Sebanyak 209 pegawai Kejaksaan yang melakukan perbuatan tercela dan telah dihukum berawal dari 172 laporan sepanjang 2021. Perbuatan tercela dimaksud, antara lain, penanganan perkara yang lambat dan tak transparan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejak awal 2021 hingga 13 Desember, 209 pegawai Kejaksaan, termasuk di dalamnya jaksa, melakukan perbuatan tercela. Mereka telah dijatuhi hukuman disiplin. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menilai, jumlah pelanggaran tersebut sangat besar dan menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Burhanuddin saat kunjungan kerja secara daring ke seluruh jajaran Kejaksaan, Kamis (30/12/2021), mengatakan, 209 pegawai Kejaksaan yang melakukan perbuatan tercela dan dijatuhi hukuman disiplin itu, berawal dari 172 laporan aduan.
Hukuman yang dijatuhkan terdiri atas, hukuman ringan untuk 44 orang, hukuman sedang bagi 97 orang, dan hukuman berat bagi 66 orang.
"Saya tidak pernah membeda-bedakan jenis hukuman yang dijatuhkan. Bagi saya, apapun jenis hukuman yang dijatuhkan, baik itu ringan, sedang, atau pun berat, di mata saya tetap merupakan tugas berat. Karena tugas terberat bagi saya adalah ketika harus menghukum anak buah,” kata Burhanuddin.
Selain itu, lanjut Burhanuddin, jumlah jaksa maupun pegawai yang dijatuhi hukuman tersebut dinilainya sangat besar. Oleh karena itu, hal itu sekaligus menjadi pekerjaan rumah bagi para pimpinan di tingkat pusat maupun daerah.
Ia mengatakan, tidak ada pimpinan yang ingin anak buahnya bermasalah. Namun, ketika perintah atau imbauan pimpinan tidak diindahkan, bahkan justru mencari celah untuk melakukan perbuatan tercela, maka pimpinan akan bertindak tegas.
”Kami tidak akan ragu untuk menindak. Jagalah nama baik diri pribadi, jaga nama baik keluarga, dan jaga marwah institusi,” ujar Burhanuddin.
Secara terpisah, Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengatakan, isi laporan pengaduan yang masuk tersebut menjadi satu ukuran untuk melihat kinerja Kejaksaan di hadapan publik. Dalam pandangan Komisi Kejaksaan, pengaduan yang paling serius adalah jika substansi aduan terkait dengan penanganan perkara yang bersifat sistemik dan memerlukan perbaikan mendasar.
Dari pengaduan yang masuk dan diteruskan ke Kejaksaan tersebut, lanjut Barita, sebagian besar pengaduan menyangkut hal-hal yang terkait dengan prosedur operasi standar, seperti penanganan perkara yang dinilai lambat, penanganan perkara dinilai tidak transparan, dan hak tersangka dinilai kurang diperhatikan. Sebaliknya, pengaduan terkait penanganan perkara yang bersifat sistemik sangat kecil.
”Walaupun demikian, tentu tidak bisa berhenti di situ. Ada satu laporan saja harus diperbaiki,” kata Barita.
Untuk pelanggaran disiplin terhadap prosedur operasi standar, dilakukan perbaikan sistem ataupun penyempurnaan prosedur, petunjuk pelaksanaan, atau petunjuk teknis. Kemudian, perbaikan dilakukan dengan memperketat pengawasan.
Terkait dengan hukuman disiplin yang dimaksud Jaksa Agung, lanjut Barita, hal itu tergantung dengan tingkat kesalahan. Hukuman ringan adalah hukuman berupa teguran tertulis atau lisan. Hukuman sedang adalah sanksi yang berdampak pada sumber keuangan dalam kurun waktu tertentu. Sementara hukuman berat adalah sanksi berupa pencopotan jabatan struktural ataupun fungsional dalam jangka waktu tertentu atau bisa pula pencopotan sebagai aparatur sipil negara (ASN).