Hari-hari Sibuk Wapres Amin
Hasil survei menunjukkan publik kurang puas atas kinerja Wapres Ma\'ruf Amin. Padahal Wapres Amin telah bekerja optimal, termasuk di tengah pandemi Covid-19. Ada problem komunikasi sehingga kinerjanya tak terlihat.
"Jangan-jangan tugas Wakil Presiden Ma’ruf Amin sudah selesai pasca Pemilu 2019 lalu, dan kini Wapres Amin hanya sekadar membantu Presiden Joko Widodo dalam tugasnya sehari-hari? " Itulah pernyataan kritis yang kerap muncul menanggapi berbagai berita yang menyiarkan aktivitas maupun pernyataan Wapres Amin di media massa maupun media sosial.
Memang, tak sedikit masyarakat yang mempertanyakan kerja Wapres Amin selama lebih satu tahun sejak terpilih dan mendampingi Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan. Bahkan, kadangkala ada yang menggugat ke mana Wapres selama pandemi Covid-19. Saat pemerintah sibuk menanggulangi pandemi Covid-19 beserta dampak sosial-ekonomi yang menyertainya, Wapres dituding kurang terlihat aktivitasnya.
Penilaian kritis terhadap kinerja Wapres Amin itu pun tercermin dalam hasil survei berbagai lembaga yang menunjukkan masyarakat kurang puas dengan kinerjanya. Survei Indo Barometer pada awal Oktober 2020, misalnya, menunjukkan 47,4 persen responden tidak puas terhadap kinerja wapres. Sementara responden yang menyatakan puas pada kinerja wapres lebih sedikit, yakni 40,8 persen saja.
“Sebanyak 40,8 persen publik puas dengan kerja Wakil Presiden Ma\'ruf Amin, yang tidak puas 47,4 persen, tidak tahu atau tidak menjawab 11,8 persen,” kata Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari melalui siaran pers, 5 Oktober 2020 lalu.
Baca juga: Tahun Pertama Jokowi-Amin yang Tak Mudah
Hasil kerja yang belum terlihat menjadi alasan terbanyak responden yang tidak puas pada penilaian kinerja wapres. Ada pula responden tak puas karena menilai mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia itu kurang tegas. Sebaliknya, salah satu alasan kepuasan masyarakat terhadap kinerja wapres adalah karena peranannya menjaga kerukunan antar umat beragama.
Survei terakhir yang dilakukan Indonesia Political Opinion (IPO) juga menunjukkan, tingkat kepuasan publik terhadap Wapres Amin sebesar 36 persen. Persentasenya berbanding terbalik dengan tingkat kepuasan masyarakat terhadap Presiden Jokowi yang mencapai 56 persen.
Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah dalam bincang-bincang virtual bertajuk Evaluasi Kabinet dan Peta Politik 2024, Sabtu (10/4/2024), mengungkapkan, dari 1.200 responden, 51 persen menyatakan tak puas dengan kinerja wapres. Ketidakpuasan itu didasari pada anggapan wapres kurang berperan dalam menyelesaikan pekerjaan di berbagai bidang.
Menurut Dedi, 40 persen responden menyatakan puas atas keterlibatan wapres di bidang sosial. Hanya 29 persen yang puas dengan peran wapres dalam bidang ekonomi, serta 38 persen di bidang politik dan hukum.
Namun, benarkah seperti itu realitanya?
Tak hanya rekaman pidato
Dalam catatan Kompas, sejak pandemi Covid-19 melanda pada Maret 2020, semua aktivitas pemerintah memang dilakukan dengan berbagai adaptasi kebiasaan baru untuk menghindari penularan Covid-19. Pun begitu dengan aktivitas Wapres Amin, hampir semua aktivitas dijalankan secara daring, baik melalui telekonferensi maupun video rekaman meski belakangan agenda Wapres harus tatap muka bahkan harus kunjungan kerja ke daerah.
Hari-hari Wapres sebenarnya juga dipenuhi dengan rapat-rapat, menghadiri acara secara virtual, dan juga rekaman video ucapan serta pidato. Hasil rekaman video itulah yang nantinya diputar saat acara berlangsung sebagai bentuk kehadiran Wapres secara virtual. Dalam berbagai acara, hal yang sama sebenarnya juga dilakukan oleh Presiden Jokowi.
Dalam satu hari, Wapres yang kini berusia 79 tahun tercatat bisa melakukan rekaman dua hingga tiga kali di luar agenda rapat bersama Presiden, menteri, dan mitra lainnya. Sepanjang Februari saja, wapres melakukan rekaman hingga 13 kali, kemudian pada Maret 17 kali. Bahkan pada tanggal 1-9 April, sudah 11 kali melakukan agenda rekaman.
Sejak awal Januari, agenda Wapres juga relatif padat. Dalam satu hari, Wapres melakukan tiga hingga lima agenda kegiatan. Ketua Dewan Pengarah MUI itupun kadangkala harus berpindah dari kediaman resmi di Jalan Diponegoro, Jakarta, ke Istana Wakil Presiden, dan Istana Kepresidenan. Misalnya, pada 31 Maret, Wapres mengawali aktivitas dengan menghadiri rapat internal bersama Presiden di Istana Merdeka pukul 10.00. Satu jam kemudian, ia mengikuti sidang Tim Penilai Akhir yang juga digelar di Istana Merdeka.
Setelah sejenak beristirahat, pukul 13.30, di kediaman resmi, Wapres siap melakukan rekaman pidato kunci yang akan ditayangkan dalam Webinar Nasional Ikatan Da’i Indonesia dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Selang satu jam, Wapres menjadi narasumber acara Economic Challenges Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia, dilanjutkan dengan agenda rekaman ucapan Hari Konsumen Nasional 2021.
Bahkan pernah juga Wapres bekerja dari pagi hingga malam, seperti pada Jumat lalu. Wapres memulai aktivitas dengan menerima M Nasir, mantan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang kini menjadi staf khusus wapres. Dilanjutkan dengan solat Jumat, kemudian menerima Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi, rekaman pidato kunci acara dialog Islam-Konghucu, rekaman salam Ramadhan, dan terakhir memberikan sambutan pada acara Syiar Islam dan Istighasah Kubra melalui konferensi video pada pukul 20.00.
Hanya parsial
Menurut Sekretaris Wapres M Oemar, survei terhadap Wapres Amin tidak komprehensif. Ibarat melihat sesuatu dari satu sisi, padahal seharusnya melihat sesuatu itu dari berbagai sisi. "Kinerja Wapres cuma dilihat dari pernyataan parsial dan beberapa acara yang muncul di media, padahal setiap hari, agenda Wapres itu luar bisa banyaknya untuk ukuran Wapres di tengah pandemi Covid-19 ini. Saya yang sehari-hari mendampingi beliau merasakan hari-hari Wapres yang padat," ujar Oemar.
Tak cuma ekonomi syariah yang terus didorong oleh Wapres Amin, tambah Oemar, juga kini keuangan dan masyarakat ekonomi syariah. Bahkan, kawasan industri syariah di berbagai provinsi terus didorong oleh Wapres Amin. Jumlah kawasan provinsi dengan industri syariah semakin banyak. Di bidang kesehatan, Wapres Amin juga mengurusi masyrakat yang sehat tetapi juga pencegahan stunting atau anak dengan masa pertumbuhan tinggi badan yang rendah akibat kekurangan gizi.
Di bidang reformasi birokrasi, Wapres Amin juga memimpin dengan menjadi Ketua Tim Pengarah Birokrasi dan Reformasi Nasional. Sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), Wapres Amin juga berani menahan berbagai desakan untuk pemekaran wilayah otonomi baru.
"Kalau Wapres tidak berani menahan berbagai desakan, bayangkan sudah berapa daerah pemekaran baru yang dibentuk dan berapa anggaran negara yang diguyurkan ke daerah-daerah baru, yang belum tentu juga berhasil menjalankan otonomi baru dengan baik. Dari sekian banyak wilayan baru yang dizinkan dimekarkan, sejauh ini baru Papua yang akan dikembangkan oleh pemerintah pusat," tutur Oemar lagi.
Baca juga: Wapres: Perkuat Komisi ASN
"Jadi tidak benar kalau agenda Wapres Amin rendah, dan hanya dilihat dari rekaman pidato ke rekaman pidato saja. Kalaupun ada rekaman pidato untuk suatu acara, itu pun penugasan langsung dari Presiden sendiri. Tak jarang juga sehari, Wapres harus melakukan rekaman pidato untuk berbagai acara yang cukup banyak sehingga Wapres harus bertahan di hadapan kamera yang menyorotnya berkali-kali," ungkap Oemar lagi.
Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi juga menyatakan hal senada. “Kalau surveinya (menunjukkan kinerja) Wapres di atas Pak Jokowi, malah bingung kita. Kalau di bawah Presiden, ya biasa. Namanya pembantu Presiden ya begitu. Kalau disebut (namanya juga ban serep) kadang dipakai kadang tidak,” tuturnya dalam keterangan kepada wartawan secara virtual, Senin (12/4/2021).
Ia, bahkan, meminta agar semua pihak tak terlalu serius menanggapi hasil survei yang dilakukan berbagai lembaga tersebut. Sebab, dia menyebut survei itu terkadang dibuat untuk agenda dan tujuan tertentu. Masduki sendiri tak merinci maksud agenda dan tujuan tertentu.
Apalagi kenyataannya, selama ini Wapres selalu membantu Presiden Jokowi secara maksimal. Dalam situasi pandemi pun, Wapres tetap melakukan kunjungan kerja ke daerah. Misalnya, Wapres berkunjung ke Sumatera Barat untuk meresmikan Pasar Rakyat Pariaman dan meninjau langsung vaksinasi.
Kunjungan itupun mendapatkan apresiasi dari pemerintah dan masyarakat setempat, karena sepanjang sejarah Indonesia belum pernah ada Presiden maupun Wapres yang mengunjungi Pariaman. Bisa dikatakan, Maruf menjadi Wapres pertama yang menginjakkan kaki di Pariaman.
“Wali Kota Pariaman, bahkan, sampai mengusulkan pantai dinamakan Pantai Maruf Amin,” kata Masduki.
Sebelumnya, pada 30 Maret, Wapres Amin juga berkunjung ke Kalimantan Tengah untuk meresmikan Bandara Haji Muhammad Sidik di Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara. Sekitar sepekan sebelumnya, Wapres juga ke Lampung meninjau bendungan.
“Artinya Wapres selalu maksimal membantu Presiden meskipun ada yang menyebutnya sebagai ban serep,” tutur Masduki menegaskan.
Gaya berbeda dan penugasan Presiden
Memang setiap Wapres memiliki gaya kerja yang berbeda dan berdasarkan penugasan dari Presiden yang juga berbeda. Hal itu terlihat antara lain sejak Wapres Mohammad Hatta, Sultan Hamengkubuwono ke-IX, Adam Malik, Umar Wirahadikusuma, hingga Boediono, Megawati Soekarnoputri dan Jusuf Kalla.
Ma’ruf, menurut Masduki, lebih banyak mengambil peran koordinatif, sehingga tak terlihat oleh publik. Apalagi kerja-kerja yang dilakukan wapres tidak banyak diumumkan ke publik.
Hatta, misalnya pernah mengeluarkan Instruksi Wapres yang mengubah sistem presidensial menjadi parlementer, dan Indonesia selain memiliki Presiden juga punya Perdana Menteri selaku kepala pemerintahan.
Wapres di era Orde Baru, Umar Wirahadikusuma, Sudharmono dan Try Sutrisno juga melakukan pengawasan pemerintahan. Demikian Wapres BJ Habibie juga pengembangan di bidang teknologi, dan akhirnya ditunjuk Presiden Soeharto menggantikan dirinya sebagai Presiden pada 1998.
Wapres Kalla bahkan memiliki posisi tawar yang boleh disebut cukup kuat saat mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, khususnya di bidang ekonomi dan perdamaian. Juga Megawati yang aktif karena kondisi Presiden Abdurrahman Wahid atau Gusdur.
Bisa berperan lebih
Pengajar Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menilai, Wapres bukan tidak bekerja, tetapi kerjanya tak terpublikasikan dengan baik. Hal itulah yang ditengarai menjadi sebab rendahnya kepuasan masyarakat pada Wapres.
“Sebenarnya bukan kinerjanya jelek, tapi enggak kelihatan kerjanya. Jadi masyarakat kurang mengapresiasi kerja Wapres,” kata Hendri.
Karena itulah Hendri menyarankan agar Wapres tak hanya meningkatkan kinerja, tetapi juga memperbaiki komunikasi publik. Meski dengan kerja yang dilakukan saat ini pemerintahan tetap berjalan efektif, peningkatan komunikasi penting dilakukan agar Wapres tak semakin tenggelam. “Kalau tidak diperbaiki, kurang bagus juga dicatat sejarah,” tuturnya.
Senada dengan Hendri, pengajar Kebijakan Publik FISIP Universitas Airlangga Gitadi Tegas Supramudyo juga menilai, kehadiran Wapres melalui rekaman video kurang efektif untuk menyampaikan pesan. “Kalau memang jadwalnya bertabrakan, mungkin bisa menjadi pilihan. Tapi kalau terlalu banyak, tentu efektivitas penyampaian pesan dan komunikasinya jadi rendah,” tuturnya.
Akan lebih baik bila Wapres betul-betul hadir secara fisik dengan protokol kesehatan yang sangat ketat atau setidaknya betul-betul hadir secara langsung di acara daring. Dengan demikian, masyarakat tidak melihat Wapres dengan stereotype bahwa wakil hanya diperlukan saat kampanye atau hanya cadangan.
Kinerja Wapres juga semestinya bisa lebih optimal. Sebab, Wapres didukung armada Sekretariat Wapres, staf khusus, dan staf ahli yang banyak. Alokasi anggarannya juga tidak sedikit.
Budaya politik di Indonesia yang menjadikan wapres sebagai cadangan diakuinya memang ada. Karenanya, Presiden bisa mendelegasikan beberapa kewenangan sesuai kapasitas Wapres.
Selain itu, Wapres bisa mewujudkan amanat konstitusi yakni memberikan masukan atau inisiatif secara maksimal. Dengan demikian, kinerja bisa optimal. Namun, semua ini juga sangat bergantung pada kapasitas figur.
Baca juga: Wapres dan Kisah "Ban Serep"
Tentu, sebagai pendamping Jokowi, ia juga sudah berupaya bekerja keras, menyesuaikan jargon “Kerja, kerja, kerja”. Tetapi masyarakat tentu mengharapkan Wapres Amin bisa berperan lebih jauh lagi dalam pengelolaan pemerintahan dan pembangunan. Dan, yang tak kalah penting, apa yang dilakukan Wapres Amin, terkomunikasikan optimal di publik.