Kejagung Jalankan Mekanisme Pengawasan Melekat, Jaksa Agung Diminta Beri Contoh
Dengan pengawasan, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin berharap kejaksaan diisi orang-orang yang berintegritas. Sebab, sebagaimana dikatakan Presiden Joko Widodo, kejaksaan adalah wajah penegakan hukum di Indonesia.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengingatkan jajarannya untuk melaksanakan mekanisme pengawasan melekat guna menjaga integritas kejaksaan. Jika terjadi pelanggaran, Jaksa Agung memastikan akan mengevaluasi dua tingkat di atasnya.
Hal itu ditegaskan Burhanuddin ketika membuka rapat kerja teknis bidang pengawasan yang dilaksanakan secara daring, Selasa (5/10/2021). Menurut Burhanuddin, sebagaimana dikutip dalam keterangan tertulis, pengawasan merupakan elemen vital sebagai sistem peringatan atau deteksi dini untuk melihat potensi pelanggaran.
”Saya ingin mengingatkan, bidang pengawasan harus dapat memastikan telah dilakukan pengawasan melekat pada setiap bidang supaya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dapat berjalan sebagaimana rencana, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, prosedur standar operasi, serta petunjuk pimpinan,” kata Burhanuddin.
Terkait dengan mekanisme pengawasan melekat tersebut, Jaksa Agung telah mengeluarkan Surat Jaksa Agung R-95/A/SUJA/09/2021 yang memerintahkan kepada seluruh kepala kejaksaan tinggi untuk meneguhkan kembali komitmen integritas jajaran kejaksaan. Salah satu poin penting dalam surat tersebut adalah melakukan pengawasan melekat kepada seluruh jajaran kejaksaan.
Burhanuddin mengingatkan, apabila ditemukan pelanggaran oleh seorang pegawai kejaksaan, ia akan mengevaluasi atasan yang bersangkutan hingga dua tingkat ke atas. Evaluasi tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban atasan tersebut atas kegagalannya membina anak buah.
”Apakah tidak menjalankan fungsi pengawasan secara benar? Apakah telah terjadi pembiaran bawahan melakukan pelanggaran? Atau justru ikut berperan dalam pelanggaran tersebut?” ujar Burhanuddin.
Dengan pengawasan melekat tersebut, Burhanuddin berharap kejaksaan diisi oleh orang-orang yang berintegritas. Sebab, sebagaimana dikatakan Presiden Joko Widodo, kejaksaan adalah wajah penegakan hukum di Indonesia.
Selain mengingatkan mengenai pengawasan melekat, pada kesempatan itu Jaksa Agung juga mengingatkan jajarannya agar patuh membuat laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Berdasarkan data tahun 2020, masih terdapat 11,44 persen pegawai kejaksaan yang belum melaporkan LHKPN.
Secara terpisah, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia Boyamin Saiman memandang positif mekanisme pengawasan melekat yang kembali ditegaskan Jaksa Agung. Dengan mekanisme tersebut, seseorang tidak bisa berdalih ketika ada pegawai kejaksaan yang ”nakal”. Jika ditemukan hal seperti itu, sudah semestinya atasannya langsung diberi sanksi seperti pencopotan karena dinilai tidak bisa membina anak buahnya.
Namun, Boyamin mengingatkan bahwa mekanisme pengawasan melekat tersebut justru tidak tampak dalam kasus pelarian Joko Tjandra yang melibatkan bekas jaksa di Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari. Menurut Boyamin, Pinangki seolah dibiarkan bepergian ke luar negeri, bertemu pengacara di kantornya, padahal ia bukan seorang penyidik atau jaksa penuntut.
Ketika perkara tersebut terbukti melibatkan Pinangki, dengan kerangka pengawasan melekat, semestinya dua atasan di atasnya dikenai sanksi atau dicopot dari jabatannya.
”Jadi, bisa saja atasan langsung Pinangki mengawasi, tetapi atasan yang ada di posisi lebih atas mengizinkan, sehingga mekanisme pengawasan melekat tidak berjalan karena ada atasan yang lebih tinggi yang seperti ’mengizinkan’. Dan ini yang diduga terjadi dalam kasus Pinangki,” tutur Boyamin.
Oleh karena itu, Boyamin berharap agar Jaksa Agung benar-benar memberikan teladan dalam mengawasi anak buahnya. Tidak berhenti hanya pada pernyataan, jajaran kejaksaan akan melaksanakan pengawasan melekat jika Jaksa Agung memberikan teladan langsung dengan tidak mengistimewakan orang-orang tertentu.