Tradisi Presiden Jajan di Pinggir Jalan, dari Era Soekarno ke Jokowi
Presiden I RI Soekarno memesan 50 tusuk sate ayam kepada pedagang kaki lima di awal kepemimpinannya. Tradisi jajan ke pedagang kaki lima kemudian dilanjutkan oleh para penerusnya, tak terkecuali Presiden Jokowi.
Tak lama setelah ditunjuk sebagai Presiden RI pada 18 Agustus 1945, Bung Karno langsung jajan di pinggir jalan. Ia membeli sate 50 tusuk kemudian duduk di dekat got di area kaki lima dan menyantapnya hingga habis.
Dalam penuturannya kepada Cindy Adams yang kemudian ditulis dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Bung Karno menyebut membeli sate dari pedagang kaki lima itu merupakan ”perintah” pertamanya sebagai orang nomor satu di republik ini. Makan 50 tusuk sate juga disebut Bung Karno sebagai pesta perayaan atas kehormatan yang diterimanya.
Warisan jajan ke pedagang kaki lima terus dipelihara oleh penerusnya. Dalam kunjungan kerja empat hari di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat pada Jumat-Senin (1-4/10/2021), Presiden Joko Widodo juga beberapa kali jajan di pedagang kaki lima. Selain jagung rebus yang langsung dimakan, Presiden juga membeli juga pisang, bawang, dan tas noken. Presiden bahkan memberikan tambahan modal ke pedagang yang sempat membentangkan poster agar diperhatikan.
Dalam perjalanan menuju hotel dari Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Jumat lalu, iringan mobil kepresidenan tiba-tiba berhenti di luar agenda yang sudah disusun protokol Istana Kepresidenan. Rupanya, Presiden ingin membeli noken, tas rajutan asli Papua, dari mama penjual di pinggir jalan. Dari jendela mobil, Presiden Jokowi terlebih dahulu bertanya, ”Tas apa ini?”
”Ini tas terbuat dari kulit kayu, Bapak,” kata Paulina Adi, seorang mama penjual noken, saat Presiden turun. Presiden melihat-lihat dan lalu membeli dua buah noken.
Saat meresmikan Pos Lintas Batas Negara (PLBN Sota), Minggu (3/10/2021) pagi, Presiden Jokowi juga menyempatkan melihat Pasar Sota di sekitar PLBN. Selain berbincang dengan mama-mama penjual, Presiden juga membeli bawang dan pisang. Presiden pun menanyakan harga satu sisir pisang.
”Lima ribu,” kata mama penjual.
”Saya beli empat, jadi semua dua puluh ribu rupiah,” kata Presiden.
Saat membayar, Presiden Jokowi memberikan uang seratus ribuan sebanyak sepuluh lembar. ”Saya beli pisang Rp 20.000. Jadi, kembalinya berapa?” ucap Presiden.
Hari berikutnya, Senin (4/10/2021), Presiden kembali jajan setelah menjalani rangkaian agenda padat, dari membuka PON Papua 2021, meresmikan terminal baru Bandar Udara Mopah dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sota, meresmikan Rumah Sakit Modular Jenderal TNI LB Moerdani, hingga meninjau vaksinasi dan menanam jagung bersama para petani di Kabupaten Sorong.
Kali ini, pilihan Presiden Jokowi jatuh pada jagung rebus yang masih mengepul.
Sama seperti lahapnya petani yang makan siang seusai menabur benih, demikian pula Presiden terlihat begitu lahap menyantap jagung rebus muda yang disebutnya masih panas itu. Begitu jagung rebus ada di tangan, Presiden segera membuka masker dan menyantap jagung sambil berdiri di depan penjual yang memakai penutup muka faceshield dan masker.
”Kurang? Belum?” tangan Presiden Jokowi menawarkan jagung sembari menunjuk ke arah rombongan. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani juga nampak sibuk membungkus jagung rebus. ”Yang matang aja,” ujar Puan.
Kebiasaan berhenti di pasar atau lapak penjual sembari membeli beberapa barang yang dijual sebenarnya kerap dilakukan Presiden Jokowi. Pada Maret 2018, dalam kunjungan kerja ke Lampung, Presiden Jokowi juga menyempatkan berhenti di Plaza Bandar Jaya, Lampung Tengah. Ia membelikan truk mainan untuk cucu lelakinya, Jan Ethes, sedangkan Ibu Negara Nyonya Iriana membeli sepasang sepatu dan boneka untuk cucu perempuannya, Sedah Mirah.
Pecel Mbok Rah
Sebelumnya, saat meninjau vaksinasi dari pintu ke pintu di Dukuh Ngledok, Desa Segaran, Klaten, Jawa Tengah, Senin (13/9/2021), Presiden yang didampingi Nyonya Iriana juga tampak asyik jajan pecel di tengah permukiman padat penduduk.
Kami mengapresiasi bahwa sekecil apa pun yang dilakukan Presiden menunjukkan keberpihakannya kepada UMKM.
Makanan khas yang memadukan kesegaran sayur-sayuran dengan guyuran sambal kacang nan gurih campur pedas itu ternyata juga salah satu makanan rakyat kegemaran Presiden Soekarno. ”Nasi pecel Blitar yang jadi kegemaran Bapak adalah nasi pecelnya Mbok Rah,” kata Guntur Soekarno, dalam buku Bung Karno dan Kesayangannya (Bagian Penerbitan PT Karya Unipress, 1981).
Dalam bab berjudul ”Bung Karno & Mbok Rah”, Guntur mengenalkan sosok Mbok Rah sebagai seorang penjual nasi pecel yang amat merakyat. Perempuan yang umurnya 5-10 tahun lebih tua dari Bung Karno itu menjajakan nasi pecel dengan bakul yang digendongnya berkeliling kota Blitar.
Mbok Rah telah menjadi langganan Bung Karno sejak tahun 1950-an. ”Setiap Bapak ada kesempatan ke Blitar untuk menengok eyang putri, pasti selalu acara paginya adalah menikmati nasi pecel Mbok Rah,” ujar Guntur. Bahkan, jika Bung Karno mau pergi ke luar negeri, pasti yang namanya kepala rumah tangga Istana sibuk mengadakan kontak dengan Blitar untuk memesan pecel Mbok Rah. Beberapa bungkus sambal pun dibawa ke luar negeri.
Jajan di pinggir jalan ternyata mengundang apresiasi. Ketua Umum Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia Ikhsan Ingratubun mengapresiasi langkah Presiden Jokowi yang selalu berinteraksi dengan pelaku UMKM. ”Kami mengapresiasi bahwa sekecil apa pun yang dilakukan Presiden menunjukkan keberpihakannya kepada UMKM,” ujar Ikhsan.
Semua Presiden dinilai memiliki keberpihakan pada UMKM. Menurut Ikhsan, hal ini terkait dengan jumlah unit usaha UMKM yang berjumlah sekitar 64 juta unit usaha dan berkontribusi pada 60 persen produk domestik bruto. UMKM juga menyerap sekitar 96 persen dari tenaga kerja. Dengan penurunan level PPKM, unit usaha UMKM yang 18 juta di antaranya sempat bangkrut di masa pandemi mulai kembali menggeliat.
Ikhsan mengatakan bahwa pengusaha UMKM pada intinya hanya menginginkan hadirnya iklim usaha yang kondusif. Sebanyak 87,5 persen UMKM yang terdampak pandemi berharap bisa kembali memperoleh modal usaha yang murah, cepat, dan mudah.
Seiring dengan makin tingginya dukungan pemerintah, terbukanya celah untuk berusaha, dan semakin menurunnya kasus Covid-19, maka riak-riak kebangkitan UMKM sebagai penopang utama perekonomian bangsa pun mulai kembali cerah. Dukungan pemerintah itu, antara lain, tampak dari pertalian mesra Presiden dan pelaku UMKM saat jajan di tepi jalan....