Kadiv Humas Polri Irjen R Prabowo Argo Yuwono menyatakan, rekam jejak 57 eks pegawai KPK dalam pemberantasan korupsi tidak perlu diragukan meskipun mereka tak lolos tes wawasan kebangsaan, syarat untuk menjadi ASN.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden Joko Widodo, Polri mempercepat pembahasan mekanisme perekrutan mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan ke kepolisian. Harmonisasi aturan tengah dilakukan dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Badan Kepegawaian Negara agar mekanisme perekrutan tidak merugikan pihak yang akan direkrut.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono, dihubungi dari Jakarta, Jumat (1/10/2021), mengatakan, pihaknya berharap bisa bekerja sama dengan 57 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam kerja pemberantasan korupsi di kepolisian. Oleh karena itu, proses pembahasan mekanisme perekrutan 57 eks pegawai KPK akan dipercepat.
Ia menambahkan, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo telah memerintahkan Asisten Bidang Sumber Daya Manusia Polri Irjen Wahyu Widada berkoordinasi secara intens dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk merumuskan mekanisme rekrutmen. Saat ini, ketiga lembaga tengah mengharmonisasi sejumlah aturan, baik yang terdapat dalam undang-undang, peraturan pemerintah, maupun aturan lain. Harmonisasi ini penting agar nantinya perekrutan tidak merugikan para mantan pegawai KPK.
Selain itu, komunikasi juga terus dilakukan, termasuk dengan mantan pegawai KPK yang akan direkrut. Namun, ia tidak menjelaskan secara detail komunikasi yang dimaksud. ”Semua kami lakukan agar cepat beres,” kata Argo.
Mengenai penempatan, tugas, dan wewenang eks pegawai KPK ketika menjadi aparatur sipil negara (ASN) Polri, kata Argo, saat ini juga masih dirumuskan. Ia hanya menjelaskan, Polri membutuhkan sumber daya manusia untuk mengembangkan Direktorat Tindak Pidana Korupsi. Hal itu, di antaranya, untuk mengisi bagian pendampingan penggunaan anggaran Covid-19 serta pengadaan barang dan jasa.
Argo mengatakan, Kapolri menilai 57 eks pegawai KPK tepat untuk mengisi kebutuhan tersebut karena memiliki visi yang sama dalam pemberantasan korupsi. Meski tidak lolos TWK, Kapolri mengapresiasi rekam jejak mereka selama bekerja di lembaga antirasuah. ”Rekam jejaknya (57 eks pegawai KPK) tidak perlu dikhawatirkan, tidak perlu diragukan, sangat-sangat sudah nyata dilakukan,” ujarnya.
Menpan dan RB Tjahjo Kumolo membenarkan telah bertemu dengan Kapolri dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana untuk membahas surat balasan Presiden Joko Widodo yang menyetujui permintaan Kapolri untuk merekrut eks pegawai KPK menjadi ASN Polri.
Secara terpisah, Menpan dan RB Tjahjo Kumolo membenarkan telah bertemu dengan Kapolri dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana untuk membahas surat balasan Presiden Joko Widodo yang menyetujui permintaan Kapolri untuk merekrut eks pegawai KPK menjadi ASN Polri. Diberitakan sebelumnya, rencana perekrutan mantan pegawai KPK ini bermula dari permintaan Kapolri kepada Presiden yang disampaikan melalui surat pada Jumat (24/9/2021), kemudian mendapatkan balasan melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada Senin (27/9/2021).
Selain persetujuan, dalam surat balasan itu Presiden juga meminta Kapolri untuk menindaklanjuti rencana rekrutmen melalui koordinasi dengan Kemenpan dan RB serta BKN. Pertemuan pertama dalam rangka koordinasi itu dilaksanakan pada Senin (27/9/2021) malam. Menurut Tjahjo, belum diketahui apakah akan ada pertemuan lanjutan.
Namun, Tjahjo tidak bisa menjelaskan masalah mekanisme perekrutan mantan pegawai KPK karena sudah memasuki ranah teknis yang merupakan kewenangan BKN. Terkait dengan formasi yang akan diisi, itu juga bukan kewenangannya, melainkan Polri. Namun, seluruhnya harus dilakukan sesuai dengan koridor dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Sementara itu, Kompas berusaha menghubungi KepalaBKN Bima Haria Wibisana untuk menanyakan pembahasan mekanisme perekrutan mantan pegawai KPK menjadi ASN Polri. Hingga Jumat sore, ia tidak menjawab.
Tunggu pemerintah
Salah seorang mantan pegawai KPK yang tidak lolos TWK, Rasamala Aritonang, mengaku pihaknya belum mendapatkan penjelasan secara formal dari pihak pemerintah terkait rencana perekrutan menjadi ASN di kepolisian. Para eks pegawai yang kini berhimpun dalam TIM57 itu masih menunggu pemberitahuan resmi. ”Kami tentu siap berdialog kalau ada undangan resmi dari pemerintah,” katanya.
Setelah ada penjelasan, kata Rasamala, pihaknya baru bisa menentukan untuk menerima atau tidak tawaran tersebut. Keputusan itu juga nantinya akan memperhatikan pandangan dan rekomendasi dari Komnas HAM, Ombudsman, dan masyarakat sipil. ”Jadi, kita tunggu undangan resmi dari pemerintah saja,” ujarnya.
Novariza, bagian dari TIM57, mengatakan, sikap atas tawaran Kapolri memang belum bisa ditentukan karena belum ada penjelasan detail yang disampaikan secara resmi oleh pemerintah. Apalagi, Kapolri mengumumkan keinginan itu di sela-sela konferensi pers dalam kunjungan kerjanya di Papua, bukan pada momen yang membahasnya secara spesifik.
Di samping itu, dalam berbagai kesempatan, TIM57 juga mengungkapkan masih menunggu sikap Presiden terhadap temuan Ombudsman dan Komnas HAM mengenai TWK. Sebelumnya, Ombudsman menemukan sejumlah malaadministrasi dalam penyelenggaraan TWK, sedangkan Komnas HAM menemukan 11 pelanggaran HAM dalam asesmen tersebut. Namun, hingga ke-57 pegawai KPK yang tak lolos TWK diberhentikan pada Kamis (30/9/2021), belum ada tindak lanjut atas temuan dua lembaga yang telah dilaporkan kepada Presiden.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari mengatakan, polemik TWK harus bisa diselesaikan dengan solusi yang berdampak positif dan tidak merugikan empat aspek, yakni pegawai KPK, KPK secara kelembagaan, ASN yang loyal pada negara, serta kepentingan bangsa dan negara.
Bukan solusi
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari, mengatakan, polemik TWK harus bisa diselesaikan dengan solusi yang berdampak positif dan tidak merugikan empat aspek, yakni pegawai KPK, KPK secara kelembagaan, ASN yang loyal pada negara, serta kepentingan bangsa dan negara. Terkait dengan empat hal tersebut, Taufik mengaku belum memiliki penilaian yang kuat, apakah tawaran Kapolri sudah mampu memenuhi seluruhnya. Oleh karena itu, 57 mantan pegawai KPK berhak penuh untuk mengambil sikap.
Selain itu, Taufik juga meminta pemerintah segera menindaklanjuti rekomendasi dari hasil temuan Ombudsman dan Komnas HAM tentang penyelenggaraan TWK. Hal itu penting dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik karena kedua lembaga telah menjalankan tugas sesuai dengan undang-undang.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra mengatakan, perekrutan 57 mantan pegawai KPK menjadi ASN Polri bukan solusi untuk menyelesaikan polemik TWK. Alih-alih Kapolri, Presiden Joko Widodo semestinya bertanggung jawab untuk menuntaskan berbagai masalah yang muncul dari penyelenggaraan asesmen tersebut. Tanpa pertanggungjawaban itu, Presiden dinilai akan meninggalkan warisan negatif dalam masa kepemimpinannya.
Menurut Azyumardi, polemik ini setidaknya memunculkan dua kekacauan. Pertama, kekacauan kepemimpinan yang disebabkan inkonsistensi Presiden yang sebelumnya mengatakan bahwa TWK tidak dijadikan satu-satunya ukuran dalam alih status pegawai KPK. Kedua, telah terjadi kekacauan hukum dan regulasi dalam alih status pegawai KPK menjadi ASN yang melibatkan KPK, Kemenpan dan RB, serta BKN.
”Apakah ini akan berakhir, saya kira tidak. Ini akan berlanjut menjadi perdebatan. Bayang-bayang negative legacy ini akan berlanjut dan sulit untuk memulihkannya,” ujarnya.