DPR Minta Jenderal Andika Siapkan Langkah Taktis Amankan Laut Natuna Utara
”Saya berharap Pak Andika selaku Panglima TNI yang baru bisa melakukan langkah yang kuat dan taktis. Memperkuat pengerahan angkatan laut dan nelayan Indonesia di Laut Natuna Utara,” kata anggota Komisi I DPR Sukamta.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — DPR meminta Jenderal Andika Perkasa yang akan dilantik menjadi Panglima TNI pada pekan depan untuk melakukan langkah taktis di Laut Natuna Utara. Pengerahan TNI Angkatan Laut dan nelayan Indonesia dapat dilakukan agar kedaulatan Indonesia tetap terjaga di wilayah tersebut.
Anggota Komisi I DPR, Sukamta, mengatakan, laporan Kementerian Pertahanan Amerika Serikat yang mengungkap China memiliki milisi maritim dalam kampanye atas klaim Laut China Selatan bukan temuan yang baru. Sebab, selama ini coast guard (penjaga pantai) dan nelayan China sering terlihat agresif di wilayah perbatasan negara-negara ASEAN dengan Laut China Selatan. Bahkan, tak jarang masuk ke wilayah Indonesia.
”Saya meyakini Angkatan Laut Indonesia dan juga Bakamla (Badan Keamanan Laut) sudah lama mengetahui strategi China dengan mengerahkan milisi maritim. Karena cara paling mudah untuk mengklaim suatu wilayah laut adalah dengan mengerahkan angkatan laut dan juga nelayan di wilayah tersebut. Ini dilakukan oleh China dalam klaim atas Laut China Selatan,” kata Sukamta melalui keterangan tertulis, Sabtu (13/11/2021).
Sukamta menegaskan, seharusnya Indonesia juga melakukan langkah yang kuat untuk mengklaim wilayah Laut Natuna Utara dan zona ekonomi eksklusif (ZEE) yang ada di wilayah Laut China Selatan dengan cara yang sebanding dengan China, yaitu dengan mengerahkan coast guard dan nelayan Indonesia.
Menurut Sukamta, jangan sampai Laut Natuna Utara dibiarkan kosong tanpa penjagaan dan tanpa banyak nelayan yang melaut di sana. Wilayah yang dibiarkan kosong akan mengundang pihak asing untuk masuk dan mencuri sumber daya laut yang ada di wilayah Indonesia. Indonesia punya hak berdaulat atas sumber daya yang ada di wilayah yang masuk sebagai ZEE Indonesia.
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut berharap ada upaya dari pemerintah yang lebih kuat dan taktis dalam mengamankan wilayah Indonesia, terutama di Laut Natuna Utara yang rawan terhadap klaim China atas Laut China Selatan.
”Saya berharap Pak Andika selaku Panglima TNI yang baru bisa melakukan langkah-langkah yang kuat dan taktis. Memperkuat pengerahan angkatan laut dan nelayan-nelayan Indonesia di Laut Natuna Utara bisa jadi langkah pengimbang pergerakan China di wilayah tersebut,” kata Sukamta.
Dia mengatakan, pemerintah bisa memberikan fasilitas kepada para nelayan berupa alat komunikasi dan bahan bakar untuk melaut. Hal ini akan memperkuat klaim wilayah Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Di sisi lain, Sukamta juga mengingatkan pemerintah untuk memperkuat langkah-langkah diplomasi dan menjalin kerja sama keamanan dengan negara-negara ASEAN serta komunikasi dengan Pemerintah China.
Juru Bicara Bakamla Kolonel Wisnu Pramandita mengatakan, pengawasan di Laut Natuna Utara masih dilakukan dengan kehadiran Bakamla dan TNI Angkatan Laut. Adapun kebijakan pengerahan nelayan ke Laut Natuna Utara belum dilaksanakan lagi seperti tahun lalu.
Akan tetapi, Bakamla sudah memiliki konsep pemberdayaan nelayan secara khusus di Laut Natuna Utara. ”Tujuannya menghadirkan nelayan (di Laut Natuna Utara),” kata Wisnu.
Dalam paparan yang disampaikan Kepala Bakamla Aan Kurnia pada rapat koordinasi pembahasan konsep nelayan nasional Indonesia dan manajemen pengawasan lalu lintas pada September lalu, Aan menyebutkan, nelayan diberikan pembinaan secara khusus dalam rangka mendukung aktivitas dan mengamankan laut Indonesia.
Nelayan dan aktivitasnya menjadi alat strategi dengan cara menghadirkannya di wilayah sengketa dengan tujuan memberikan dukungan diplomasi maritim secara fleksibel terhadap lawan geopolitik. Namun, ada permasalahan, yakni kondisi internal meliputi keterampilan nelayan, sumber daya kapal dan alat tangkap, serta motivasi.
Adapun kondisi eksternal yang terjadi yakni masalah peraturan terkait perikanan, seperti pelarangan jenis alat tangkap dan prioritas pembangunan daerah seperti di Natuna.