MA Tolak Uji Materi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat
MA menilai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai politik bukan peraturan perundang-undangan, juga tidak mengikat untuk umum sehingga obyek uji materi tak dapat diterima.
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung menyatakan tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus obyek permohonan uji materi terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat. MA menilai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai politik bukanlah peraturan perundang-undangan, juga tidak mengikat untuk umum, sehingga obyek uji materi tak dapat diterima.
Putusan itu dijatuhkan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Supandi dan beranggotakan hakim agung Is Sudaryono dan Yodi Martono Wahyunadi. Putusan dibacakan majelis hakim, Selasa (9/11/2021), di Jakarta.
Juru bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, obyek sengketa dalam perkara ini ialah Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Partai Demokrat tahun 2020 yang telah disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Nomor M.H-09.AH.11.01 Tahun 2020, tanggal 18 Mei 2020.
Pemohon, yakni Muhammad Isnaini Widodo, pada pokoknya mendalilkan bahwa AD dan ART Demokrat termasuk peraturan perundang-undangan. Alasannya, AD dan ART partai politik (parpol) merupakan peraturan yang diperintahkan oleh UU Nomor 2 Tahun 2008 juncto UU No 2/2011 tentang Parpol.
Pemohon dalam dalilnya menerangkan, proses pembentukan AD dan ART parpol beserta perubahannya harus disahkan oleh Menkumham. Dalam perkara ini, Menkumham selaku pihak termohon.
”Pemohon mendalilkan obyek permohonan baik dari segi formil maupun materiil bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan itu ialah UU No 2/2008 juncto UU No 2/2011 tentang Parpol, UU No 12/2011 juncto UU No 15/2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, serta Anggaran Dasar Partai Demokrat Tahun 2015,” kata Andi.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan MA tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus obyek permohonan karena AD dan ART tidak memenuhi unsur sebagai suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 8 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Ada tiga pertimbangan yang dikemukakan hakim terkait dengan alasan mengapa AD dan ART itu bukan peraturan perundang-undangan. Pertama, AD dan ART parpol bukan norma hukum yang mengikat umum, melainkan hanya mengikat internal parpol yang bersangkutan. Kedua, parpol bukanlah lembaga negara, badan atau lembaga yang dibentuk oleh UU atau pemerintah atas perintah UU. Ketiga, tidak ada delegasi dari UU yang memerintahkan parpol untuk membentuk peraturan perundang-undangan.
”Amar putusan menyatakan permohonan keberatan HUM (hak uji materiil) dari para pemohon tidak dapat diterima,” ujar Andi.
Pihak Partai Demokrat menyambut gembira keluarnya putusan MA ini. Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengatakan, putusan MA ini konsisten dengan sikap dan kewenangan MA sebagai lembaga pengadilan tertinggi di Tanah Air. ”MA tidak tergiring oleh opini dari kubu pemohon dan kuasa hukumnya yang mencari-cari celah hukum atau kooptasi hukum untuk kepentingan mereka. Jadi, kami sangat menyambut gembira,” ucapnya.
Sejak awal, Partai Demokrat menilai gugatan uji materi ke MA itu lemah argumentasi hukumnya. ”Saat itu kuasa hukum pemohon (Yusril Ihza Mahendra) membuat pembenaran dengan mengatakan istilah terobosan hukum. Yang menurut kami ini adalah cara mencari-cari atau mengakali ketentuan yang sudah ada. Tidak ada grey area terkait hal ini, tetapi Yusril mencoba membuat tafsir sendiri dengan argumentasi terobosan hukum itu,” kata Kamhar.
Dengan telah keluarnya putusan ini, Kamhar mengatakan, partainya kini dapat lebih fokus dalam menjalankan agenda dan program politik yang diperintahkan oleh Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.
”Kami juga berterima kasih kepada pemerintah yang bersikap secara profesional dalam menyikapi persoalan ini sehingga hukum bisa ditegakkan setegak-tegaknya. Ini artinya demokrasi terselamatkan,” ujarnya.
Kompas telah mencoba menghubungi Yusril untuk meminta tanggapan terkait putusan MA tersebut. Namun, belum direspons hingga Selasa malam.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Darmizal, mengatakan, pihaknya tidak terkait sama sekali dengan perkara yang diputus MA tersebut. Persoalan tersebut merupakan urusan kader Demokrat dengan Agus Harimurti.
”Mereka (pemohon), kan, sudah mengatakan ini urusan individual. Mereka adalah orang yang dipecat AHY setelah KLB Deli Serdang dan karena itu mereka ini melakukan perlawanan atau membela diri. Jadi, ini urusan internal mereka dan tidak ada kaitannya dengan organisasional Partai Demokrat pimpinan Bapak Moeldoko,” katanya.
Darmizal mengatakan, pihaknya juga tetap konsisten dengan keputusan yang diambil di dalam KLB Deli Serdang. Satu-satunya upaya hukum yang dilakukan oleh Demokrat hasil KLB Deli Serdang ialah gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Materi gugatan ialah meminta pengadilan mengesahkan hasil KLB yang menetapkan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat pada 5 Maret 2021.
Gugatan ke PTUN itu dilayangkan dengan nomor registrasi No 150/G/2021/PTUN.JKT. Adapun selaku pihak tergugat ialah Menteri Hukum dan HAM selaku pejabat atau badan tata usaha negara. Kuasa hukum kubu Moeldoko ialah Rusdiansyah.