KPK Minta Presiden Pimpin ”Orkestra” Pemberantasan Korupsi
KPK berpandangan korupsi akan sulit diberantas jika hanya diserahkan kepada lembaga antirasuah. Diperlukan gerakan bersama komponen bangsa yang dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi untuk menumpas korupsi.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya pemberantasan korupsi dinilai akan semakin efektif jika dibarengi dengan gerakan bersama semua elemen masyarakat. Presiden Joko Widodo diharapkan mampu menjadi pemimpin ”orkestra” gerakan tersebut. Namun, pegiat antikorupsi menilai, kebijakan Presiden belakangan ini justru bertolak belakang dengan upaya pemberantasan korupsi.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dalam acara Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2021, di Jakarta, Kamis (9/12/2021), mengatakan, korupsi harus dijadikan sebagai musuh bersama layaknya bangsa ini melawan pandemi Covid-19. Untuk itu, ia mengajak semua komponen masyarakat bersatu padu membangun budaya antikorupsi dan menjauhi perilaku-perilaku koruptif.
”Korupsi harus kita jadikan common enemy. Baru kita sama-sama. Tetapi, kalau korupsi seandainya dianggap itu urusan KPK, maka korupsi itu tak akan pernah bisa berhenti,” ujar Firli.
Firli menyadari, pemberantasan korupsi harus dilakukan secara masif di setiap kamar kekuasaan, mulai dari eksekutif, legislatif, hingga yudikatif. Ketiga kamar kekuasaan itu harus terbebas dari lilitan korupsi. Caranya, menurut Firli, adalah melakukan orkestra dengan melibatkan seluruh kekuasaan serta masyarakat untuk memerangi korupsi. Tanpa orkestrasi yang baik, gerakan pemberantasan korupsi itu tidak akan pernah berhasil.
Firli berharap Presiden Jokowi bisa menjadi pemimpin orkestrasi pemberantasan korupsi. Sebab, ia meyakini, dengan berada di bawah kepemimpinan Presiden, perilaku koruptif setidaknya di eksekutif, legislatif, dan yudikatif mampu diatasi.
”Karena di tangan Bapak Presiden-lah, kami sungguh berharap korupsi bisa kita tuntaskan, korupsi bisa kita lenyapkan, tindakan suap-menyuap bisa kita pinggirkan, dan tidak ada lagi budaya korupsi,” tutur Firli.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menambahkan, korupsi merupakan kejahatan luar biasa sehingga harus juga dihadapi dengan cara-cara yang luar biasa. Artinya, diperlukan pelibatan semua elemen masyarakat.
”Kami berharap wabah korupsi yang sudah membudaya dan menjadi bagian dari kehidupan berbangsa dan bermasyarakat dapat kita kikis habis dengan membangun budaya baru, yaitu budaya antikorupsi,” ucapnya.
Titik nadir
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo berpandangan lain. Menurut dia, berbagai tindakan Presiden Jokowi belakangan ini justru merefleksikan bahwa ia belum mampu mengorkestrasi pemberantasan korupsi dengan baik.
Di tangan Bapak Presiden-lah, kami sungguh berharap korupsi bisa kita tuntaskan, korupsi bisa kita lenyapkan, tindakan suap-menyuap bisa kita pinggirkan, dan tidak ada lagi budaya korupsi.
Kebijakan politik untuk merevisi Undang-Undang KPK, misalnya, justru telah melahirkan komisioner lembaga antirasuah yang dinilai kurang sesuai dengan harapan. Selain itu juga pemecatan 57 pegawai KPK akibat tak lolos tes wawasan kebangsaan.
Atas semua persoalan itu, Adnan menilai, Presiden tidak mampu mengambil tindakan yang berarti bagi upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. ”Bisa dikatakan, Presiden gagal menjadi panglima besar dalam agenda pemberantasan korupsi,” ujar Adnan.
Lebih dari itu, Adnan mengatakan, meredupnya kebijakan politik untuk memperkuat agenda pemberantasan korupsi juga dapat dipotret dari legislasi nasional. Sejumlah regulasi penting, seperti Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, dan RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tidak pernah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional Prioritas.
”Pemberantasan korupsi kian mendekati titik nadir. Fenomena state capture, di mana cabang-cabang kekuasaan negara semakin terintegrasi dengan kekuatan oligarki untuk menguasai sumber daya publik dengan cara-cara koruptif dan kemampuan untuk meruntuhkan sistem penegakan hukum, terjadi di berbagai bidang,” katanya.