Kapolri Instruksikan 44 Mantan Pegawai KPK Cek Penyaluran Dana PEN
Sambil menanti proses administrasi kelembagaan pembentukan Satgas Pencegahan Korupsi tuntas, 44 mantan pegawai KPK di Polri sudah mulai mengkaji pencegahan korupsi dana pemulihan ekonomi nasional sejak 3 Januari lalu.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski wadah kerja resmi bagi 44 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang telah menjadi aparatur sipil negara di Kepolisian Negara Republik Indonesia belum terbentuk, kerja-kerja terkait pencegahan korupsi telah dimulai. Sejak 3 Januari 2022, mereka fokus mengkaji pencegahan korupsi pada penyaluran dana program Pemulihan Ekonomi Nasional atau PEN.
Salah satu mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah bergabung menjadi aparatur sipil negara (ASN) Polri, M Praswad Nugraha, mengatakan, ia dan 43 mantan pegawai KPK lainnya telah aktif bekerja di Polri sejak 3 Januari 2022. Hingga saat ini, mereka masih menunggu proses administrasi kelembagaan dalam pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Tindak Pidana Korupsi tuntas. Satgas itu merupakan wadah kerja resmi mereka sebelum Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortas Korups) terbentuk.
Praswad menambahkan, dari informasi yang diterima, satgas nantinya berada langsung di bawah koordinasi Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo. Satuan itu akan menaungi 44 mantan pegawai KPK tanpa ada pemecahan divisi.
Sekalipun belum terbentuk secara resmi, tambahnya, satgas sebenarnya sudah terbentuk secara materiil. Mereka juga sudah mulai bekerja sesuai dengan perintah Kapolri. ”Saat ini kami sedang fokus melakukan kajian pencegahan terkait dana PEN,” kata Praswad.
Ia menambahkan, beberapa tim juga telah berkoordinasi dengan sejumlah departemen dan kementerian untuk membangun sistem pencegahan korupsi dana PEN. Akan tetapi, ia belum bisa menjelaskan kerja-kerja tersebut secara lebih detail.
Pembentukan satgas
Dihubungi secara terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan membenarkan, pihaknya akan membentuk Satgas Pencegahan Tindak Pidana Korupsi untuk menaungi kerja para mantan pegawai KPK. Satgas diperlukan secepatnya untuk menempatkan mereka sebelum Kortas Korupsi terbentuk.
Meski belum bisa menjelaskan kapan Satgas Pencegahan Tindak Pidana Korupsi akan dibentuk, ia memastikan hal itu tidak akan memakan waktu lama. ”Dalam waktu dekat Satgas Pencegahan Tindak Pidana Korupsi akan dibentuk,” kata Ramadhan.
Ia menambahkan, Kortas Korupsi merupakan pengembangan dari Direktorat Tindak Pidana Korupsi yang saat ini berada di Badan Reserse Kriminal Polri. Akan tetapi, nantinya Kortas Korupsi akan menjadi satuan khusus yang berada di bawah koordinasi Kapolri. Pada tahap awal, korps ini akan dibentuk di tingkat Mabes Polri. Selanjutnya akan dibentuk pula di tingkat kewilayahan.
Saat melantik 44 mantan pegawai KPK menjadi ASN Polri pada awal Desember 2021, Listyo mengatakan, Kortas Korupsi nantinya terdiri atas beberapa divisi, seperti pencegahan, kerja sama antarlembaga, dan penindakan. Para mantan pegawai KPK akan ditempatkan di sana, sesuai dengan latar belakang pendidikan atau kompetensinya.
Pelibatan mantan pegawai KPK, kata Listyo, diperlukan karena pemberantasan korupsi tidak hanya sebatas penegakan hukum, tetapi juga harus menyentuh akar permasalahan. Keberadaan mereka diharapkan dapat mengubah pola pikir, memberikan pendampingan, melakukan upaya-upaya pencegahan, penangkalan, serta kerja sama internasional dalam rangka penelusuran dan pemulihan aset.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti mengatakan, pembentukan Kortas Korupsi yang harus mengubah direktorat menjadi korps memang membutuhkan waktu. Sebab, diperlukan koordinasi tidak hanya secara internal, tetapi juga dengan sejumlah kementerian.
Menurut dia, langkah untuk mendirikan satgas merupakan pilihan yang tepat guna mengisi kekosongan lembaga untuk menaungi kerja mantan pegawai KPK. ”Satgas merupakan satuan yang khusus dan fokus pada tugas tertentu sehingga kinerja, profesionalitas, dan efektivitasnya bisa terukur,” kata Poengky.
Namun, di sisi lain, bentuk satuan tersebut juga memiliki kelemahan, yakni sifatnya yang tidak permanen. Konsekuensinya, anggaran, sumber daya manusia, serta sarana dan prasarananya juga terbatas. Oleh karena itu, penting untuk mempercepat pembentukan Kortas Korupsi yang bersifat permanen.
”Saya berharap, Kortas dapat segera terbentuk sehingga kerja-kerja untuk pencegahan dan penegakan hukum terhadap korupsi bisa dilakukan secara maksimal,” ujar Poengky.