Pinangki Diminta Segera Diberhentikan sebagai Jaksa
Adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap semestinya cukup bagi kejaksaan segera memberhentikan Pinangki Sirna Malasari dari profesinya sebagai jaksa. Jika tidak, dugaan Pinangki mendapatkan keistimewaan semakin kuat.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI meminta agar kejaksaan segera memberhentikan dengan tidak hormat jaksa Pinangki Sirna Malasari. Sebab, putusan hukum terhadap terpidana kasus pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, ketika dihubungi, Kamis (5/8/2021), mengatakan, dari informasi yang diperoleh, Pinangki hingga saat ini belum diberhentikan sebagai jaksa. Ketika Pinangki masih menjalani persidangan, status Pinangki adalah nonaktif sebagai jaksa sehingga masih berhak menerima 50 persen gaji sebagai jaksa.
Dari informasi yang diperoleh, Pinangki hingga saat ini belum diberhentikan sebagai jaksa.
”Dengan telah inkrahnya kasus Pinangki berkekuatan hukum tetap dan sudah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan Tangerang, otomatis kejaksaan harus segera melakukan pemberhentian dengan tidak hormat terhadap jaksa Pinangki,” kata Boyamin.
Boyamin mengatakan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, salah satu alasan pemberhentian jaksa adalah apabila ia melanggar hukum dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap. Selain itu, pemberhentiannya pun dengan tidak hormat.
Menurut Boyamin, jika kejaksaan tak juga memberhentikan Pinangki, semakin kuat dugaan publik bahwa Pinangki mendapat keistimewaan oleh kejaksaan. Selain itu, sudah tidak sepatutnya uang negara diberikan kepada terpidana yang dihukum karena kasus tindak pidana korupsi.
Terkait dengan perlunya proses administratif dalam pemberhentian Pinangki, menurut Boyamin, mestinya hal itu tidak memakan waktu lama, yakni hanya sehari. Jika kejaksaan masih beralasan terkait proses teknis administratif, hal itu patut dipertanyakan dan tidak bisa diterima.
”Sebenarnya tinggal koordinasi saja antara kejaksaan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ataupun Badan Kepegawaian Negara untuk memproses pemberhentian dengan tidak hormat terhadap jaksa Pinangki. Kalau berlama-lama, kejaksaan patut diduga melanggar aturan dan diduga memberikan keistimewaan kepada Pinangki,” tutur Boyamin.
Secara terpisah, Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengatakan, Komjak terus memonitor perkara terkait Pinangki, termasuk menanyakan perihal status Pinangki ke Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejagung. Dari informasi yang diperoleh, pemberhentian terhadap Pinangki sedang diproses.
Pemberhentian tersebut berdasarkan Undang-Undang No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan PP 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
”Dan, saya pastikan, kemarin saya juga sudah konfirmasi ke Jamwas (Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan) mengenai hal ini dan sedang dalam proses administratif untuk pemberhentian yang bersangkutan,” kata Barita.
Menurut Barita, Komjak mendorong kejaksaan agar proses pemberhentian terhadap Pinangki tidak memakan waktu lama. Selain karena putusannya telah berkekuatan hukum tetap, hal itu untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Menurut Barita, Komjak mendorong kejaksaan agar proses pemberhentian terhadap Pinangki tidak memakan waktu lama.
Meski demikian, secara administratif proses pemberhentian tersebut memerlukan salinan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dari pengadilan.
Kemudian, karena Pinangki bekerja di lingkungan kejaksaan, yang berhak memberhentikan adalah Jaksa Agung. Pemberhentiannya pun bersifat otomatis atau serta-merta, tidak perlu sidang etik internal kejaksaan. ”Mestinya memang tidak terlalu lama. Yang saya ketahui, Jamwas sedang memproses hal tersebut,” ujar Barita.
Sementara itu, hingga saat ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak tidak merespons pertanyaan yang dikirimkan melalui pesan singkat.