Menanti Kiprah Baru 44 Mantan Pegawai KPK Memberantas Korupsi
Pengalaman dari 44 mantan pegawai KPK yang memutuskan bergabung dengan Polri menjadi modal penting untuk meningkatkan kinerja Polri memberantas korupsi, juga untuk memberantas korupsi di negeri ini.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·5 menit baca
Sebanyak 44 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang telah resmi menjadi aparatur sipil negara atau ASN pada Kepolisian Negara Republik Indonesia direncanakan akan ditempatkan di Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi atau Kortas Tipikor. Pengalaman mereka dalam memberantas korupsi akan menjadi modal berharga untuk berkarya di ladang yang baru.
Dalam sebuah video, para mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah menjadi ASN Polri tampak duduk bercengkerama dengan pakaian seragam berwarna merah dan putih. Si pengambil gambar, Yudi Purnomo Harahap, sejenak menyebut beberapa nama.
”Ya, ini adalah para pejuang antikorupsi. Ada Bang Tigor (Juliandi Tigor Simanjuntak), ini yang paling terkenal, Bang Hotman (Hotman Tambunan), itu Bang Rizka (Rizka Anungnata), ada Bang Novel (Novel Baswedan). Ini ngeri kali, mukanya kayak muka mau nangkap orang semua. Nah, ini raja OTT,” kata Yudi sembari mengarahkan kameranya ke orang-orang yang disebut.
Di dalam video berjudul ”Pejuang Antikorupsi-Pelatihan Hari Pertama” yang dibagikan pada Jumat (10/12/2021), Yudi sekaligus mengisahkan hari pertama orientasi pendidikan dan pelatihan bagi para mantan pegawai KPK setelah resmi menjadi ASN Polri, sehari sebelumnya atau Kamis (9/12/2021). ”Udah pada enggak sabar turun langsung bekerja melaksanakan tugas dari Kapolri,” tulis Yudi.
Pelatihan dijalani para mantan pegawai KPK yang memutuskan menerima tawaran Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo untuk bergabung dengan Polri di Pusat Pendidikan Administrasi Polri di Bandung, Jawa Barat. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Rusdi Hartono mengatakan, Senin (13/12/2021), mereka menjalani pelatihan, menurut rencana, hingga 23 Desember mendatang.
Ketika dihubungi, Hotman Tambunan mengatakan, dengan menjadi ASN Polri, stigma negatif bahwa mereka tidak Pancasilais dan tidak NKRI karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan pegawai KPK sebagai syarat menjadi ASN di KPK kini menjadi terbantahkan.
”Selanjutnya, tentu kami berharap bisa berkontribusi nyata dan berdampak dalam pencegahan (korupsi) sebagaimana pesan Pak Kapolri,” tutur Hotman.
Hingga saat ini, kata Hotman, ia masih fokus untuk mengikuti pelatihan. Terkait dengan penugasan atau tanggung jawab yang akan diberikan kepadanya, Hotman mengaku belum mengetahuinya.
Saat melantik 44 mantan pegawai KPK menjadi ASN Polri, Listyo Sigit Prabowo mengatakan, mereka akan memperkuat Polri, khususnya dalam hal pemberantasan korupsi. Pemberantasan korupsi disebutnya bukan hanya masalah penegakan hukum, melainkan harus menyentuh akar permasalahan.
”Oleh karena itu, sangat penting untuk kemudian diperkuat divisi pencegahan dalam pemberantasan korupsi. Tentunya dengan kehadiran seluruh rekan-rekan, dengan rekam jejak rekan-rekan yang saya tidak ragukan lagi, saya yakin bahwa rekan-rekan akan memperkuat organisasi Polri dalam rangka melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi,” kata Listyo.
Dengan demikian, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang pada 2020 berada di peringkat ke-102 atau turun dari tahun sebelumnya di peringkat ke-85 dapat diperbaiki. Para mantan pegawai KPK tersebut diharapkan dapat mengubah pola pikir, memberikan pendampingan, melakukan upaya pencegahan, penangkalan, serta melakukan kerja sama internasional dalam rangka penelusuran dan pemulihan aset.
Sementara secara organisasi, Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri, menurut rencana, akan dikembangkan menjadi Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor). Di dalamnya akan dilengkapi beberapa divisi, seperti pencegahan, kerja sama antarlembaga, dan penindakan. Menurut rencana, 44 mantan pegawai KPK itu akan ditempatkan di divisi-divisi tersebut sesuai dengan latar belakang pendidikan ataupun kompetensinya.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, berpandangan, karena korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa, maka sudah seharusnya institusi penegak hukum diperkuat untuk menangani kejahatan korupsi. Meski negara telah membentuk KPK, hal itu belum cukup.
Sebab, banyak perkara terkait korupsi, termasuk yang lintas negara, yang tidak dapat ditangani KPK sendiri. Oleh karena itu, institusi penegak hukum lainnya, yakni kepolisian dan kejaksaan, harus turut diperkuat dalam pemberantasan korupsi.
Lebih lanjut ia menyampaikan, pada masa kepemimpinan Jenderal (Pol) Tito Karnavian sebagai Kapolri, sudah pernah digagas untuk membentuk Detasemen Khusus Tipikor (Densus Tipikor) dengan menempatkan satuan tugas (satgas) di setiap kepolisian daerah (polda). Meski kebutuhan pembentukan Densus Tipikor itu dinilai urgen, gagasan tersebut belum terlaksana.
Kini, dengan gagasan Listyo untuk mengembangkan Dittipikor menjadi Kortas Tipikor, hal itu dinilai positif dan sangat diperlukan. Diharapkan, nantinya satgas tersebut dikembangkan di setiap polda.
”Ketika 44 mantan pegawai KPK direkrut Kapolri untuk menjadi ASN yang diharapkan dapat memperkuat penanganan kasus-kasus korupsi oleh Polri, hal tersebut kami acungi jempol. Skill and knowledge 44 mantan pegawai KPK tersebut mumpuni dan sudah teruji menangani kasus-kasus korupsi kelas kakap di KPK,” kata Poengky.
Oleh karena itu, lanjut Poengky, para mantan pegawai KPK tersebut akan lebih baik jika ditempatkan sebagai ASN Polri yang membantu tugas-tugas pencegahan kejahatan korupsi, termasuk menangani kejahatan korupsi lintas negara. Poengky pun berharap agar mereka dapat menunjukkan kemampuan pemberantasan korupsi, setidaknya sama atau bahkan lebih baik dengan saat masih bertugas di KPK.
”Jangan mengecewakan Kapolri dan masyarakat yang telah berharap mereka akan dapat bekerja maksimal di Polri untuk memberantas korupsi,” harap Poengky.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, berpandangan, rencana pembentukan Kortas Tipikor perlu didukung. Hal itu sekaligus sebagai kesempatan bagi Polri untuk meningkatkan kinerjanya di bidang pemberantasan korupsi.
Menurut Zaenur, karena Kortas Tipikor merupakan pengembangan dari Dittipikor Bareskrim Polri, maka penyiapan lembaganya tidak akan terlalu lama. Meski demikian, terbentuknya lembaga ini juga tidak berarti kinerja pemberantasan korupsi akan meningkat secara otomatis.
”Tentu itu akan sangat bergantung pada desain kelembagaan dari Kortas Tipikor, dukungan anggaran, dukungan sumber daya manusia, serta tugas-tugas yang akan diberikan,” kata Zaenur.
Menurut dia, Polri dapat meningkatkan kontribusinya pada upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dengan menangani perkara yang strategis, yakni terkait kerugian keuangan negara yang besar, melibatkan pejabat atau aparat penegak hukum, serta terkait dengan hajat hidup orang banyak. Untuk itu, desain kelembagaan Kortas Tipikor diharapkan bersifat permanen, bukan temporer.
Pada akhirnya, lanjut Zaenur, semangat baru berupa masuknya 44 mantan pegawai KPK mesti menjadi momentum yang kemudian dilembagakan dalam Kortas Tipikor. Semangat baru dengan sumber daya manusia yang berpengalaman menjadi modal penting untuk pemberantasan korupsi. Semoga!