Ajakan Menanam dan Menuai ala Presiden dan Wakil Presiden
Hobi bercocok tanam diekspresikan pemimpin negeri ini di sela kesibukannya. Tak heran, bunga, buah, hingga beragam jenis tanaman hias dengan mudah dijumpai. Tak sebatas hobi, ada pesan di baliknya.
Budaya agraris dan kecintaan bercocok tanam lekat dalam kehidupan para pemimpin negara. Bunga, buah, hingga beragam jenis tanaman hias dengan mudah dijumpai di lingkungan terdekat presiden dan wakil presiden negeri ini. Di kediaman Wakil Presiden Ma'ruf Amin kecintaan pada tanaman berwujud pada panenan buah mangga hingga anggur dari 25 varian tanaman anggur yang buahnya ranum menarik hati.
Pekan lalu, seusai satu jam berolahraga jalan pagi dan menyapa warga, Wapres Amin dan Ibu Wury Ma’ruf Amin, ditemani anak dan cucu, segera masuk ke rumah kaca yang ditumbuhi aneka varian anggur itu. Di rumah kaca yang terletak di halaman belakang kediaman pribadi wapres di Tanara, Serang, Banten, tersebut, Wapres Amin khusus menanam anggur yang bisa dipanen setiap 1,5 bulan.
”Ini nanti nanam lagi kan,” ujar Wapres sambil tertawa pada Sabtu (23/10/21).
Pada saat hari libur nasional Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Wapres Amin juga asyik memanen buah mangga dari pohon yang berbuah lebat di halaman kediaman resmi wapres di kawasan Jalan Diponegoro Jakarta, Rabu (20/10/21). Didampingi pasukan pengaman presiden (paspampres), Wapres Amin mengambil galah untuk memetik sendiri buah mangga jenis Indramayu dan harum manis yang sudah matang.
Perlahan, Wapres Amin mengambil satu per satu buah mangga berukuran besar dari pohon yang disebut baru pertama kali berbuah itu. Dari hasil panenan kali ini, Wapres Amin memperoleh 96 kilogram mangga Indramayu dan 20 kilogram mangga harum manis.
”Alhamdulillah, kalau untuk mangga sudah enggak perlu beli lagi, sudah tersedia di sekitar rumah ini. Saya kira baguslah kalau masyarakat bisa menanam buah-buahan di rumahnya, bisa dikonsumsi bersama keluarga,” tambahnya.
Seruan supaya semakin banyak masyarakat yang mau bercocok tanam dan bahkan menjadi petani juga pernah berulang-ulang disampaikan Presiden Joko Widodo. Salah satunya, saat membuka pelatihan dan penyuluh pertanian, awal Agustus lalu. Saat itu, Presiden mengajak anak muda menjadi petani yang bergerak tak hanya di hulu, tetapi juga di hilir.
Pada Oktober 2020, Presiden Jokowi juga pernah meminta anak muda tak gengsi untuk menjadi petani. Semakin banyak yang menjadi petani, Indonesia akan terbebas dari impor pangan. Apalagi, produk pertanian berkualitas seperti produk organik memiliki pasar dan harga yang baik. Kendati demikian, ia mengingatkan, diperlukan inovasi pada seluruh proses industri pertanian. Inovasi ini mulai produksi naik penanaman, pemeliharaan, pengelolaan pascapanen seperti pengemasan sampai pemasaran dan promosi.
Tak hanya Presiden dan Wapres, pandemi Covid-19 turut mendorong kegemaran publik pada bertanam dan memanfaatkan lahan sekitar rumah. Menanam secara hidroponik atau bertanam menggunakan pot sekalipun dilakukan sembari lebih banyak menghabiskan waktu dari rumah.
Slogan ”tanam yang dimakan dan makan yang ditanam” mulai dikibarkan seperti kerap disampaikan oleh Dadan Ramdani, praktisi hidroponik yang terus menularkan semangat bercocok tanam kepada siapa pun.
Latar agraris
Jika menilik ke belakang, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri pun memiliki kegemaran bercocok tanam. Pohon-pohon bunga yang paling banyak ditanamnya.
Di Istana Cipanas, Cianjur, misalnya, Presiden Megawati pernah menanam pohon kamboja. Pohon ini berbatang besar dan sangat estetik, berbeda dengan pohon-pohon kamboja muda biasanya.
Presiden kedua RI Soeharto juga dikenal dekat dengan tanam-menanam, khususnya pertanian. Sebuah dunia yang mengakar sejak masa kecilnya di Desa Kemusuk, Argomulyo, Godean, sebelah barat Kota Yogyakarta. Saat di mana Soeharto kecil kerap diajak dan digendong Mbah Kromo-nya mencangkul di sawah, dinaikkan ke atas garu (alat membajak yang dihela sapi), mencari belut, hingga menggembala kambing dan memandikan kerbau.
Saat telah menjadi Presiden, pengalaman masa kecil Soeharto yang lekat dengan aktivitas di sektor pertanian tradisional di Jawa ini pun dijadikannya latar kisah saat mengenang kesempatan berpidato seusai mendapat penghargaan dari FAO (Food and Agriculture Organization/Organisasi Pangan Dunia).
”Hendaknya Saudara bayangkan, seseorang yang lebih dari enam puluh tahun ke belakang masih anak bermandi lumpur di tengah kehidupan petani di Desa Kemusuk saat itu naik mimbar dan bicara di depan sekian banyak ahli dan negarawan dunia, sebagai pemimpin rakyat yang baru berhasil memecahkan persoalan yang paling besar bagi lebih dari 160 juta mulut,” katanya dalam buku otobiografi berjudul Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (PT Citra Lamtoro Gung Persada, 1989).
Terasa simbolis ketika penuturan terkait pencapaian di bidang agro ini dituliskan untuk mengawali buku otobiografi tersebut, yakni tertera pada bab pertama yang berjudul ”Petani Indonesia Mendapat Kehormatan”. Dikisahkan pula oleh Soeharto ketika dirinya pada Juli 1986 menerima penghargaan medali emas FAO yang diserahkan oleh Direktur Jenderal FAO Edouard Saouma.
Dua medali berukuran besar dan kecil itu bergambar wajah Soeharto dengan tulisan ”President Soeharto-Indonesia” di satu sisi, dan sisi lainnya bertuliskan ”From Rice Importer to Self-Sufficiency”. Medali tersebut dikeluarkan FAO sebagai penghargaan untuk memperingati keberhasilan Indonesia di bidang pertanian, khususnya dalam mencapai swasembada pangan.
Presiden AS
Presiden ke-16 Amerika Serikat (AS) Abraham Lincoln (1861-1865) pun di masa kecilnya ikut membantu sang ayah membuka lahan, menanami, dan menjadikannya lahan pertanian. Kisah masa muda lelaki yang lahir di pondok kayu dan kelak di kemudian hari menjadi salah satu presiden terbesar AS ini, antara lain, dapat tersua di buku karya klasik Carl Sandburg yang berjudul Abraham Lincoln, The Prairie Years.
Beranjaknya Lincoln dari pondok berdinding kayu gelondongan dan berlantai tanah hingga mendiami Gedung Putih telah menginspirasi berbagai generasi. Kutipan ”Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat” pada pidatonya di Gettysburg pun telah menjadi kalimat abadi dalam melukiskan demokrasi.
Latar agraris pun lekat dengan beberapa Presiden AS lainnya. Hal ini, antara lain, dapat ditelusuri pada buku Presiden-presiden Amerika Serikat yang diterbitkan Dinas Penerangan dan Kebudayaan Amerika Serikat, Jakarta. Sebuah buku mungil, tetapi informatif yang di sisi dalam sampul belakangnya tertera marka: tanda persahabatan dari Rakyat Amerika.
Selain Lincoln, George Washington sebelum menjabat Presiden pertama AS dari tahun 1789-1797, juga mengurus perkebunan yang luas di Virginia. Aktivitas ini dilakukannya setelah menikah hingga berkobarnya Revolusi Amerika. Sembari, pada waktu yang sama, dia juga menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Virginia.
Presiden kedua AS John Adams (1797-1801) juga memilih tinggal di areal pertanian dan peternakannya, di Negara Bagian Massachusetts, selepas meninggalkan Gedung Putih.
Kemudian, Presiden ke-20 AS James Garfield (1881) juga putra bungsu dari seorang petani. Saat berusia dua tahun, ayahnya meninggal. Garfield pun bekerja di ladang hingga berusia 16 tahun. Presiden AS lainnya yang lahir dari ayah seorang petani, antara lain, Martin van Buren (1837-1841).
Akan halnya mereka yang juga dilahirkan di areal lahan pertanian keluarganya, Presiden ke-13 AS Millard Fillmore (1850-1853) disebutkan lahir di sebuah pondok batang kayu di sebuah ladang yang dibuka ayahnya sendiri. Presiden ke-37 AS Richard Milhous Nixon (1969-1974) pun dilahirkan di tanah pertanian milik ayahnya di California.
Selanjutnya, Presiden ke-33 AS Harry S Truman (1945-1953) yang dilahirkan di Kota Independence, Negara Bagian Missouri, yang selepas menjabat sebagai Presiden AS, mengatakan, selama 12 tahun hidup makmur sebagai petani di kota tersebut.
Kembali ke ajakan Wapres Amin, pesan yang disampaikannya seusai memanen mangga di halaman rumah dinas Wapres itu sarat makna. Panen adalah hasil yang didapat dari sebuah proses bertanam. Jangan lupa menanam agar kita dapat memanen. Sebuah pesan bernilai yang berlaku pula di berbagai bidang kehidupan.