KY Berharap Kewenangannya Mengusulkan Hakim ”Ad Hoc” Tetap Konstitusional
KY berharap MK menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya dan menyatakan kewenangan KY mengusulkan calon hakim ”ad hoc” tipikor konstitusional. Dengan demikian, KY dapat menjalankan kewenangan itu sebaik-baiknya.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rabu (24/11/2021) besok, Mahkamah Konstitusi akan memutus sejumlah perkara pengujian undang-undang, salah satunya pasal kewenangan Komisi Yudisial dalam merekrut calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi. KY berharap MK tetap menyatakan kewenangan KY mengusulkan calon hakim ad hoc tipikor itu konstitusional.
Berdasarkan situs resmi Mahkamah Konstitusi (MK), ada enam perkara pengujian undang-undang yang akan diputus pada Rabu. Salah satunya perkara nomor 92/PUU-XVIII/2020 tentang kewenangan KY dalam mengusulkan pengangkatan hakim ad hoc di Mahkamah Agung. Perkara diajukan oleh seorang dosen yang pernah mengikuti seleksi calon hakim ad hoc tipikor pada 2016 dan gagal, yaitu Burhanudin. Dia mempersoalkan kewenangan yang diatur dalam Pasal 13 Huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial tersebut. Menurut dia, kewenangan itu dianggap bertentangan dengan Pasal 24 B Ayat (1) UUD 1945.
Dalil yang diajukan pemohon, konstitusi hanya memberikan kewenangan limitatif kepada KY untuk mengusulkan calon hakim agung ke DPR. Oleh karena itu, kewenangan KY mengusulkan pengangkatan hakim ad hoc di MA harus dinyatakan inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Menunggu putusan tersebut, Juru Bicara Komisi Yudisial Miko Ginting saat dihubungi, Selasa (23/11/2021), mengatakan, KY berusaha menjaga dan menghormati kemandirian MK dalam memutus perkara itu. Dari pandangan KY, pihaknya merasa sudah total dalam menjalani persidangan. Sejumlah ahli tata negara, seperti Guru Besar Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia Ni’matul Hudha dan ahli tata negara dari Universitas Bina Nusantara, Shidarta, dihadirkan sebagai saksi ahli.
”Selama persidangan, KY merasa tidak ditemukan kerugian konstitusional dari pemohon karena pemohon tetap bisa mengikuti seleksi, baik calon hakim agung maupun calon hakim ad hoc di MA yang diselenggarakan oleh KY,” kata Miko.
Dari sisi substansi, KY juga merasa dalil-dalil pemohon itu tidak beralasan atau sekurang-kurangnya dapat dibantah di persidangan. Oleh karena itu, KY berharap putusan yang seadil-adilnya dari MK.
Dari sisi substansi, KY juga merasa dalil-dalil pemohon itu tidak beralasan atau sekurang-kurangnya dapat dibantah di persidangan. Oleh karena itu, KY berharap putusan yang seadil-adilnya dari MK. Tak hanya itu, KY juga berharap MK tetap menyatakan bahwa kewenangan itu konstitusional sehingga ke depan KY dapat menjalankan kewenangan tersebut dengan sebaik-baiknya.
Dalam persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari KY, Selasa (21/9/2021), Guru Besar Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia Ni’matul Hudha mengatakan, KY dibentuk untuk mendorong prinsip checks and balances kekuasaan. Dengan prinsip ini, kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi, bahkan dikontrol dengan sebaik-baiknya sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara negara atau pribadi yang menduduki jabatan dapat dicegah.
Kewenangan terkait dengan seleksi hakim tidak hanya didasarkan pada Pasal 24 B Ayat (1) UUD 1945, tetapi juga pada Pasal 25 UUD 1945 yang menyatakan syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dalam UU. Kehadiran KY dalam sistem seleksi hakim ad hoc tipikor di MA ditentukan legalitasnya melalui UU No 18/2011 tentang Komisi Yudisial, bukan kreasi kebijakan yang dibuat oleh KY.
”Ketentuan itu secara atributif memberikan kewenangan kepada pembentuk UU, yaitu DPR dan pemerintah, untuk mengatur seluk-beluk terkait dengan perekrutan dan pemberhentian hakim. Apa yang diserahkan secara terbuka oleh UUD untuk diatur oleh undang-undang berdasarkan pilihan politik lembaga legislatif tidak bisa dibatalkan oleh MK, kecuali jelas-jelas melanggar UUD 1945,” ujar Ni’matul.
Sementara itu, saat ini KY juga sudah mulai membuka rekrutmen calon hakim, termasuk calon hakim ad hoc tipikor. MA mengajukan kebutuhan tiga hakim ad hoc tipikor untuk tingkat kasasi. Saat ini, MA tinggal memiliki tiga hakim ad hoc tipikor untuk tingkatan tersebut. Sebelumnya, lima hakim ad hoc tipikor tingkat kasasi telah memasuki usia pensiun pada pertengahan tahun lalu.
”Kami tidak menunggu putusan MK mengingat urgensi kebutuhan calon hakim ad hoc tipikor di MA. Keputusan dimulainya seleksi itu juga dilakukan berdasarkan permintaan dari MA,” terang Miko.
Saat ini KY juga sudah mulai membuka rekrutmen calon hakim, termasuk calon hakim ad hoc tipikor.
Sebelumnya, Komisioner KY Bidang Rekrutmen Hakim Siti Nurjanah mengungkapkan, pihaknya telah menerima surat dari Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non-yudisial Sunarto mengenai pengisian jabatan hakim agung dan hakim ad hoc tipikor di MA. Saat ini, MA membutuhkan delapan hakim agung, terdiri dari satu hakim agung untuk kamar perdata, empat orang untuk kamar pidana, satu orang untuk kamar agama, dan dua orang untuk kamar tata usaha negara, khususnya pajak. MA juga mengajukan kebutuhan tiga hakim ad hoc tipikor untuk tingkat kasasi.
”Mulai hari ini, KY resmi mengumumkan dibukanya rekrutmen calon hakim agung dan calon hakim ad hoc tipikor pada MA secara online melalui situs KY. Dibuka mulai 22 November hingga 10 Desember mendatang. Berkas-berkas persyaratan dapat diunggah di situs KY paling telat pada 10 Desember,” ujar Siti Nurjanah (Kompas.id, 22/11/2021).