Sekitar Agustus 2020, Robin diminta tolong oleh Azis Syamsuddin untuk mengurus kasus yang melibatkan Azis dan Aliza yang tengah dalam penyelidikan KPK di Lampung Tengah. Robin dan Maskur sepakat mengurus kasus tersebut asal diberi imbalan Rp 2 miliar baik dari Azis maupun Aliza.
Untuk mengurus kasus tersebut, Robin dan Maskur menerima uang Rp 3,099 miliar dan 36.000 dollar AS. Uang tersebut dibagi, yakni Robin mendapat Rp 799,8 juta dan Maskur memperoleh Rp 2,3 miliar dan 36.000 dollar AS.
Terkait dengan Ajay, dari informasi bahwa Wali Kota Cimahi tersebut sedang menjadi target KPK dalam penyidikan kasus bansos, sekitar Oktober 2020 Ajay kemudian menemui Robin dan menyampaikan masalahnya. Robin menyanggupi dan meyakinkan Ajay bahwa dirinya benar berasal dari KPK. Untuk itu, Robin meminta imbalan Rp 1,5 miliar yang kemudian disepakati menjadi Rp 500 juta.
Dalam rangka membantu mengurus perkara Ajay, Robin dan Maskur menerima uang Rp 507 juta. Dari jumlah tersebut, Robin memperoleh Rp 82,3 juta dan Maskur memperoleh Rp 425 juta.
Demikian pula terhadap Usman Effendi, pada 3 Oktober 2020 Robin menghubungi Usman dan menyampaikan bahwa Usman akan dijadikan tersangka terkait kasus Kalapas Sukamiskin. Ketika keduanya bertemu, Usman meminta Robin agar dirinya tidak dijadikan tersangka. Robin menyanggupi, tetapi ia meminta imbalan Rp 1 miliar. Namun, Usman Efendi keberatan karena jumlah yang diminta itu terlalu besar.
”Terdakwa lalu menyampaikan, ’Bapak bayar Rp 350 juta saja untuk tim dan tidak harus sekali bayar lunas. Yang penting masuk dananya hari Senin, karena jika tidak hari Senin dibayar, Bapak akan dijadikan tersangka pada ekspos pada hari Senin pukul 16.00’,” tutur jaksa.
Dari Usman, Robin menerima Rp 252 juta dan Maskur menerima Rp 272,5 juta.
Sementara perkara yang melibatkan Rita terkait dengan aset yang disita KPK dan upaya hukum peninjauan kembali (PK) yang diajukan Rita. Setelah Robin dikenalkan kepada Rita oleh Azis Syamsudin, sekitar Oktober 2020, Robin bersama Maskur menemui Rita ke Lapas Kelas IIA Tangerang untuk meyakinkan Rita bahwa mereka bisa mengurus aset dan PK yang diajukan Rita. Untuk itu, Rita diminta imbalan Rp 10 miliar sebagai lawyer fee dan meminta bagian 50 persen dari total nilai aset.
Rita memberikan uang melalui Usman Effendi dan akan menggantinya dua kali lipat. Total uang yang diterima dari Rita adalah Rp 5,19 miliar. Dari jumlah itu, Robin memperoleh Rp 697,8 juta dan Maskur memperoleh Rp 4,5 miliar.
Atas dugaan perbuatan tersebut, jaksa menjerat Robin dengan Pasal 12 Huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau Pasal 11 juncto Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Dalam tanggapannya terhadap dakwaan tersebut, Robin mengatakan, dirinya menyesal karena telah membohongi banyak pihak. Ia juga meminta maaf kepada KPK dan Polri. Terkait dengan surat dakwaan tersebut, ia dan penasihat hukumnya tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi.
Pasal tersebut juga didakwakan terhadap Maskur Husein yang sidang dakwaannya dilangsungkan setelah sidang terhadap Robin dengan majelis hakim dan jaksa yang sama. Terhadap dakwaan tersebut, Maskur menyatakan, dia tidak mengajukan eksepsi.