Rekrutmen calon ASN dari jalur PPPK kembali dibuka tahun depan menyusul belum optimalnya rekrutmen PPPK tahun ini. Alokasi satu juta formasi guru, misalnya, hanya terpenuhi separuhnya.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan kembali merekrut calon aparatur sipil negara tahun depan. Namun, kali ini formasi yang tersedia hanya untuk pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK, bukan untuk calon pegawai negeri sipil. Salah satunya formasi PPPK guru yang pada rekrutmen tahun ini hanya terpenuhi separuh dari alokasi yang disediakan pemerintah pusat sebanyak satu juta formasi.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Tjahjo Kumolo dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas, Senin (20/9/2021), menegaskan, pengadaan aparatur sipil negara (ASN) pada 2022 hanya untuk PPPK. Pengadaan dari jalur PPPK kembali dibuka karena rekrutmen calon ASN dari jalur tersebut pada 2021 belum optimal.
Sebagai contoh, untuk formasi PPPK guru, pada 2021 sebenarnya pemerintah pusat telah mengalokasikan satu juta formasi. Namun, jumlah formasi yang diajukan oleh pemerintah daerah (pemda) dan kemudian dilakukan seleksi hanya untuk 507.848 formasi. ”Oleh karena itu, tahun depan, sisa formasinya akan dibuka kembali untuk diusulkan oleh pemda,” ujarnya.
Selain itu, formasi untuk guru agama di sekolah negeri juga akan kembali dialokasikan. Ini mengingat pada 2021 hanya sekitar 22.000 formasi yang dialokasikan.
”Formasi untuk guru itu juga berpotensi untuk dapat dialokasikan bagi THK (tenaga honorer kategori) II yang memenuhi persyaratan sebagai guru, minimal sarjana, dengan kebijakan afirmasi yang lebih berpihak kepada guru THK II dibandingkan guru honorer lainnya,” ujarnya.
Misalnya, tidak mensyaratkan seleksi kompetensi teknis, tetapi cukup dengan seleksi kompetensi manajerial, sosiokultural, dan wawancara sehingga peluang kelulusan besar.
”Sebagai gambaran, dari data sementara hasil seleksi PPPK guru tahun ini, hampir lebih dari 98 persen guru peserta seleksi dapat melampaui nilai ambang batas seleksi kompetensi manajerial, sosiokultural, dan wawancara,” paparnya.
Adapun untuk guru THK II yang berpendidikan di bawah S-1, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mereka tidak memenuhi persyaratan menjadi guru. Kemenpan dan RB mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk meningkatkan pendidikan mereka. Salah satunya dengan mekanisme rekognisi pembelajaran lampau (RPL) yang bisa diselenggarakan oleh Kemendikbudristek.
Selain berlatar belakang guru, dari data THK II yang ada, masih terdapat sekitar 4.000 tenaga kesehatan dan sekitar 270.000 tenaga teknis. Khusus tenaga teknis, mayoritas berpendidikan di bawah D-3, seperti lulusan SMA, SMP, bahkan SD, dan banyak yang berprofesi sebagai sopir, pramusaji, petugas kebersihan, dan lain-lain.
”Terhadap mereka, khususnya yang berpendidikan minimal D-3, masih memungkinkan untuk melamar pada jabatan-jabatan ASN yang dapat diduduki oleh PPPK. Kemenpan dan RB akan mendorong pemda untuk mengusulkan formasi bagi mereka,” katanya.
Lebih lanjut Tjahjo mengemukakan, untuk mengakomodasi penanganan sisa THK II yang masih berpotensi untuk dapat mengikuti seleksi PPPK, Kemenpan dan RB telah pula mengusulkan tambahan jumlah formasi untuk 2022 kepada Kementerian Keuangan.
Revisi UU ASN
Anggota Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin, saat rapat Komisi II DPR dengan Kemenpan dan RB beserta sejumlah instansi pemerintah lain membahas rencana anggaran untuk 2022, Senin, menilai, rekrutmen tenaga honorer menjadi ASN melalui jalur PPPK telah memenuhi aspirasi dari berbagai pihak agar persoalan tenaga honorer yang tak kunjung diangkat menjadi ASN segera dituntaskan.
Dengan demikian, menurut dia, rencana revisi UU ASN yang salah satunya mengatur pengangkatan honorer menjadi ASN perlu dipertimbangkan ulang.
”Karena kebijakan pemerintah saat ini sudah mengarah pada penyelesaian honorer,” ujarnya.
Namun, ia berharap pemerintah memperluas kebijakan afirmasi bagi honorer supaya peluangnya menjadi PPPK lebih besar. Salah satunya, kemungkinan memperbanyak kuota bagi tenaga honorer yang diangkat menjadi PPPK. ”Kebijakan afirmasi perlu ditambah mengingat pengabdian mereka di pemerintahan yang sudah bertahun-tahun,” ujarnya.
Mengenai hal ini, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, yang juga mengikuti rapat, mengatakan, kebijakan afirmasi bagi honorer, utamanya guru, untuk menjadi PPPK, sudah dibuat sebaik mungkin.
Misalnya, tenaga honorer guru diberi ruang untuk mengikuti tiga kali seleksi. Jika seleksi pertama tak lolos, honorer guru akan mengikuti bimbingan belajar, sebelum mengikuti seleksi kedua, dan begitu pula jika tak lolos seleksi kedua.
Harapan agar kebijakan afirmasi diperluas tidak mudah untuk direalisasikan. Sebab, di sisi lain, banyak keluhan dari pelamar guru yang baru saja lulus. ”Kalau semua formasi guru untuk honorer, kita mau kerja apa? Itu keluhan dari para fresh graduate. Jadi, kebijakan afirmasi yang ada sudah dibuat seadil mungkin dan sudah kesepakatan terbaik,” ujarnya.