Berdasarkan data Satgas Antimafia Tanah bentukan Polri, hingga Oktober 2021, ada 69 perkara diduga terkait mafia tanah yang ditangani. Tak hanya Polri, Kejagung juga intens memberantas mafia tanah itu.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus mafia tanah yang kembali mencuat akhir-akhir ini menjadi perhatian aparat penegak hukum. Hingga Oktober 2021, kepolisian telah menangani 69 perkara yang diduga melibatkan mafia tanah.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan, dalam jumpa pers, Jumat (19/11/2021), mengatakan, hingga Oktober 2021, berdasarkan data Satuan Tugas Antimafia Tanah, terdapat 69 perkara yang telah ditangani. Jumlah tersebut tersebar di sejumlah wilayah kepolisian daerah.
”Penanganan kasus ini terbanyak ada di empat polda, yaitu Polda Jawa Timur, kemudian Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah,” kata Ahmad.
Jumlah total kasus terkait mafia tanah tersebut terbagi ke dalam beberapa tahap penegakan hukum, yakni 5 perkara dalam tahap penyelidikan dan 34 perkara dalam tahap penyidikan. Kemudian 14 perkara sudah dilimpahkan tahap 1 ke penuntut umum dan 15 perkara sudah dilimpahkan ke tahap 2.
Sementara satu perkara dihentikan penyelidikannya karena diselesaikan dengan keadilan restoratif. Perkara tersebut dihentikan dengan mekanisme keadilan restoratif karena antara pihak pelapor dan terlapor tercipta kesepakatan.
Dari jumlah kasus tersebut, lanjut Ahmad, kepolisian menetapkan 61 tersangka. Rinciannya, 7 orang ditahan, 23 orang tidak ditahan, 2 orang masuk daftar pencarian orang, dan 29 orang telah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum.
”Satgas mafia tanah ini dilaksanakan di polda-polda, termasuk di Badan Reserse Kriminal Polri,” ujar Ahmad.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Leonard Eben Ezer Simanjuntak juga mengatakan, jajaran kejaksaan di daerah mulai menindaklanjuti perintah Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin untuk memberantas mafia tanah. Salah satunya adalah Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang telah memulai penyelidikan terhadap kegiatan pembebasan lahan oleh Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, pada 2018.
Menurut Leonard, penyelidikan tersebut terkait dengan permasalahan tanah yang memenuhi kualifikasi tindak pidana korupsi. Perkara tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara
Perkara terkait mafia tanah lain, lanjut Leonard, ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sultra). Saat ini, Kejati Sultra tengah menyelidiki kasus penguasaan dan pengalihan tanah dan bangunan milik Lembaga Peneliti-Lembaga Pengabdian Masyarakat (LP-LPM) Universitas Halu Oleo, Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe.
”Masalah tanah yang memenuhi kualifikasi tindak pidana korupsi, yaitu penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang berpotensi dapat menimbulkan kerugian keuangan negara,” kata Leonard.
Oknum BPN
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sofyan A Djalil dalam keterangan pers mengatakan, banyak kasus mafia tanah terkait dengan tindak pidana korupsi yang menyangkut aset negara, aset BUMN, serta melibatkan aparatur sipil negara yang dengan bekerja sama oleh oknum tertentu. Menurut dia, ada oknum BPN yang terlibat praktik mafia tanah.
”Ada yang kita copot, ada yang kita pidanakan, ada yang kita peringatkan. Semua tergantung kesalahannya. Jika ada terbukti melakukan pelanggaran hukum, akan kita serahkan kepada hukum,” kata Sofyan.
Mafia pelabuhan
Selain mafia tanah, kata Leonard, Kejagung juga menginisiasi dilakukannya kolaborasi antarinstansi untuk mencegah mafia pelabuhan. Untuk ini, Jaksa Agung Muda Intelijen Sunarta telah menggelar rapat koordinasi pencegahan mafia pelabuhan dengan perwakilan dari Kementerian Perhubungan, Direktorat Jenderal Imigrasi, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok, Balai Besar Karantina Pertanian, Pelindo, serta Jakarta International Container. Pertemuan bertempat di Kejagung.
Sunarta mengatakan, selain upaya memberantas mafia pelabuhan, diperlukan juga upaya pencegahan. Oleh karena itu, Kejagung mencoba menyamakan persepsi antara kejaksaan dan para pemangku kepentingan yang terkait di wilayah pelabuhan.
”Diharapkan, dalam jangka pendek dapat dilaksanakan perjanjian kerja sama antara kejaksaan dan stakeholder (pemangku kepentingan) terkait dalam upaya pencegahan kejahatan ataupun mafia pelabuhan,” kata Sunarta.